Selasa, 24 Mei 2011

Pejuang Mimpi

Pejuang mimpi no. 1: Mama

Sekarang mama punya kegiatan baru: belajar ngaji. "HAH.. mamanya Ocha belum bisa ngaji?", pasti itu ya pertanyaan yang langsung terlintas saat membaca kalimat barusan. Iya, mama saya memang belum bisa ngaji. Tapi menurut saya, ibadah seseorang atau hubungan seseorang dengan Tuhan tidak ditentukan dengan kemampuan mengajinya.

Mama tidak sempat mendapat pelajaran mengaji di bangku sekolah. Dulu sekolah beliau masih merupakan sekolah kristen sehinggan pelajaran agama Islam ditiadakan, malah terkadang mama harus ikut berdoa dengan jemaat gereja. Setelah lulus sekolah, menikah, punya anak, dan bla-bla-bla, dengan segala kesibukannya mama semakin tidak punya kesempatan untuk belajar ngaji. Kendala umur yang 'tidak lagi muda' juga menyulitkan beliau untuk mendapat guru ngaji dan metode belajar yang sesuai. Yah, rasanya sudah jamak di masyarakat kita kalau setiap orang Islam pasti bisa mengaji, jadi akan sangat aneh jika orang seusia mama baru belajar mengaji di usianya yang sekarang.

Walau mama tidak bisa mengaji, beliau tidak ingin anak-anaknya mengalami nasib yang sama. Beliau menekankan pentingnya pendidikan agama dan mewajibkan saya dan adik untuk ikut kelas mengaji setelah jam sekolah. Terkadang mama melihat buku Iqro milik saya atau adik dengan pandangan penasaran dan kerinduan yang mendalam. Mama juga terkadang meminta saya untuk mengajarinya mengaji, tetapi selalu menyerah di tengah jalan karena merasa kesulitan untuk mengingat berbagai huruf arab yang asing di matanya.

Jadi bagaimana cara mama beribadah jika beliau tidak bisa mengaji? Mama menggunakan bacaan latin yang sering dituliskan di bawah tulisan arab. Beliau menghafalkan bermacam surat dan doa lewat bacaan latin tersebut. Mama tidak pernah menceritakan perasaannya karena tidak mampu mengaji, tapi tanpa dia bilang pun saya tahu kalau beliau sedih. Sangat sedih.

Seperti mama yang lain, mama saya juga rajin beribadah. Pagi - siang - malam dia selalu beribadah dan mendoakan kami sekeluarga. Tuhan menjadi temannya yang paling dekat saat mama memiliki masalah, Tuhan menjadi pelariannya saat beliau merasa sedih, Tuhan adalah tempat mama mencurahkan tangis, doa, syukur, dan harapan. Mama memang tidak bisa mengaji, tapi selalu melakukan perintahNya dan berusaha menjadi umat yang taat. Lihatlah saya yang bisa mengaji tetapi sering menunda salat, lalai dalam menjalankan perintahNya, bahkan Al-Quran sepertinya hanya menjadi hiasan di atas rak buku. Apalah gunanya pintar mengaji jika tidak bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari? Apa hebatnya pintar mengaji jika kemampuan tersebut tidak pernah digunakan?


Mama sekarang belajar mengaji dengan beberapa temannya yang ternyata juga belum bisa mengaji. Buku Iqro kecil menjadi temannya yang paling setia. Malam minggu kemarin, setelah saya pulang bermain dengan teman-teman, mama meminta saya untuk mengajarinya mengaji. Sembari menyimak pelafalan abjad arab yang masih patah-patah, saya jadi merasa sangat berdosa. Dosa kepada mama karena kurang meluangkan waktu untuk mengurus dan menjaga beliau. Dosa kepada Tuhan karena saya sering melupakanNya, karena saya lebih sering meminta dan meminta daripada bersyukur.

Apa motivasi mama sehingga mau susah payah belajar ngaji? "Supaya pas berangkat haji nanti mama bisa baca ayat-ayat Al-Quran tanpa pakai terjemahan", jawab beliau setelah menyudahi pelajarannya malam itu.

Ya Allah, Kau sudah 'menamparku' dengan cara yang paling halus. Saya malu dengan diri sendiri. Malu sama mama, malu kepadaMu...

Mama tidak perlu malu dengan lingkungan sekitar yang mencemooh ketidakmampuannya mengaji, mama tidak perlu takut pembaca tulisan ini akan menjelek-jelekkan saya dan mama, mama tidak perlu minder karena tidak bisa mengaji. Yang harusnya malu justru saya dan orang-orang yang tidak bisa beribadah sebaik mama, yang tidak atau jarang mengaji padahal memiliki kemampuan membaca tulisan arab. Mama hanya boleh takut dengan Allah.

Untuk mamaku sayang yang sekarang sudah naik ke tingkat 2, terimakasih selalu menjadi inspirasi hidup dalam segala perbuatan dan perkataanmu. Love you mom.

Pejuang mimpi no. 2: Pusti

Manusia konyol yang mampu melumerkan suasana disekitarnya ini sudah menjadi office mate saya sejak dari kantor cabang. Pusti adalah tipe orang yang bisa membuat suasana menjadi meriah. Celetukan segar dan banyolan konyol yang tidak pernah terlintas di kepala saya bisa keluar dari mulutnya. Dia adalah orang yang mudah berbaur dengan lingkungan baru dan disukai banyak orang. Yang paling membuat saya salut, Pusti bisa menjadi orang yang melakukan suatu kecerobohan, ditertawai dan diolok-olok seisi kantor sampai mau mati, tapi tetap bisa tertawa dan bahkan menambahkan olok-olokan tersebut. Suatu kondisi yang tidak akan mampu saya hadapi dengan cara sesantai dia.

Saat ini kantor kami mengadakan kompetisi menyanyi yang melibatkan seluruh grup perusahaan yang tersebar di empat negara; Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapore. Nominal hadiahnya menggiurkan plus kompetisi grand final dan final dilakukan di negara yang berbeda (dengan kata lain bisa jalan-jalan ke negara tetangga gratis). Tahun lalu teman-teman kantor cabang merekomendasikan Pusti untuk ikut mendaftar, sayangnya dia sibuk dengan persiapan pernikahan. Tahun ini, di kantor baru dengan teman-teman yang sama sekali baru, saya merekomendasikan Pusti untuk ikut berkompetisi.

To be honest, saya tidak tahu kalau Pusti bisa menyanyi dengan baik. 'Tantangan' saya agar dia ikut berkompetisi membuat saya mendengarkan salah satu rekaman suaranya. Nggak nyangka, si manusia konyol ini suaranya bagus juga, "You've got the talent Pus, go for the competition" saya makin semangat menyemangati. Sambil nyengir nggak keruan karena berhasil membuat saya terpesona dengan bakat terpendamnya dia menjawab, "Pengen sih, tapi gue nggak PD Cha".

Hah?! Orang seperti Pusti nggak PD-an? Dengan segala kegilaan yang telah dilakukan dia masih kurang PD menghadapi juri dan bernyanyi di depan banyak orang? Mustahil! "Gue belum pernah nyanyi di depan banyak orang" salah satu alasan ini terlontar saat kami istirahat makan siang. "Lagian kan badan gue masih melar abis ngelahirin". Ya ampun, bener-bener bukan Pusti yang saya kenal. Makin gemas dan kesal kalau dia sampai tidak ikut kompetisi ini, "Just try it Pus. Paling nggak lo pernah nyoba. Urusan menang atau kalah sih belakangan, yang penting lo udah berani nyoba". Saya sudah di tahap nekat, kalau Pusti masih kekeuh tidak mau ikutan, maka saya yang akan mengisi formulir atas nama dia dan mengirimkannya.

Ternyata Pusti termakan omongan saya juga. Dua hari sebelum penutupan pendaftaran dia mengirim formulirnya. "Paling nggak gue pernah nyoba", dia mengulang kalimat yang saya ucapkan untuk meneguhkan niat. Just try it. Life is about taking chances and challenges. Make a rhyme on your life, make a splash. Rasanya sia-sia jika masa muda dilewatkan begitu saja dengan hal-hal yang monoton. Buat ritme, cari kegiatan baru, tantang diri untuk melakukan hal yang baru, make a splash on your life.




Hari minggu kemarin kompetisi diselenggarakan. Saya yang bertanggung jawab 'menjerumuskan' pusti merasa perlu untuk menemani dia. Yah, Pusti harus gagal di seleksi kedua, tapi dia menang melawan ketakutan, kepesimisan dan segala pikiran negatif yang menghadang untuk mengikuti kompetisi ini. "Maaf ya Cha gue kalah", ucap Pusti selesai acara. "Nooo, don't feel sorry because you're not win the competition. Lo udah menang melawan diri sendiri lagi dan gue sangat menghargai itu. You must proud of it". Sambil mengemasi barang bawaan tiba-tiba bijaknya saya kumat, "Lagian, kalo nggak pernah nyicipin kalah mana bisa menghargai kemenangan". Yeah, kadang saya bisa amat bijak terhadap orang lain, namun tidak untuk diri sendiri.


Pejuang mimpi no. 3: Saya

Saya. Eerr... Bukan siapa-siapa. Saya hanya orang biasa dengan segudang mimpi. Mimpi yang kalau saya bagi dengan orang lain pasti akan mendapat tanggapan "Muluk amat sih mimpi lo". Saya? Saya hanyalah seorang newbie di dunia blogging, menulis dan jalan-jalan. Mimpi saya yang paling gila: jalan-jalan ke Eropa dan nulis buku sendiri. Muluk kan? 

Dengan semua ucapan yang pernah saya keluarkan untuk menyemangati orang lain untuk mengejar mimpinya, ternyata saya seringkali keteteran juga untuk mengisi penuh baterai semangat dalam mengejar mimpi ini. Mimpi bukan sekedar khayalan atau angan-angan belaka, tetapi dia menunggu untuk diwujudkan. Butuh semangat, kerja keras dan usaha pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Memperjuangkan mimpi. Apakah kita bersedia berjuang sepenuh hati untuk mewujudkannya atau membiarkan mimpi tersebut selalu menjadi imaji dalam kepala, it's your choice.

Si Muluk

PS: Belum ada ending untuk cerita yang terakhir, orangnya masih berusaha mewujudkan mimpinya :)

Kamis, 12 Mei 2011

Kamu, 12 Mei.

.....

"Mari kita bertemu lagi di masa depan. Saat dimana kita bisa menjadi manusia yang lebih dewasa lagi. Sampai saatnya tiba, kita jaga perasaan masing-masing".



"Kamu jangan nunggu aku. Kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik dari aku".

.....



Apakah sekarang kita sudah menjadi manusia yang lebih dewasa? 


12 Mei... Aku merindukanmu.

Minggu, 08 Mei 2011

The Naked Traveler Fever

Hm, kalau ditanya buku apa yang pertama kali memperkenalkan (plus meracuni) saya kepada dunia traveling jawabannya pasti The Naked Traveler (TNT). Trinity membuka mata dan wawasan saya akan dunia traveling, membuat saya iri dan ikut gatal ingin merasakan pengalaman jalan-jalan dengan low budget, dan yang paling penting membawa saya kepada pengalaman traveling yang rasanya seperti candu; nagih dan selalu ingin mengulanginya lagi.

Kebanyakan buku traveling seperti Lonely Planet atau DK hanya menjelaskan tentang negara, kota, atraksi wisata, akomodasi, transportasi dan berbagai tips berguna yang dapat diterapkan. Tentu ditambah jepretan foto profesional agar pembaca tambah mupeng untuk mengunjungi negara yang di-review. Iya sih, mupeng udah pasti. Tapi kebanyakan informasi tersebut hanya berguna saat melakukan perencanaan perjalanan dan saat perjalanan dilakukan (dengan catatan niat bawa Lonely Planet yang lumayan tebel dan rela bolak-balik baca halamannya saat ada di negara destinasi). Berbeda dengan Trinity, lewat TNT dia bercerita pengalaman dan pelajaran yang diambil dari kegiatan traveling. Trinity mengenalkan masyarakat Indonesia seni dari traveling dan meracuni pembacanya untuk mengikuti jejaknya.

'It's not about the destination, it's about the journey' salah satu quotes yang Trinity gunakan di TNT2. Mau travel kemana pun, dalam atau luar negeri, bukan negara tujuannya yang menjadi topik utama tapi pengalaman dan pelajaran yang diambil dari perjalanan tersebut. Banyak pelajaran yang saya ambil dari TNT, bukan hanya sekedar tips dan trik selama travel atau cerita konyol khas Trinity yang kocak abis, tapi TNT juga mengajarkan saya untuk selalu memaknai setiap perjalanan yang dilakukan. Jalan-jalan bukan sekedar ajang pamer (eh, gue baru dari Eropa nih) atau untuk berfoto narsis di luar negeri. Tetapi jalan-jalan dapat memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang tidak akan didapatkan dari sekolah formal.

Setelah kesuksesan dua buku sebelumnya, hari Sabtu 7 Mei 2011 kemarin akhirnya Trinity meluncurkan TNT3. Padatnya Level One Grand Indonesia sebagai venue acara cukup memperlihatkan besarnya animo pembaca terhadap seri terbaru dari buku The Naked Traveler. Di acara launching ini pengunjung bisa mendapatkan buku TNT3 yang belum beredar di toko buku mana pun dengan diskon 10% plus tanda tangan dari Trinity. Buku TNT3 baru akan beredar minggu depan di toko buku Jabodetabek dan secara bertahap di minggu selanjutnya ke berbagai daerah di Indonesia.

The Naked Traveler 3 in orange 

Ki-Ka: Riyani Djangkaru (MC), Trinity (TNT author), Salman Faridi (Bentang CEO).

Untuk saya dan pengunjung lain yang sering mengikuti cerita Trinity lewat buku sebelumnya maupun blog www.naked-traveler.com pasti sudah tidak asing dengan gaya Trinity yang 'urat malunya sudah putus'. Berbeda dengan beberapa teman yang baru kenal Trinity lewat acara ini, mereka super salut dan super kagum dengan segala pengalaman dan kenekatan Trinity selama traveling. Hanya dengan beberapa potongan cerita yang sempat terlintas lewat sesi tanya jawab mereka langsung berminat untuk membaca TNT dan berkenalan lebih jauh dengan sosok Trinity.

In this pict: Saya dan Nenes udah kena virusnya Trinity, yang dua lagi segera menyusul

Acara bagi-bagi hadiah dalam acara seperti ini sih hukumnya wajib. Untuk pembaca TNT yang pernah mendatangi acara launching buku sebelumnya pasti familiar dengan pertanyaan favorit Trinity saat akan membagikan hadiah. 'Berapa berat badan saya?' tanya Trinity. Sontak seluruh pengunjung berebut menyebutkan angka. Sssttt... rata-rata menebak di kisaran angka di atas 75 kg. Riyani Djangkaru yang menjadi MC cuma geleng-geleng kepala dan super heran, 'Kayaknya nggak ada penulis lain yang ngejadiin berat badan sebagai bahan pertanyaan'. Setelahnya muncul ide iseng Riyani untuk pertanyaan selanjutnya, 'Berapa ukuran beha Trinity?'.

Super salut sama mereka yang niat bawa buku-buku Trinity yang lain untuk ditandatangani.

Trinity diserbu

Butuh perjuangan untuk dapet tanda tangan Trinity

Yah, saya memang termasuk golongan orang yang terlambat teracuni virus traveling. Saya tidak pernah bergabung dalam komunitas traveling, baru mulai jalan-jalan setelah punya penghasilan sendiri, bahkan baru tahu dunia backpacking dari buku The Naked Traveler. Tapi rasanya sah-sah saja untuk memulai kegiatan menyenangkan bernama traveling ini di umur berapapun. Try once and you would never stop.

Sedikit curcol, jam terbang saya di dunia jalan-jalan tuh masih minim banget. Seringkali saya mendadak jadi orang yang pendiam saat berkumpul dengan sesama traveler dalam suatu kegiatan. Yeah, pengalaman mereka di 'jalan' jauh lebih banyak dibanding saya yang masih newbie ini. Kecil hati, sakit hati, dan merasa jadi orang paling malang di dunia. Bagusnya hal ini memacu saya untuk terus menabung dan menyusun berbagai rencana jalan-jalan untuk diwujudkan. Ah, semoga Tuhan masih berbaik hati memberikan umur panjang dan rejeki berlimpah agar saya punya banyak kesempatan untuk menjalani passion bernama jalan-jalan ini *bilang Amin kenceng-kenceng*.