Rabu, 30 Maret 2011

Merry go Round on CHIC Magazine

Seneeeeeeng..... Merry go Round direview di CHIC Magazine :)


Hmm, saya memang nggak dibayar untuk ngeblog. Tapi hal-hal yang diperoleh dari kegiatan blogging itu priceless!  

Jumat, 25 Maret 2011

Setelah Tiga Tahun Bekerja

Hari ini tepat tiga tahun saya bekerja, it’s quite a long time I guess. Tiga tahun bekerja bukan berarti sekarang saya memiliki tabungan yang gendut dan bisa hidup santai berfoya-foya. Umh, gaji saya bisa dibilang cukup walau tidak berlebih untuk memuaskan hasrat belanja. But I do feel fine with it.

Percaya deh, saya nggak punya tabungan dalam jumlah yang ‘wow’. Walau saya bekerja di institusi perbankan bukan berarti saya bisa menerapkan gaya hidup hemat dan rutin menabung dengan baik dan benar. Sungguh bukan contoh yang baik untuk ditiru! Iri dengan teman yang punya penghasilan bombastis dan jumlah simpanan segunung di berbagai tabungan, deposito ataupun reksadana? Pasti! Tapiii... ah nggak juga tuh.

Gaji saya memang kecil, tabungan saya juga keseringan di-break untuk jalan-jalan atau membeli sesuatu. Saya cuma karyawan biasa tapi doyan banget nonton, jalan-jalan, belanja, hang out bareng teman-teman yang pastinya membutuhkan biaya. Udah tau gaji kecil tapi kok masih aja melakoni semua hal yang dianggap ‘pemborosan’ itu, bukannya nabung. Kalau gaji gede, kerjaan mapan, baru deehh boleh ‘hura-hura’. Ah, masa iya?

Setelah tiga tahun bekerja, masih berstatus staff di sebuah bank ternama, gaji cukup (bahkan cenderung pas-pasan) dan nggak punya simpanan uang sama sekali! ‘Gila, kemana larinya duit gue???’. Semua teman dekat saya pasti kompak menjawab ‘Tuuuhh liat di lemari baju dan sepatu’. Ahahahaaa... nggak juga. Saya nggak sekonsumtif itu dalam urusan belanja. ‘Lo jalan-jalan mulu siiihh’, ya ampun kayaknya saya nggak sesering itu juga jalan-jalannya. Jadi kemana dong larinya tuh uang?

Kemana? Nggak tahu kenapa saya nggak terlalu peduli dan nggak pernah memperhitungkan kemana larinya penghasilan selama tiga tahun terakhir ini. Nominal tabungan saya di bank memang minim (banget!), tapi rasanya pengalaman hidup saya lebih kaya dibanding digit angka dalam buku tabungan tersebut. Tabungan hidup saya ada pada pengalaman, petualangan dan perjuangan yang dilakukan sampai detik ini. Hal-hal yang membuat hidup lebih berharga dan bermakna dibanding sekedar bekerja keras mengumpulkan lembaran uang.

Sampai detik bahkan saya masih sering terkejut sendiri dengan semua yang terjadi dalam hidup ini. Bagaimana passion menuntun jalan saya menuju pengalaman yang menyenangkan dalam hidup. Kesukaan saya pada film membuat saya ingin mengeksplorasi tentang film itu sendiri. Belajar film secara otodidak, rajin datang ke berbagai festival film, bertemu sesama movie freak, berdiskusi tentang film, memperbaiki cara mereview film hingga akhirnya beberapa tulisan saya bisa dipublish dalam buletin film independen. Saya hanyalah seseorang yang suka film, tapi lihat bagaimana passion telah menuntun jalan hidup saya.

Track record perjalanan saya juga tidak sebanyak orang-orang lainnya tetapi saya berusaha memaknai setiap langkah yang telah dijejakkan. Membuat saya lebih menghargai negara sendiri, belajar kebudayaan lain serta bertemu banyak orang baru yang menambah pengalaman dan petualangan dalam hidup yang hanya sebentar ini. Tiket menuju pengalaman dan petualangan baru di benua biru sih lebih dari sekedar bonus yang diberikan oleh sesuatu yang bernama passion.

Mengutip salah satu quotes favorit saya dari serial TV Ugly Betty, 'Its not how much you have, its about how you spend it', yang terpenting bukanlah berapa banyak uang yang kita miliki tapi bagaimana kita menggunakannya. Sudah menjadi kodrat manusia untuk tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki, sebesar apapun pendapatan yang dimiliki pasti akan selalu dan selalu merasa kurang. Jadi mengapa tidak mengubah pola pikir seperti itu, bersyukur dengan apa yang dimiliki dan melakukan hal-hal yang menjadi passion hidup. Waktu kita terlalu berharga jika hanya dihabiskan dengan berkutat pada pekerjaan harian demi gaji bulanan.

Jangan pernah takut mengejar passion dalam hidup masing-masing karena kita tidak pernah tahu kemana passion akan menuntun jalan hidup kita. Tabungan hidup itu jauh lebih bernilai dan bermakna dibanding nominal saldo dalam tabungan kalian. Nggak perlu merasa rugi mengeluarkan dana pribadi demi sebuah passion karena dia akan memberikan sesuatu yang lebih dari setiap sen yang telah kalian keluarkan. 

Cape seharian kerja, pulang malem pula, tapi masih diberi pemandangan cantik untuk dinikmati :)

Oh ya satu lagi, kebanyakan teman-teman saya sudah berganti tempat kerja dengan nominal gaji yang pastinya lebih besar. Salah satu cara untuk menaikkan gaji memang dengan pindah ke perusahaan baru dan ‘menjual’ kemampuan bekerja yang telah terbukti di tempat kerja lama. Ngiler juga sih ngeliat gaji mereka yang sekarang jauuuhhh di atas saya, tapi saya nggak tertarik untuk pindah kerja tuh. Bukan karena saya terjebak di zona aman, tapi karena saya menemukan keluarga kedua di tempat ini. Uang sih bisa dicari, tapi teman-teman dekat yang selalu suportif dan pengalaman dalam hidup itu tidak bisa dinilai dengan uang. 

Kamis, 17 Maret 2011

Garis Batas Yang Mengabur

‘Kita tuh apaan sih A?’

‘Kita… Apa ya? Menurut kamu?’ A malah bertanya balik.

‘Aku tuh bingung sama kita. Temen bukaaann, pacar juga bukan. Just questioning A, curious I tought.. Doesn’t mean I want to make you my BF

‘Ya bagi aku, kamu tuh teman yang spesial. Aku bisa cerita apapun sama kamu, berbagi tentang apapun. Kamu tuh lebih dari seorang teman buat aku.’

‘Tapi aku tetep bukan pacar kamu kan?’ saya kembali mengulang pertanyaan yang sama. Hanya ingin meyakinkan kalimat dari orang yang saya kenal dekat lebih dari setahun terakhir ini.

‘……………’ A tidak menjawab. Dia memang selalu cenderung menghindari percakapan seperti ini.

‘Aku tuh kurang apa sih A? Again, I’m just questioning, just curious

A masih terdiam, tampak bosan dan jengah dengan percakapan ini. ‘Aku tanya seperti ini bukan karena aku pengen minta kejelasan dari kamu ya A. Aku cuma penasaran aja. Cuma pengen tau aja lagi’, saya melanjutkan percakapan dengan tawa berderai. Mencoba mencairkan suasana yang menjadi tegang diantara kami.

‘Apa yaaa... Ya aku nyaman berbagi sama kamu, ngobrol dan diskusi sama kamu. Ya udahlah kayak gitu, kamu pengen aku ngomong apa sih?’ nada suara A sedikit meninggi, jelas dia ingin segera mengakhiri percakapan konyol ini.

‘Mungkin aku lagi pengen menjalin hubungan yang serius. Aku nyari calon istri bukan pacar. Kalau aku cari pacar, kamu akan jadi pacar yang sempurna buat aku’. Pernyataannya yang terakhir ini akhirnya menutup diskusi konyol kami berdua. 

Ada batas yang jelas dalam hubungan ini, tidak ada marah-marah, satu sama lain bebas dekat dengan orang lain, pokoknya hubungan ini tidak melibatkan perasaan. Tidak ada cerita salah satu marah atau jealous tidak jelas. Tidak ada ikatan diantara kami berdua. Kami teman baik, sedikit lebih dari teman baik persisnya. 

Apa iya? Tidak ada yang tahu persis perasaan masing-masing. Tidak ada yang bisa meramalkan masa depan. ‘Ya kita kan nggak tau apa yang akan terjadi. Bisa aja kan tiba-tiba perasaan itu timbul’ ucapmu pada sebuah percakapan telepon. ‘Oh please A, jangan mengaburkan garis batas yang sudah kita tetapkan sebelumnya’, karena kamu tidak pernah tahu bagaimana rasanya saat perasaan ikut terlibat.

Kamu tidak pernah tahu bagaimana rasa terkoyak saat kamu bercerita tentang gadis yang kamu suka. Gadis yang kamu yakini akan menjadi pendamping hidup kamu. Aku yang selalu menjadi tempatmu berbagi cerita ikut bahagia mengetahui berita ini pertama kali namun sekaligus merasa kehilangan. Dengan bahagia kamu bercerita tentang gadis ini, semua hal tentangnya yang membuat kamu cinta mati dengannya. Dan aku sadar kalau aku tidak akan pernah bisa berada dalam posisi tersebut. Sekarang giliran aku yang mengaburkan garis batas diantara kita. 

Dear A, aku terlalu mengenal kamu. Aku tidak mungkin menjadi ‘seseorang’ di masa depan kamu. Semua ucapan sayang yang keluar rasanya terlalu semu dan palsu dan aku tidak berani mempertaruhkan perasaan untuk mempercayainya. Bahkan aku pun tidak yakin apakah kamu yang akan menjadi 'seseorang' di masa depanku nanti. 


'Jadiii... kita tuh apaan ya A?'

'Iiihhh... nggak cape ya ngebahas masalah ini terus?'

Minggu, 13 Maret 2011

NATO Phonetic Alphabet

Alfa, Bravo, Charlie, rasanya penggunaan kode ini untuk melafalkan alphabet sudah jamak dilakukan banyak orang. NATO Phonetic Alphabet merupakan sederet kata pada setiap huruf alphabet dan menjadi kode yang paling dikenal di seluruh dunia. Penggunaan kode ini dimulai oleh militer AS sekitar tahun 1955 dan berkembang untuk digunakan oleh perusahaan pesawat terbang. Sekarang hampir semua orang melafalkan NATO Phonetic Alphabet untuk menghindari misspelling terutama dalam percakapan telepon.

Praktisnya dalam NATO Phonetic Alphabet setiap alphabet memiliki kodenya sendiri, seperti Alfa untuk "A", Bravo untuk "B", Charlie untuk "C" dan seterusnya. Untuk lebih kode alphabet dari "A" - "Z" dapat melihat tabel berikut:

NATO Phonetic Alphabet

Sayangnya, perkembangan penggunaan NATO Phonetic Alphabet ini tidak diiringi dengan pengetahuan untuk setiap kode alphabet dan ingatan yang kurang memadai sehingga seringkali menimbulkan kejadian-kejadian konyol.

Saya pribadi tidak pernah menghapalkan NATO Phonetic Alphabet, sekedar mengetahuinya dari percakapan orang sekitar saat mereka mengeja sesuatu menggunakan kode. Paling tidak saya tahu Tango untuk "T", Sierra untuk "S" dan lainnya. Itu sih gampang karena saya tinggal mengingat huruf awal dari setiap kata tersebut, yang repot adalah saat saya diminta lawan bicara untuk melafalkan sesuatu menggunakan kode ini. Contohnya untuk melafalkan nama sendiri. 'Eeerr... Romeo, Ooo... Omega? (seharusnya Oscar), eSSS... (harus menggunakan Sandra atau Santa ya? Padahal yang benar adalah Sierra), Alfa (yang ini paling lancar)'. Fiiuhh... selesai saya membatin lega. 'Alamat emailnya apa ya mba?' orang di seberang telepon melanjutkan pertanyaan. 'rossaindah.k@gmail.com' saya menjawab lancar sembari menghilangkan kram di otot lidah. 'Bisa di spell mba?'. What??? (moral cerita: jangan membuat alamat email terlalu panjang).

Kejadian seperti ini sering ditemui di kantor saya. Biasanya bagian remittance yang khusus menangani pengiriman transaksi valuta asing menelepon untuk memastikan kembali nama penerima atau kode sandi bank di negara yang dituju. Bagi yang sering menelepon dengan suara besar maka contoh percakapan di bawah ini dapat didengar ke seluruh ruangan.

Kondisi: Salah satu nasabah menanyakan asal-usul sumber dana yang masuk ke rekeningnya via telepon.

'Nama pengirimnya Samwise Gamgee* bu', rekan kantor berusaha menyebutkan sebuah nama sejelas mungkin.

'Wise bu, seperti wise dalam artian bijak dalam bahasa Inggris', masih berusaha menjelaskan ejaan dari nama tersebut.

'W - I - S - Eeee.... Gamgeeee..', dan sekarang dia terlalu banyak menggunakan huruf "E".

'Yang belakang "E"nya dua bu', teman-temang kantor mulai ramai berkomentar mendengar teman yang kerepotan menyebutkan nama pengirim. 'Ih jorok, kalau "E"nya dua kan berartiii.....'

'Eh, di-spell ya bu', terdengar ragu-ragu namun akhirnya dia mencoba juga. Dengan teman-teman kantor yang ikut mendengar percakapan telepon dan komentar yang menjatuhkan mental maka tekanan menggunakan kode alphabet menjadi semakin besar. 'Sierra, Alfa, Mama, Willy (?), India, Sandra (?), Eliana (?)....' so far so good... dia terlihat lega dan melanjutkan 'Gatot, Alfa, Maemunah, Gatot, Endang, Endang' dan meledaklah tawa satu kantor. 'Kok dari nama elit jadi nama nggak elit gitu siiiihhh...' (Notes: tidak ada maksud untuk melecehkan atau merendahkan sebuah nama karena nama memiliki arti dan doa, yang terjadi disini adalah spontan dan tidak bermaksud rasis).

Beda kasusnya dengan seorang teman yang memang urat malunya sudah putus. Karena memang tidak tahu menahu dengan NATO Phonetic Aplhabet maka apapun yang dia spell adalah apa yang sedang terlintas di kepala saja. Contohnya:

'Iya, pinjem Cheque Writer dong dari cabang sana. Disini lagi rusak nih'

'Iya, yang untuk mengembose nominal cek ituuu...'

'Ya ampun, Cheque Writer. Charlie, Hama, Entog, Qiuqiu, Udang, Entog, Wewe gombel, Rumah, Ikan mas, Televisi, Entog, Rumah rusak' nah looo... tambah pusing nggak tuh yang jadi lawan bicaranya.

Atau kejadiannya saat merinci perlengkapan kantor yang dibutuhkan untuk sebulan ke depan.

'Mbaa... aku mau jepit buaya dooong...' saya selalu butuh jepit besar seperti ini tapi tidak pernah tahu namanya.

'Jepit buaya?' Siapapun pasti bingung dengan nama pemberian saya ini.

'Itu looohh... penjepit kertas yang besar warnanya item mba..'

'Ooohh itu.. apa ya itu namanya' nah loo... dia juga bingung.

'Binder itu namanya binder' sambung si teman yang spellingnya selalu ngaco.

'Bukaaannn... binder tuh yang untuk filing kertas, ini tuh untuk penjepit kertas. Namanya tuh jepit buaya tau' saya malah ngotot nggak jelas.

'Binder itu binder. Bandung, Ikan, Nenek genit, DabaDaba, Entog, Rumah sakit'.

'Lo tuh yang sakit'.

Jepit buaya yang dimaksud. Setelah di search di google ternyata namanya binder clips. Saya dong yang 'sakit' jadinya.

Kalau pengalaman Cipu beda lagi. Saat pesan pizza take away di salah satu kedai pizza terkenal se-Indonesia, pelayannya meminta Cipu untuk men-spell namanya.

'Charlie, India, Papa, Uniform' Sempurna! Tidak ada kesalahan sama sekali. Setelah itu Cipu diminta untuk menunggu sebentar di tempat yang tersedia. Beberapa menit kemudian pesanan Cipu selesai dan pelayan tersebut memanggil Cipu. Yang terjadi adalah sebagai berikut:

'Mas Cipy. Pesanan untuk mas Cipy.'

Cipu yang tidak merasa dipanggil tetap saja duduk tenang adem ayem.

'Mas Cipy, ini pesanannya mas' pelayan tersebut memanggil kembali dan panggilan tersebut ditujukan kepada Cipu.

'Pesanan saya mas?' Cipu berusaha meyakinkan.

'Iya, mas Cipy kan?' tanya pelayanannya innocent. Dan Cipu langsung ngeh, ternyata pelayan ini menyangka "Y" untuk Uniform, bukan "U" untuk Uniform. Ssstt mas, Uniform loh yang bener, bukan Yuniform.

Dari kejadian-kejadian ini, mungkin ada baiknya sekarang saya menghafalkan NATO Phonetic Alphabet. Cape juga kan kalau keseringan kram lidah gara-gara misspelling. Gimana dengan kalian? Share dong cerita konyolnya dengan NATO Phonetic Alphabet ini.

Catatan: Penggunaan nama Samwise Gamgee merupakan contoh dan bukanlah nama nasabah saya yang sebenarnya. Samwise Gamgee merupakan salah satu karakter di film The Lord Of The Rings dan saya berkewajiban menjaga kerahasiaan data nasabah (ceileee.. kalimatnya serius banget).  

Rabu, 09 Maret 2011

Kopdar 1, Kopdar 2, Kopdar 3.

Siaaappp grak. 1, 2, 3. Sedikitnya ada tiga even kopdar yang belum sempat saya tulisa disini. Kopdar yang pertama karena saya sibuk menulis cerita perjalanan di Macau, sedangkan kopdar kedua dan ketiga karena teman blogger yang bersangkutan tidak kunjung mengemail foto-foto sebagai bukti otentik kopdar. Well, jangan salahkan saya yang lebih suka jadi model sampai lupa mengabadikan momen kopdar dengan kamera sendiri ;)

Kopdar 1.
Awal Desember lalu pagelaran HelloFest digelar kembali. HelloFest merupakan festival motion picture arts yang mengkhususkan diri untuk memutar film pendek. Uniknya beberapa bulan sebelum pelaksanaan puncak acara digelar kompetisi film pendek karya anak negeri. Siapapun boleh ikut kompetisi ini, baik orang-orang yang memang berkecimpung di dunia film ataupun masyarakat umum. Syarat utamanya adalah karya yang dibuat memuat unsur inovatif, inspiratif dan tidak membosankan. HelloFest tidak hanya berhasil bertahan sebagai festival film pendek selama tujuh tahun terakhir tapi juga berhasil memacu anak negeri untuk dapat menghasilkan sebuah karya yang 'out of the box'.

Tidak hanya memutar film pendek, HelloFest juga mengadakan kontes kostumasa atau yang lebih familiar dengan nama costplay. Dalam acara ini peserta berdandan semirip mungkin dengan tokoh kartun favoritnya dan bertingkah laku layaknya tokoh tersebut. Bisa dibayangkan HelloFest pasti dipenuhi pengunjung beraneka kostum.  

Saya sendiri belum pernah sekalipun datang ke HelloFest dan agak takut datang sendirian ke acara ini. Takut karena saya pasti akan menjadi orang dengan penampilan paling 'normal'. Lalu saya teringat Aldriana, seorang teman blogger yang suka gambar dan mengkoleksi tin toys. Dia adalah korban teman yang cocok karena HelloFest juga mengadakan Pasar HelloFest yang menjual dan memamerkan action figur, tin toys, koleksi mainan dan segala hal yang berhubungan dengan dunia animasi. Dian pasti tidak akan melewatkan acara ini.

Pengunjung setia blog Dian pasti penasaran dengan sosok kartunis berbakat ini. Selama ini kan Dian selalu memajang hasil gambarnya dan minus potret tentang dirinya. Tadaaa... inilah spoiler untuk foto-foto Dian.
Dian tersasar di dunia Toy Story

Kemudian tersasar di dunia robotic

HelloFestnya sendiri seru! Seru banget malah. Menurut saya lebih seru dan worth to see dibanding JIFFest yang persiapannya kurang matang. Walau HelloFest hanya dilangsungkan sehari tapi semua panitia berkerja sampai ke tingkat maksimal. Acara tidak hanya berjalan dengan lancar tetapi juga memuaskan pengunjung yang hadir. Kalau boleh saya bandingkan dengan panitia JIFFest yang tidak antisipatif sih jauuuuuuhhhhh banget!

Ada yang bisa menebak mereka meng-costplay tokoh siapa?

Mengantri untuk tampil

HelloFest adalah surga untuk hunting foto. Kebanyakan pengunjung berderet di bibir panggung untuk mendapat foto sebagus mungkin.

Ada ide?

'Normal' sendiri

Lelang komik
Koleksi nintendo jadul


Tin toys

Wuuuzz... Light saber!

Saya dan Dian, foto dari kaca ;)

Dari kunjungan awal ke HelloFest saya langsung jatuh cinta dan memasukkannya ke dalam agenda tahunan. Acara ini tidak bisa dilewatkan begitu saja. Datang ke HelloFest seperti nyasar ke planet lain yang penuh dengan orang-orang aneh, kreatif, inovatif dan hidup untuk mengejar passion mereka masing-masing. Dan ssstt, tahun ini saya niat mau datang pakai kostum aaahhh... Ada yang mau gabung?

Kopdar 2.
Kopdar yang ini bareng dua sahabat blogger yang saya kenal sejak saya mulai menulis di Merry go Round dari awaaalll banget. Satu tahun lebih kami bertiga berbagi cerita dan saling mengomentari tulisan di blog masing-masing tapi belum pernah ketemu di dunia nyata. Eeerr, faktanya sih saya lumayan sering ketemu Exort di berbagai festival film dan ketemu Cipu sekali sebelum dia berangkat ke Aussie. Exort dan Cipu belum pernah ketemu secara langsung dan kita bertiga selalu gagal kopdaran karena jadwal Exort yang ajegile-padet-banget. Bikin janji sama Exort itu hampir mirip dengan bikin janji wawancara sama artis ibukota: susaaaaahhh banget.

Setelah agak-sedikit-memaksa Exort untuk meluangkan waktunya, maka dipilih event Car Free Day sebagai momen kopdaran. Dan tugu selamat datang di Bunderan HI itu menjadi saksi tiga bloggerita menderita yang sering saling manas-manasin di blog akhirnya bertemu juga.




Car Free Day sendiri sekarang seperti menjelma menjadi pawai. Semua warga ibukota Jakarta tumpah ruah di sepanjang jalan Sudirman - Thamrin. Berbagai acara bertema lingkungan dan isu sosial juga digelar di acara ini. Tidak ketinggalan artis penghibur untuk lebih memeriahkan suasana. Selain kopdar, Car Free Day itu sendiri telah menjadi magnet utama acara di minggu pagi itu.



Merry go Round, Cipuism, My Gray Area.

Anak ilang

Anak nyasar


Mirip???

Ada kangguru nyasar ke Bunderan HI

Kembaran Keep cup


Setelah kurang dari dua jam menghabiskan waktu bersama, Exort pamit duluan karena ada acara yang lain. Cipu akhirnya nodong Exort untuk meluangkan waktu di hari minggu berikutnya untuk acara kopdar yang selanjutnya. Dibawah todongan Cipu dan tatapan tajam saya Exort akhirnya menyerah. Hahaha...

Kopdar 3.
Lokasi yang dipilih Cipu adalah Kota Tua. Sepertinya dosis narsis Cipu lagi tinggi sehingga memilih tempat ini untuk kopdaran. Saya kembali mengajak Aldriana yang seminggu sebelumnya tidak bisa bergabung dengan kami. Senangnya, empat orang yang berkenalan di dunia maya dapat bertemu di dunia nyata.

Cipu dan Exort menjelajah Museum BI terlebih dahulu sementara saya dan Dian datang terlambat. Agenda utama hari itu puter-puter kota tua sambil ngobrol santai dan foto-foto agar kenarsisan Cipu dapat tersalurkan.

Kiri - Kanan: Saya, Dian, Cipu, Exort.







Dari Kota Tua berlanjut ke Plaza Semanggi untuk makan-makan di Loving Hut. Salah satu tulisan Cipu yang mereview tempat makan vegetarian ini membuat dia mendapat voucher yang cukup untuk mentraktir teman-teman bloggernya. Di Plaza Semanggi personel kopdar bertambah satu: Mila. Dan lagi-lagi kami berlima dapat mengobrol dengan akrabnya.

Bonus dari kopdaran kali ini adalah kami berlima di-syut kru TV yang kebetulan sedang meliput Loving Hut. Tidak hanya itu, saya dan Mila jadi 'korban' untuk diwawancarai. 'Korban' karena kami berdua bukan vegetarian yang sebenarnya.



Tiga kopdaran ini terlihat seperti tipikal kopdar pada umumnya: ketemuan terus ngobrol ngalor-ngidul. Saya pribadi merasanya ketiga kopdaran ini lebih dari itu, ada pengalaman baru yang kami dapat. Dengan memilih tempat dan acara yang berbeda acara kopdar menjadi dua kali lipat lebih bermakna. Selain bertemu dengan teman di dunia maya kami juga mengeksplorasi hal-hal baru.

Awalnya saya mengusulkan kopdaran ke Taman Ismail Marzuki karena saya belum pernah kesana (pengen liat planetarium, teater TIM, sama IKJ) selain itu Dian kan alumni IKJ jadi ada guide yang bisa membantu. Pilihan lain yang diusulkan adalah kopdar di TMII karena Mila pernah menulis kenapa sih kita selalu main ke mall padahal TMII kaya dengan museum yang dapat dieksplorasi. Jadi, daripada ngobrol ngalor ngidul berlanjut nonton di bioskop lalu pulang kenapa tidak membuat acara kopdar menjadi lebih bermakna dengan melakukan hal-hal yang jarang atau baru dilakukan. Pasti lebih berkesan :)

Tulisan kopdaran versi Exort yang ngaco ada disini
Tulisan kopdaran versi Cipu yang tidak berlebayan bisa dibaca disini.

Sabtu, 05 Maret 2011

Nonton Java Jazz Bareng Mama :)

'Ma, kan ada Santana di Java Jazz.'

'Masa? Wah pasti bagus.'

'Mama mau nonton? Nanti aku cariin tiketnya ya.' Mama pasti pengen banget nonton Santana, beliau punya selera bagus untuk urusan musik.

'Enggak deh teh, tiketnya pasti mahal', sayangnya mama selalu mengalah dan mendahulukan kesenangan anak-anaknya.

Kantor saya termasuk dalam daftar penerima compliment ticket dari Java Festival Production yang menyelanggarakan hajatan tahunan Java Jazz Festival dan Java Rockin' Land. Divisi saya biasanya kebagian menjalankan transaksi valas yang menjelimet dan menggunung. Mendapat transaksi dari promotor ini artinya adalah pulang malam dan kerja menguras otak, tapi Java Festival selalu berbaik hati memberikan compliment ticket bagi orang-orang yang telah membantu kelancaran setiap acara yang diadakan. 

Compliment ticket Java Rockin' Land 2010 yang tidak sempat saya pakai :(

I'll do my best for Java Festival Production transactions. Keinginan saya untuk bisa mendapat compliment ticket menjadi begitu menggebu-gebu karena ingin mengajak mama menonton konser sekelas Java Jazz. Lebih bagus lagi kalau bisa mewujudkan mimpi beliau melihat aksi Santana secara live. Pulang malam dan kerjaan menumpuk menjadi agenda rutin selama sebulan menjelang perhelatan Java Jazz Festival. Satu-satunya hal yang membuat saya tetap bersemangat (dan menambah dosis kafein dalam jatah kopi harian) adalah bayangan akan menonton konser bersama mama tersayang. 

Mama sendiri mungkin tidak terlalu bersemangat untuk menonton Java Jazz tapi saya ingin mama dapat merasakan sebuah pengalaman menonton konser; bernyanyi dengan ratusan orang lainnya, menggoyangkan badan mengikuti irama yang ada dan larut dalam euforia kegembiraan. Sesuatu yang mungkin belum pernah mama rasakan. Entahlah, beberapa waktu terakhir ini rasanya saya ingin melakukan banyak hal bersama orang tua tercinta, menghabiskan lebih banyak waktu bersama mereka dan mengajak mereka merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan selama hidupnya. Sesuatu yang pasti akan mereka sukai. 

Sayangnya compliment ticket yang tersedia hanyalah daily ticket, untungnya bagian marketing berbaik hati  dengan memberikan saya tiket hari Jumat sehingga masih memungkinkan untuk saya mencari Santana special ticket show dengan dana sendiri. Tiket yang sangat mahal apalagi saat mendekati hari H membuat niat saya untuk mengajak mama menonton Santana harus dikubur dalam-dalam. Saya kecewa, tapi saya lebih takut mama yang lebih kecewa. Oh God, saya hanya ingin mengajak mama bersenang-senang dan lepas dari rutinitas hariannya. 

Sepertinya mama menangkap keinginan saya ini. Beliau mau ikut menonton Java Jazz walau saya sudah memberikan worst case scenario (hall yang penuh banget, berdiri sepanjang show, acara sampai tengah malam). 'Urusan cape itu sih belakangan', mama meyakinkan saya kalau dia mampu mengikuti jalannya acara. Saya juga mewanti-wanti mama untuk memberitahu saya sesegera mungkin jika beliau merasa capek atau hall terlalu penuh sehingga beliau merasa tidak nyaman. Java Jazz, here we come....

Performance artist yang saya incar adalah Glenn Fredly. Sayangnya karena kemacetan Jakarta kami harus melewatkan Glenn. Then what? Saya sendiri nggak tahu mau menonton apa saya mama. Krik krik krik..... Hal ini selalu terjadi karena kurangnya antisipasi untuk menonton konser. Di salah satu hall yang masih kosong The Groove akan tampil kurang dari satu jam lagi. Rasanya hall ini cukup 'aman' untuk didatangi bersama mama. Penonton belum berjubel dan masih bisa duduk santai di dalam hall.

The Groove ternyata memberi penampilan yang luar biasa. Outstanding! Rasanya bener-bener diajak reunian ke beberapa tahun silam dengan lagu-lagu The Groove. Untungnya juga mama kenal baik dengan semua lagu yang dibawakan The Groove malam itu. The Groove was grooving up the audience that night, including me and mom :) 

Berikutnya adalah Tompi. Antrian memasuki hall lumayan mengular. Saya dan mama masuk dari sisi yang lebih kosong. Saat pintu dibuka semua pengunjung merangksek maju, mama dan saya ikut terdorong ke depan. Saat saya mengkhawatirkan keadaan mama, beliau malah mengajak saya berlari masuk ke dalam hall dan mencari posisi enak di tengah hall. Ah mama, ternyata beliau sudah tertulari euforia Java Jazz dan tidak mau kalah bersaing dengan pengunjung yang lebih muda. 

Could you see Tompi in stage? ;)

Penampilan Tompi lebih mencengangkan! Saya salut dengan musikalitas dan kemampuannya menguasai panggung. Terlebih saat Tompi menyanyikan lagu I Know You So Well dengan nuansa jazz yang sangat berbeda. Musik jazz mungkin dirasa terlalu berat sehingga peminatnya tidak sebanyak musik bergenre pop, padahal jazz ringan yang easy listening juga menyenangkan untuk didengar. Seperti film Indonesia yang tidak jelas genrenya (horor lebih mengarah ke seks dewasa), kondisi musik Indonesia pun tidak berbeda nasibnya dengan dimonopoli irama melayu semacam ST12 dan teman-temannya. Lagi-lagi, selera masyarakatlah yang menentukan genre mana yang akan terus berkembang dan bertahan. Jika ingin musik Indonesia terus didominasi irama melayu, maka gila-gilailah musisi yang bergerak dalam jalur tersebut. Tetapi jika ingin musik Indonesia menjadi lebih berkualitas dan berkembang maka hargailah genre musik yang lain. 

Di tengah konser Tompi mama terlihat diam dan kurang menikmati acara. Beliau ijin untuk ke belakang dan duduk di luar hall. Ya, inilah tanda saya harus mengakhiri malam menyenangkan di Java Jazz. Saya tidak akan memaksa mama, jika mama merasa cukup maka itu artinya cukup. Kami sudah cukup bersenang-senang malam ini. Dan saya bisa lihat dari senyum beliau, walau tidak bisa menonton Santana namum musisi dalam negeri mampu memberi penampilan sempurna yang memukau penontonnya. 

'Lebih enak nonton yang dalam negeri ya teh, bisa ikut nyanyi dan ngerti lagu-lagunya', komentar mama ketika kami keluar dari stage Sondre Lerche.

'Jadi nggak nyesel dong nggak bisa nonton Santana ma?' goda saya.

'Nggak sama sekali', jawab mama mantap.

'Tahun depan Java Jazz lagi ya maaa....' :)

PS: Nggak ada foto saya dan mama sama sekali. Alasannya saya cape berat pulang kerja langsung ke Java Jazz sehingga mood foto jadi hilang begitu saja. Selain itu kamera saya (akhirnya) rusak berat. Hm, saatnya membeli DSLR *buka-buka katalog Canon*.