Minggu, 23 September 2012

Locals Know Better


.....

Mobil meluncur halus merayapi tanjakan menuju Rantepao. Pagi ini aktivitas masyarakat tampak belum menggeliat dan jalan raya terlihat sepi. Hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang dan berpapasan dengan kami. Tiba-tiba secara mendadak Teddy menginjak rem dan membelokkan mobil ke kanan jalan. Saya hendak protes namun langsung memahami tindakannya saat melihat sebuah patung sapi di pertigaan jalan tersebut.

Patung kerbau atau patung sapi?

“Ini kan patungnya?” Teddy meminggirkan mobil dan melihat melalui jendela di kiri saya.

Saya mengangguk pasti. “Iya, ini patungnya. Sapi kan bukan keer..bau…” Kalimat saya menggantung dalam nada ragu yang menyergap. Patung itu berwarna putih bersih dengan totol-totol hitam yang menyembul di beberapa bagian tubuhnya, persis seperti tampilan sapi perah. Satu-satunya hal yang membuat saya ragu adalah sepasang tanduk besar  yang ditambahkan di atas patung tersebut. Sapi tidak memiliki tanduk sebesar itu bukan?

....

(4 Hari Untuk Selamanya, wait for further stories)

Minggu, 02 September 2012

Secangkir Toraja


.....

Kopi Toraja hitam di depan saya mengepul hangat, aromanya harum dan tidak tajam menusuk hidung. Takut-takut saya menyesapnya sedikit dan bersiap dengan sengatan pahit yang segera memenuhi mulut. Ajaib, segera setelah kopi melewati tenggorokan mata saya terbuka dan tersenyum merasakan sensasi rasanya. Berbeda dengan kopi Lampung yang cenderung keras dan asam, kopi Toraja terasa lebih mild. Ringan dengan pahit yang terasa di akhir tegukan. Kecupan pahit yang lembut itu akan mampir sejenak setelah kopi tertelan di kerongkongan. Jenis kopi yang cocok untuk saya yang tidak menyukai cita rasa kopi yang tajam dan keras namun tetap tidak kehilangan identitasnya sebagai kopi yang dihasilkan dari biji kopi terbaik.

Beberapa wisatawan asing tampak menyudahi sarapan mereka dan bersiap berangkat menjelajahi Toraja ditemani guide lokal. Sebuah cangkir kopi kosong yang masih hangat bertengger manis di atas meja yang sebelumnya ditempati dua wisatawan lokal. Pagi itu secangkir Toraja menemani saya menyesap indigeneous knowledge masyarakat lokal yang bersedia membuka diri mereka pada dunia luar. Memperkenalkan budaya turun temurun yang diwariskan nenek moyang mereka sekaligus berusaha mempertahankan budaya dan tradisi lokal di tengah gempuran modernitas yang terus bergerak maju.

....

(4 Hari Untuk Selamanya, wait for further stories)