Minggu, 26 Februari 2012

Twenty Six

Ada kelabu yang menggelayut saat menghitung mundur waktu menuju umur yang baru. Ada resah yang melanda untuk menerima kenyataan bahwa usia ini bertambah lagi. Dan ada perasaan tidak rela yang menghantui untuk menyadari I’m no longer the youngest girl in the office.

Bukankah setiap pertambahan usia akan berdampak pada konsekuensi tanggung jawab hidup yang lebih besar? Melangkah masuk menuju umur 26 tahun dan menyadari saya sudah hidup lebih dari seperempat abad di dunia ini, apa saja yang sudah saya lakukan selama ini? Apa dampaknya untuk diri sendiri, untuk orang-orang yang saya sayangi, untuk orang-orang yang berada di ‘lingkaran’ saya? Bukankah tidak selamanya apa yang menurut kita baik memiliki makna serupa dengan apa yang orang lain pikirkan? Usia 26 tahun adalah rentang usia yang cukup panjang untuk mendapat sebutan dewasa oleh lingkungan dan disertai dengan berbagai perangkat tanggung jawab dan kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi tuntutan lingkungan dan masyarakat.

Saya tahu, pasti kalian akan berkata “Tidak perlu memperdulikan lingkungan, jalani saja apa yang menurut kamu baik dan ikuti kata hatimu”, atau mungkin “Hidupmu adalah milikmu sendiri, orang lain tidak berhak mengaturnya”. Percayalah, saya selalu memegang teguh pendirian tersebut. Paling tidak sampai beberapa bulan sebelum usia saya beranjak menuju 26 tahun. Saya sadar betapa saya sangat menikmati hidup ini ketika mengejar mimpi dan menjalani setiap detiknya dengan melakukan berbagai hal yang saya cintai. Berbagai hal yang saya sebut dengan kata passion. Sebuah kata sakti yang mampu membuat saya melakukan berbagai hal menyenangkan yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya.

Namun, bukankah manusia harus menjalani perannya sebagai manusia sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu memerlukan orang lain untuk menunjang hidupnya. Dalam menjalankan perannya sebagai mahkluk sosial maka manusia harus memenuhi tanggung jawabnya di dalam masyarakat; tanggung jawab yang terbentuk dari sistem norma yang telah berlangsung lama di dalam sendi kehidupan masyarakat. Dan tidak jarang tanggung jawab dan kewajiban sosial ini bertentangan dengan keinginan pribadi.

Beberapa rentetan kejadian yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini memaksa saya untuk mengevaluasi ulang berbagai hal dari perspektif yang sama sekali berbeda. Ada beberapa keadaan yang saya pun tidak memiliki kuasa untuk mengubahnya. Saya sadar, sebentar lagi peranan saya dalam keluarga akan semakin besar seiring dengan dekatnya masa pensiun kedua orang tua. Saya pun disadarkan bahwa saya tidak bisa bermain-main lagi seperti dahulu kala, ada tanggung jawab besar yang harus saya pikul di depan sana. Menjadi dewasa, menjadi tua, adalah pasti, dan semua itu disertai dengan konsekuensi tanggung jawab yang mau tidak mau harus diambil. 

Melewati usia 26 tahun, menyadari bahwa waktu terus berjalan maju tanpa mau memperlambat langkahnya. Melihat sejenak ke belakang akan keriaan, kepolosan, kenekatan, dan semua hal gila yang telah dilakukan beberapa masa silam, apakah semua itu masih akan ada di depan sana? Menjadi dewasa, berusaha memenuhi peran di dalam masyarakat, memenuhi semua tanggung jawab sosial. Ah, betapa seriusnya hidup di usia dewasa. Betapa saya ingin selamanya membeku di usia 25 tahun saja. 

Dan pertanyaan simpel yang selalu saya tanggapi sambil lalu pun ternyata mulai menghantui ketika detik-detik menuju usia yang baru itu semakin mendekat. Kapan saya akan menikah? Kapan saya akan bertemu dengan pasangan hidupnya? Bagaimana saya tahu kalau nantinya dialah yang akan menjadi pasangan hidup saya? Rasa iri mulai menjalari ketika sahabat-sahabat terbaik saya mulai bertemu dengan pasangan hidupnya. Kesepian mulai sering mampir ketika saya mulai kesulitan mencari waktu untuk dihabiskan bersama teman-teman yang telah melepas masa lajangnya. Dan tiba-tiba saya bertanya, "Why I'm keep being single 'till this time?". Saya yang selama ini sangat menikmati kata being single tiba-tiba mempertanyakan kembali makna dari being single.

Sungguh berat merelakan diri ini melangkah menuju umur yang baru. Usia 25 tahun terasa sangat berwarna, begitu banyak mimpi dan cita-cita yang dikejar, warna-warni kehidupan merekah dengan semarak dan semua chapter dalam cerita kehidupan saya terjalin dengan manisnya. Tetapi saya tidak bisa menahan waktu yang terus berjalan. Mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus terus maju ke depan untuk mengiringi waktu yang berdetak. Ada apa di depan sana? Ada kejutan apa di depan sana? Entahlah...

Selamat ulang tahun, umurmu di dunia bertambah satu tahun lagi...

Minggu, 19 Februari 2012

Skandinavia: Traveling Aman, Hemat, dan Nikmat

Buku Skandinavia: Traveling Aman, Hemat, dan Nikmat akhirnya terbiiiiiiitttt....... Yeaaayyy :D

Skandinavia: Traveling Aman, Hemat, dan Nikmat
Selama ini Skandinavia lekat dengan predikat negara mahal sehingga tak jarang para travelers mengurungkan niatnya untuk berkunjung kesana. Padahal ada beberapa celah yang dapat disiasati untuk menekan budget perjalanan. Tidak perlu ragu lagi menjelajah Skandinavia setelah kamu membaca buku ini (cieee promosi). 

Buku ini akan membawa kamu jalan-jalan ke Eropa Utara, tepatnya ke dua negara di daerah Skandinavia. Dari Stockholm dan Goteborg di Swedia, sampai ke Oslo dan Bergen di Norwegia, semuanya menawarkan pengalaman traveling yang menyenangkan.

Book display on Gramedia Plaza Semanggi
Beberapa yang excited beli buku Skandinavia dan minta tanda tangan saat jumpa fans berlangsung, ihiiiiyyy ;)

Mila Said
Cipu
Photo courtesy of Mila Said
Photo courtesy of Mila Said
Skandinavia: Traveling Aman, Hemat, dan Nikmat 
Penerbit: B First
Penulis: Rossa Indah
Harga: Rp. 54.000


Ayo ayo dibeli dibeli :)

Kamis, 09 Februari 2012

Hellofest8: Double Up The Fun

Oleh seorang teman saya mendapat julukan Festival Hunter. Beuh, emang saya sampe segitunya ya... Tapi memang saya sendiri pun tidak bisa memungkiri, I do love festival. Saya rela menghabiskan jatah cuti demi bisa menonton semua film yang diputar di Jiffest maupun Europe On Screen, saya bersedia pulang larut malam untuk berkumpul bersama para penggila film dalam satu bioskop besar, saya tidak peduli harus membayar ongkos taksi yang harganya jauh lebih mahal dibanding harga tiket film yang saya tonton pada larut malam di sebuah festival film karena saya tahu film tersebut tidak akan diputar di bioskop lokal Indonesia. Semuanya saya lakukan demi sebuah perhelatan bertajuk festival.

Wikipedia menyebutkan festival berasal dari kata 'festa' atau pesta dalam bahasa Indonesia. Festival berarti pesta besar atau sebuah acara meriah dalam rangka memperingati sesuatu. Berhubung salah satu passion saya adalah film tidak heran jika sasaran utama festival yang saya ikuti tidak jauh dari festival film. Walau demikian saya juga tidak menutup diri pada festival lain di luar konteks film. Tujuan utama dari festival kan bersuka cita merayakan sesuatu, jadi rayakan saja semua hal yang kalian sukai lewat sebuah festival dan berpestalah :) Dari beberapa festival langganan yang pernah saya datangi, bagi saya juaranya adalah Hellofest. Festival ini memang gokil banget. Gila banget. Parah banget. Kacau banget. Heboh banget. Seru banget. Intinya, semua hal yang menyangkut Hellofest berkaitan dengan kata maksimal!

Hellofest menggabungkan konsep Kostumasa (cosplay) dan festival film pendek di dalamnya. Sebagai penyelenggara kompetisi film pendek, Hellofest bisa dikatakan konsisten dan dapat terus bertahan hingga tahunnya yang kedelapan. Sedangkan sebagai penyelenggara Kostumasa, Hellofest disebut-sebut sebagai salah satu event cosplay terbesar di Indonesia (untuk Hellofest8 peserta Kostumasa membludak sampai 1.100 orang lebih). Selain Kostumasa dan kompetisi film pendek, Hellofest juga menggelar Pasar Hellofest yang diisi oleh beragam booth. Kebanyakan pengisi Pasar Hellofest ini menjual ataupun memamerkan mainan koleksi, tin toys, action figur, komik, T-shirt, pernak-pernik anime, dan berbagai produk pop-culture lainnya. Satu festival menawarkan tiga acara sekaligus? Well, saya sudah bilang kalau festival ini maksimal banget kan?

Selain mengkompetisikan film pendek di dalam perhelatannya,  Hellofest juga membuat acara Kostumasa Show Off dimana para peserta Kostumasa akan bersaing mempertunjukkan kebolehan dan atraksi mereka di atas panggung. Berhubung setahun belakangan ini demam K-pop sedang mewabah maka tidak jarang jika beberapa peserta yang naik ke atas panggung membawakan koreografi sebuah grup K-pop ataupun J-pop. Jangan kira para peserta itu hanya akan menari dengan persiapan seadanya, mereka tampil maksimal. Mulai dari kostum yang dibuat semirip mungkin dengan kostum yang dipakai si artis dalam video klip, menari dengan koreografi yang sama persis (di layar diputarkan video klip dari grup K-pop ataupun J-pop yang sedang dibawakan dan gerakannya memang sama persis), plus mereka pun ikut me-lipsing lagu yang sedang dimainkan.

Gerakannya cocok dengan video klip di belakangnya kan

Setelah tampil di atas panggung, peserta Kostumasa dengan dandanan dan outfit khas kartun yang cute ini akan langsung menjadi sasaran foto para pengunjung. Mulai dari fotografer seriusan yang niat bawa-bawa perlengkapan lighting, fotografer amatiran yang butuh model gratisan untuk mengeksplorasi kemampuan mereka, sampai pengunjung yang hanya bermodalkan kamera saku ataupun kamera ponsel, semua heboh dan sibuk dengan kamera masing-masing untuk mengambil angle terbaik dari peserta Kostumasa yang menjadi model dadakan ini. Setelahnya, foto bareng deh sama si model dadakan dan besokannya avatar di Twitter langsung berganti dengan 'foto bareng salah satu cosplay cantik di Hellofest'.

Salah satu peserta Kostumasa di atas panggung

Kostum boleh sangar, tapi teteeeup penakluk wanita :p

Hal lain yang terjadi saat para Kostumasa berkumpul adalah terciptanya beberapa pertunjukan spontan maupun yang telah direncanakan sebelumnya. Misalnya saat tiba-tiba sebuah lagu terdengar di lantai dasar Balai Kartini dan beberapa peserta Kostumasa mulai menari, makin lama makin banyak peserta Kostumasa yang ikut menari, pengunjung langsung heboh dong  tiba-tiba ada flashmob dengan peserta yang memakai kostum aneka rupa seperti itu. Lain lagi dengan sekumpulan wanita cantik yang memakai aneka kostum princess ala kartun Disney, mereka dengan senang hati melayani permintaan pengunjung untuk mengulang lagu yang sebelumnya mereka bawakan di atas panggung Kostumasa Show Off. Pengunjung sih tambah seneng aja dapet pertunjukan tambahan dan pertunjukan ulangan seperti ini.

Flashmob

Kartun Disney kumpul disini

Awalnya Kostumasa merupakan sebutan Hellofest kepada para pengunjung yang datang menggunakan kostum, namun kemudian pada perkembangannya diadakan Kostumasa Show Off yang merupakan ajang kompetisi Kostumasa di atas panggung seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Salah satu tujuan Hellofest adalah menciptakan dunia fantasi selama satu hari dan pengunjung bebas menjadi apa saja dan siapa saja sesuai dengan khayalannya. Namun, pengunjung yang datang tidak menggunakan kostum pun tetap diperkenankan. 

Perbedaan signifikan Hellofest8 dibanding tahun-tahun sebelumnya adalah jumlah pengunjung yang membludak. Walaupun pihak panitia telah memperluas area festival dan membagi acara ke dalam dua panggung berbeda namun kepadatan tetap tidak dapat dihindari. Mau jalan aja rasanya susaaahh banget. Disini saya salut dengan para panitia yang dengan profesional menggunakan sistem buka tutup eskalator yang menjadi jalan masuk ke dalam expo yang menjadi panggung utama dari pertunjukan Kostumasa Show Off, hal ini tentu saja untuk menghindari kemungkinan membludaknya pengunjung di dalam ruangan yang hanya berkapasitas 1000 orang tersebut. Hal serupa juga terjadi saat kompetisi film pendek berlangsung, panitia membatasi jumlah pengunjung yang dapat masuk ke dalam panggung utama namun disediakan layar besar di luar ruangan sehingga pengunjung tetap dapat melihat film-film yang sedang diputarkan. Salut saya terhadap pihak panitia semakin besar saat saya iseng bertanya apakah masih ada tempat kosong di dalam expo yang menjadi venue utama pemutaran film, panitia tersebut meminta saya untuk menunggu sementara dia masuk ke dalam expo yang sudah gelap, tidak lama kemudian dia keluar dan dan menuntun saya men ggunakan senter ke tempat duduk kosong di dalam expo. Sumpah, dari sekian banyak festival yang pernah saya datangi ini adalah festival yang diorganisir dengan sangat baik dan profesional oleh para panitianya.

Antrian pengunjung untuk naik ke lantai 2

Maksimal. Semua yang berkaitan dengan Hellofest memang dilakukan secara maksimal. Panitia yang maksimal melaksanakan tugas sepenuh hati, peserta yang berusaha maksimal menghadirkan tokoh-tokoh dunia fiksi dan fantasi ke dalam dunia nyata dalam panggung Hellofest, pengunjung yang maksimal menghadiri venue acara sehingga Balai Kartini terasa sempiiitt banget, film-film pendek buatan anak bangsa yang digarap maksimal dan membuka mata bahwa Indonesia memiliki sineas dengan masa depan gemilang, booth pengisi pasar Hellofest yang maksimal membuat pembeli lapar mata dan tidak sadar dengan berapa banyak rupiah yang dikeluarkan untuk berbelanja, rundown acara yang efisiennya maksimal banget sehingga semua kegilaan yang terjadi dalam satu hari tersebut dapat terakomodir, sampai MC yang maksimal serunya saat menghibur penonton di expo panggung utama. 

Semua kemaksimalan yang terjadi berakumulasi pada satu hal: keriaan, semangat dan euforia yang berkumpul menjadi sebuah energi positif. Hellofest8 benar-benar berhasil melipatgandakan keceriaan yang biasa Hellofest bawa dalam setiap perhelatannya. 

absurd 

So, let's triple up the fun on Hellofest9 next year :)

Rabu, 01 Februari 2012

Dolphin Love

"Pengen foto bareng lumba-lumba", jawab saya polos ketika seorang teman menanyakan alasan saya mengajaknya pergi ke Gelanggang Samudera. Jelas, jawaban itu membuatnya tertawa geli dan mempertanyakan kedewasaan pikiran otak saya. "Kenapa sih, emang salah ya udah segede gue pengen foto bareng lumba-lumba?" tanya saya sambil merengut sebal. Si teman langsung menghentikan tawanya namun tetap memandang saya dengan aneh "Ya enggak sih Cha, tapi emang waktu kecil lo nggak pernah foto bareng lumba-lumba?". "Enggak, dulu gue cuma suka nonton pertunjukannya aja". Hmph, di umur seperempat abad seperti ini, ditambah lagi lingkungan pertemanan yang didominasi teman-teman sebaya membuat proposal saya untuk 'jalan-jalan-ke-gelanggang-samudera-terus-foto-sama-lumba-lumba' ditolak mentah-mentah oleh mereka. 

Dari kecil saya sudah suka sama lumba-lumba. Bagi seorang Rossa kecil lumba-lumba adalah binatang yang magical, bahkan Rossa dewasa (bener gitu udah dewasa?) pun tetap menganggap lumba-lumba adalah mamalia laut yang sangat magical. Dulu Rossa kecil hanya kagum pada lumba-lumba karena kemampuan mereka untuk melompat tinggi melewati palang maupun lingkaran-lingkaran (lingkaran api sekalipun!), melemparkan bola ke arah pengunjung, bahkan lumba-lumba itu mampu meloncat ke tepian kolam dan melengkungkan badannya sambil bercicit manja saat pelatihnya mengelus mereka. Kemudian Rossa dewasa yang telah banyak bersentuhan dengan informasi akhirnya mengetahui fakta-fakta lain tentang lumba-lumba. Binatang ini hidup berkelompok dan mengeluarkan sonar yang terdengar seperti cicitan ikan untuk berkomunikasi dengan teman-temannya. Lumba-lumba juga tergolong hewan yang ramah dan mudah bersahabat dengan manusia. Baru-baru ini berenang bersama lumba-lumba bahkan dijadikan sebagai salah satu alat terapi untuk anak autisme. Tuh kan, lumba-lumba memang binatang yang magical banget. 

Tempat favorit Rossa kecil untuk melihat lumba-lumba adalah Gelanggang Samudera, Ancol. Disana Rossa kecil terus-terusan menatap lumba-lumba dan tertawa-tawa melihat tingkahnya yang lucu. Saat pertunjukan berlangsung biasanya pelatih lumba-lumba meminta seorang pengunjung menjadi volunteer untuk menunjukkan kehebatan lain dari lumba-lumba. Pengunjung yang terpilih akan menaiki sebuah perahu karet kecil, kemudian lumba-lumba akan berenang di kanan dan kiri perahu sambil mendorong perahu menggunakan sirip mereka. Papa selalu menawarkan Rossa kecil untuk menjadi volunteer, tapi Rossa kecil selalu menolak dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bukan karena Rossa kecil takut akan terjatuh dan tenggelam lalu dimakan lumba-lumba, dia cukup yakin lumba-lumba terlalu cerdas untuk melakukan kesalahan sebodoh itu, dan dia juga tahu lumba-lumba tidak pernah memangsa manusia. Rossa kecil sebenarnya hanya khawatir badan lumba-lumba akan sakit saat mendorong perahu dan penumpang di atasnya, sebenarnya dia sungguh sangat tidak tega.

Saat pertunjukan selesai Papa akan bertanya pada Rossa kecil, "Teteh mau foto sama lumba-lumba nggak?". Lagi-lagi Rossa kecil menggelengkan kepalanya kuat-kuat walaupun matanya terus-terusan mencuri pandang kepada antrian anak-anak sebayanya yang menunggu giliran untuk berfoto bersama binatang ajaib tersebut. Rossa kecil memang selalu menyimpan pikiran aneh di kepalanya "Jangan jajan banyak-banyak. Jangan minta macem-macem sama Papa. Nanti uang Papa habis. Nanti Papa jadi miskin". Padahal Rossa kecil belum cukup mengerti berapa pendapatan kedua orang tuanya, berapa ukuran kaya atau miskin untuk kedua orang tuanya, atau bahkan berapa besar kategori 'banyak-banyak' yang ditetapkan olehnya. 

Dan tiba-tiba saja Rossa dewasa ingin kembali ke masa kanak-kanak tersebut dan menikmati keriaan masa kecil. Mendengar cicitan khas lumba-lumba, tertawa melihat tingkah lakunya yang menggemaskan, dan dibuat kagum dengan kehangatan yang lumba-lumba bawa ke dalam atmosfer yang mengelilingi tempat pertunjukan. 

......

Kemudian beberapa tahun berlalu setelah keinginan konyol 'Pengen foto bareng sama lumba-lumba' terucap dan perlahan tapi pasti Rossa dewasa mulai melupakan keinginannya tersebut. 

*****

Satu-satunya tempat dimana saya menjadi 'The youngest' dan berbaur dengan begitu banyak orang dari berbagai kalangan umur adalah kantor. Perbedaan usia ini terkadang menimbulkan perpecahan saat menentukan tempat dan destinasi outing kantor tahunan. Anak-anak muda pengennya pergi ke tempat yang berbau petualangan yang memompa adrenalin: Dufan, rafting, snorkeling. Orang-orang tua pengennya pergi ke tempat yang damai dan santai: piknik, kebun teh, pantai, pemandian air panas. Di saat trend pekerja kantoran Jakarta pergi outing ke luar negeri, kantor saya pergi jalan-jalan ke Taman Safari. Sumpah jomplang abis! Saya cuma bisa nerima dan pasrah, toh saya juga sudah lama nggak main ke Taman Safari. Terakhir kali waktu SD sepertinya. Mama bahkan sampai berpesan aneh-aneh sebelum saya pergi outing "Kamu hati-hati disana ya, jangan ketawa kenceng-kenceng, jangan teriak-teriak, nanti ada macan atau gajah yang marah terus nyerang kamu". Yeah, pikiran mama memang seringkali berlebihan.

Sebagai seseorang yang sudah lama banget nggak pergi ke kebun binatang, saya dibuat kagum oleh Taman Safari. Ternyata jalan-jalan ke tempat ini seru juga, binatang dilepas bebas dan berkeliaran di luar kendaraan yang sedang dinaiki. Dan apa itu.... ya ampun, gajah, macan, monyet, kuda nil, zebra, jerapah, semuanya terlihat begitu dekat. Binatang-binatang yang biasanya hanya dilihat di TV sekarang tampil live di balik kaca jendela mobil. Semua teman kantor heboh dan menunjuk-nunjuk hewan yang ada. Semua orang, anak-anak muda maupun orang-orang tua tiba-tiba berubah menjadi anak kecil kembali. Ah, bukankah menyenangkan menikmati kembali keriaan masa kecil seperti ini.

Hanya terpisah kaca mobil
(Photo courtesy of Pusti Juwita)

"Pa, kasih saya makanan nggak pa. Kalau nggak mobil bapa saya tendang nih" *edisi binatang preman*

Selesai berkeliling dengan mobil, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki untuk melihat berbagai pertunjukan hewan yang diadakan. Pertunjukan pertama yang saya lihat menggunakan gajah sebagai binatang panggungnya, inti ceritanya adalah habitat gajah yang semakin terdesak karena pesatnya pertumbuhan penduduk. Habitat gajah yang mulai digunakan sebagai pemukiman dan ladang membuat gajah semakin terdesak dan kelaparan, akhirnya kerumunan gajah menyerbu ladang dan pemukiman penduduk. Pertunjukan ini menekankan pentingnya melestarikan habitat asli gajah dan sebenarnya gajah pun dapat hidup berdampingan dengan manusia. Cerita sederhana yang disampaikan secara sederhana, anehnya tubuh saya bergetar dan mata saya berkaca-kaca. Sebut saya melankolis atau berlebihan, tapi saat melihat gajah tersebut pura-pura pincang terkena tembakan seorang penduduk, lalu kemudian jatuh dan pura-pura mati, saya mati-matian menyembunyikan air mata yang menggenang di pelupuk mata. Sesungguhnya, hal seperti inilah yang terjadi di dunia yang sebenarnya bukan? Dunia dimana para hewan diperlakukan tidak adil dan hak hidup mereka direbut secara paksa oleh manusia. 

Gajah bisa hidup berdampingan dengan manusia

Sebenarnya, acara jalan-jalan ke Taman Safari ini membuat saya menahan sesak yang menumpuk di dada. Di balik riuh rendah tepuk tangan penonton, apakah mereka sadar bahwa pertunjukan yang mereka saksikan itu benar-benar sedang terjadi di luar sana. Saya tidak pernah menyangka, jalan-jalan ke kebun binatang ternyata merupakan salah satu acara jalan-jalan yang cukup emosional untuk saya. 

Huff... Dari satu pertunjukan ke pertunjukan lain, dari satu cerita ke cerita lain, sampai akhirnya rombongan saya sampai ke Dolphin Show. Saya langsung semangat dan berjalan paling depan untuk mencari tempat strategis, tingkah laku saya tidak berbeda jauh dengan anak-anak kecil yang menjadi saingan saya saat itu. Air kolam terlihat berwarna hijau, bukan karena keruh atau kotor tapi untuk menyesuaikan dengan kondisi air di habitat asli lumba-lumba. Saat tempat pertunjukan mulai penuh, pembawa acara dengan kostum safari menyapa pengunjung yang datang dan memperkenalkan tiga lumba-lumba yang tampil hari itu. Sebelum memulai pertunjukan dia memberi tahu beberapa fakta dan informasi mengenai lumba-lumba, namun informasi yang paling menempel di kepala saya adalah fakta yang menyebabkan semakin kecilnya populasi lumba-lumba di dunia "Selain karena predator alam seperti ikan hiu, lumba-lumba justru lebih banyak mati karena ulah manusia. Seringkali lumba-lumba tersangkut di jaring nelayan, sengaja ditangkap manusia untuk diperjual belikan sebagai makanan, dan tentu saja karena pencemaran air dan lingkungan yang dilakukan manusia". 

Three dolphin on the stage

Selama pertunjukan berlangsung saya terus kepikiran satu hal. Betapa jahatnya kita sebagai manusia. Dengan mudahnya kita merusak habitat suatu makhluk hidup, merebut hak hidup suatu populasi yang tidak berdaya melawan kekuatan manusia, hingga akhirnya mereka menyerah kalah. Langka. Untuk kemudian punah. Saya mengembalikan perhatian ke lumba-lumba yang sedang melompat tinggi, awalnya saya kasihan karena mereka terpaksa tinggal di kolam sekecil ini, bukan di lautan luas dan berkumpul dengan teman-temannya. Tapi kemudian saya berpikir ulang, jangan-jangan mereka lebih baik hidup di kolam ini. Dijaga, dirawat, dicintai, tanpa perlu takut dengan ulah perusakan manusia. 

Di akhir pertunjukan pembawa acara juga mempersilakan penonton yang ingin berfoto bersama lumba-lumba. Cukup dengan donasi Rp 15.000 yang nantinya akan digunakan untuk usaha pelestarian lumba-lumba. Cepat-cepat saya merogoh dompet dan menghitung lembarannya, sedikit cemas karena belum sempat ambil uang tunai sebelumnya (tipe orang yang selalu mengandalkan uang plastik). Ah, ternyata cukup untuk membayar biaya foto untuk dua orang, saya langsung menarik tangan Pusti yang agak sedikit ragu dengan ide ini dan masuk ke area pertunjukan. Setelah berdiri di tepian kolam, pelatih lumba-lumba memanggil saya untuk mendekat dan berlutut di tepian kolam, dia juga memberi beberapa instruksi singkat "Nanti pegang di bagian atas siripnya aja mba", lalu dengan isyarat singkat dari sang pelatih seekor lumba-lumba meloncat naik di sebelah saya.

Pelatih dan lumba-lumba unyu-unyu 
(Photo courtesy of Pusti Juwita)

 Take One :)
(Photo courtesy of Pusti Juwita)

 Take Two :D
(Photo courtesy of Pusti Juwita)

 Take Three :*
(Photo courtesy of Pusti Juwita)

Bye dolphin 
(Photo courtesy of Pusti Juwita)

elus-elus
(Photo courtesy of Pusti Juwita)

Amazing. Binatang yang selalu saya anggap magical ini ada di sebelah saya, dengan jinaknya berdekatan dengan saya dan menahan dirinya cukup lama di atas air. Setelah beberapa frame dan lumba-lumba kembali ke dalam air saya tetap berlutut dan mengamati gerak-geriknya dari jauh. "Mereka memang magical" bisik saya kepada diri sendiri. Lumba-lumba, tetaplah hidup sampai beribu-ribu generasi selanjutnya. Buatlah Rossa kecil lainnya terpesona dengan keajaibanmu. Buatlah semakin banyak Rossa dewasa yang kembali mengingat keriaan masa kecilnya hanya dengan melihatmu atau dengan mendengar cicitanmu yang khas itu. Lumba-lumba, tetaplah bertahan hidup ya.