Kamis, 29 Juli 2010

Perang Cuti

Pekerjaan menumpuk atau saling lempar pekerjaan memang senjata paling jitu untuk memicu konflik di dalam kantor, tapi nanti juga baik kembali setelah pekerjaan selesai. Berbeda dengan cuti. Kalau sudah menyangkut masalah ini, ego bisa sama-sama naik dan tidak ada satu pun yang mau mengalah. Ibaratnya semua akan berjuang sampai permohonan cutinya bisa dipenuhi.

Cuti memang hak karyawan, tetapi untuk mendapatkan hak tersebut dibutuhkan usaha yang tidak sedikit. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat mengajukan cuti, misalnya tidak cuti di tanggal sibuk, tidak cuti saat pekerjaan menumpuk, dan kesiapan orang lain untuk mem-back up pekerjaan yang akan ditinggalkan. Terlihat mudah di teori, namun sangat sulit untuk diwujudkan.

Saat saya memulai karir sebagai teller, sangat mustahil untuk mengajukan cuti. Kantor saya merupakan cabang besar dan memiliki banyak nasabah. Saat satu orang sakit, bisa dipastikan antrian akan mengular dan komplain nasabah akan bermunculan. Selain itu terdapat semacam tradisi bahwa anak baru tidak boleh cuti. Kenapa? Karena seniornya sendiri pun sulit cuti. Tidak jarang saya dipandang sinis saat mengajukan cuti ke atasan, komentar paling awal adalah, "Emang lo udah punya cuti?". Yey, anak baru juga punya hak cuti ya setelah 3 bulan bekerja. Komentar yang kedua adalah "Pokoknya gw ngga mau approve cuti di tanggal kejepit, hari senin, atau hari jumat". Okey, saya tau maksud kalian adalah "Lo ngga boleh cuti". Siapa sih yang tidak kehilangan mood untuk cuti jika sikap para atasan seperti itu?  Alhasil, total cuti yang saya gunakan selama di teller: 1 hari.

Kemudian saya pindah ke back office. Memang tidak berhadapan langsung dengan nasabah, tetapi load pekerjaan tidak berkurang, malah saya juga harus ikut menghandle pekerjaan costumer service. Lebih sulit cuti lagi karena hanya dua orang tim back office yang dapat menghandle pekerjaan teller dan CS sekaligus. Untungnya atasan baru saya lebih fleksibel dalam urusan cuti, beliau mengijinkan anak buahnya cuti selama back up mereka mengijinkan orang tersebut untuk cuti. Lagi-lagi saya tidak bisa cuti karena back up saya cuti menikah, cuti bulan madu, cuti liburan hari raya, untuk kemudian dia pindah ke kantor pusat mendahului saya. Yeah, lucky me.

Sekarang saya pindah ke kantor pusat. Peluang cuti lebih besar dan saya mulai membuat rencana liburan. Setelah browsing sana-sini, akhirnya saya mendapat tiket murah ke Bali di bulan Oktober. Dengan semangat menggebu saya menceritakan rencana liburan kepada seorang teman kantor, reaksi yang dia berikan sungguh di luar dugaan.

"Loh, Oktober kan aku mau cuti married, terus si P juga lagi cuti melahirkan. Pasti kamu ngga bisa cuti di bulan Oktober".

Ya, satu hal yang terlewat dari perhitungan saya: orang lain sudah duluan "membooking" tanggal untuk cuti.

Baiklah, saya mengalah. Saya mencari lagi tiket murah untuk bulan lain, sambil mengingat baik-baik pesan orang kantor, "Si B udah punya tiket ke Bali bulan September setelah lebaran". Yang artinya adalah: saya tidak bisa cuti di bulan September. Esoknya saya ke kantor membawa print tiket pesawat dan mengumumkan ke semua orang dalam ruangan,

"Gue udah punya tiket untuk bulan Desember. Ngga ada yang boleh cuti di Desember. December is mine!!!"

Liburan saya untuk tahun ini: aman.

Kemudian muncul masalah baru. Rebutan cuti hari raya. Beberapa orang dengan seenaknya sudah berbicara kepada atasan untuk meminta cuti di tanggal "kritis" tersebut. Beberapa lainnya sudah membooking tiket penerbangan untuk hari raya. Mau tidak mau saya jadi panas. Dua tahun penuh saya tidak bisa cuti di hari raya, yang paling parah saat harus merayakan Lebaran hanya berdua dengan adik karena orangtua mudik. Saat suasana mulai panas karena semua orang memperebutkan tanggal cuti di hari raya, saya iseng nyeletuk,

"Gue juga mau doooong cuti pas Lebaran. Udah dua tahun nih ngga pernah bisa cuti pas Lebaran".

Dan tanggapan mereka adalah

"Halah, kampung di Bogor aja minta cuti. Bogor mah deket, berapa jam juga nyampe. Kalau ke Lampung atau ke Bali kan jauh, jadi perlu cuti".

Wooooiii..... orangtua papa saya, alias kakek nenek saya itu ada di Bengkulu yaaa... It means: Saya juga butuh cuti untuk mudik. Udah 2 taun saya ngga lebaran bareng keluarga besar!!!!

"Lo masih single ini Cha".

"Lo belum punya suami ini Cha".

"Lo belum berkeluarga ini Cha".

Jadiiii, karena saya masih single, belum nikah, dan belum berkeluarga, saya HARUS SELALU mengalah untuk kalian? Saya bosan jadi pihak yang selalu mengalah, kenapa kalian tidak pernah mendengarkan perasaan saya sih? Saya juga punya keluarga ya, saya ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama mereka. Apa bedanya dengan kalian yang sudah menikah dan memiliki keluarga sendiri?

Pelajaran yang saya ambil adalah: rencanakan semua cuti yang dimiliki 1 atau 2 bulan menjelang tahun baru. Jika ada rencana liburan, segera cari tiket dan booking segera. Di awal tahun, diskusikan semua rencana tersebut dengan atasan, perlihatkan tiket yang dimiliki jika perlu, dengan demikian tidak ada lagi cerita kecolongan start cuti.

Di lain waktu saya mengobrol dengan teman yang akan cuti dan berangkat ke KL beberapa hari ke depan.

"Iiiihh, enak ya bisa cuti melulu. Gue dong, 8 hari cuti taun kemaren hangus karena ngga dipake", keluh saya.

"Salah sendiri punya cuti ngga dipake. Cuti gue aja selalu abis tiap tahunnya", jawabnya acuh.

Hegh. Pengen marah. Pengen teriak. Pengen nonjok. Dan pengen banget ngomong ini kenceng-kenceng.

"YA KARENA GW PEDULI SAMA PERUSAHAAN INI, DODOLL!!! MAKANYA GW BELA-BELAIN MASUK TERUS DAN JADI ANAK RAJIN!!!"

Sayang, saya cuma bisa ngomel dalam hati.


Sometimes, I just hate them. 
(highlighted the 'sometimes' word).

Minggu, 25 Juli 2010

Raditya Dika?

Siapa yang tidak kenal Raditya Dika. Saya yakin semua warga Indonesia pasti kenal makhluk absurb satu ini, paling tidak pernah mendengar namanya. Tapi siapa yang tidak tahu hebatnya tulisan-tulisan Radith? Well, saya salah satunya. Siapa yang tidak tertarik membaca bukunya sampai selesai kecuali tidak ada bacaan lain? Hm, itu saya. Siapa yang tidak mengakui kalau Radith adalah penulis kocak yang mampu membuat pembacanya tertawa dan setia menanti buku-buku dia yang selanjutnya? Ya, itu saya lagi.

Mari kita bicara tentang Kambingjantan, buku pertama Radith. Sejak pertama kali launching, buku ini memenuhi rak di toko buku ternama, termasuk di bagian Bestseller. Ok, saya mulai membaca profile Radita Dika dan pikiran yang pertama tercetus di kepala saya adalah; "Hm, blogger ya. Baiklah... Beruntung banget dia, bisa nerbitin buku yang diangkat dari blog. Mungkin karena sekarang belum banyak yang pake blog, terus Radith itu orang yang aktif nulis di blog, tulisannya dinilai lucu, konsep blog diangkat jadi buku juga belum pernah kejadian di Indonesia, akhirnya blog dia dipilih buat diterbitin dalam bentuk buku deh. Ah, kalau sekarang sudah banyak blogger juga belum tentu Radith bisa membukukan kisah hidupnya. He's just a lucky guy". Kemudian saya mulai membaca Kambingjantan secara random.

Cerita pertama yang saya baca adalah saat Radith memasukkan usus ayam yang kelindes mobil atau apa gitu, kembali ke tubuh si ayam. Hoo... teriakan CIAAAPPP si ayam cukup membuat saya ngenes. Lalu saya loncat ke halaman lain dan membaca cerita saat Radith memburu tikus dengan pembantunya. Cerita si tikus berakhir setelah disemprot pakai parfum karena dia bau, lalu dibakar. Duduuuhh... ini orang punya masalah sama binatang kali ya.

Kambingjantan memang laris manis dan banyak diomongin orang-orang, termasuk temen kuliah saya. Saat itu seorang teman dengan semangat menggebu bilang gini, "Cha, lo udah baca Kambingjantan belom? Ih, itu lucu banget ya. Ternyata temen gw itu temennya Radith. Itutuh, nama penulisnya. Kemaren gw dikenalin sama dia, dan si Radith itu beneran lucu banget. Gila deh anaknya. Keren juga sih Cha, dia bolak-balik Aussie-Indonesia gitu, kan dia kuliah disana. Terus...bla.. bla... bla...". Yea, temen itu nyerocos terus tanpa memberi saya kesempatan untuk bicara. Saya cuma manggut-manggut-marmut, pura-pura tertarik dan antusias dengan semua yang dia omongin. Dalem hati saya cuma bisa nanggepin, "Whatever, kaya gw tertarik sama Kambingjantan ato si Radith penulisnya itu".

Saya kira Radith akan seperti penulis kacangan lain yang hanya mampu menerbitkan satu karya kemudian mati tenggelam. Tapi keberuntungan dia sepertinya tidak berhenti sampai Kambingjantan saja. Buku karya Raditya Dika selanjutnya terbit bertubi-tubi (Cinta Brontosaurus, Radikus Makankakus, Babi Ngesot) secara konsisten hampir setiap tahunnya. "Pasti penulis ini memiliki basis fans yang cukup besar sehingga mampu menerbitkan buku lagi dan tetap laris di pasaran". Paling tidak itulah penjelasan logis yang sayangnya cukup jahat yang diberikan otak saya.

Setahun yang lalu, saya bergabung dengan blogspot. Sebagai newbie blogger, kewajiban utama saya tentu saja blogwalking. Hampir semua blog yang saya kunjungi memasang link ke blog Raditya Dika. Yah, saya juga seperti merasa berkewajiban mampir ke tempat yang sudah meracuni pikiran banyak orang untuk ikut ngeblog ini, Radith semacam mbah di dunia perbloggingan menurut saya. Sebenarnya ada satu alasan lagi dan ini adalah alasan terkuat: saya penasaran, siapa sih Raditya Dika itu?

Sebenarnya cukup gampang menjawab pertanyaan ini. Saya tinggal browsing dan berderet-deret informasi dan artikel tentang Raditya Dika akan bermunculan. Bukan itu yang saya butuhkan. Saya perlu tahu, kenapa dia sedemikian menginspirasinya, kenapa bukunya selalu masuk dalam bestseller, kenapa dia jadi panutan beberapa penulis yang baru memulai karirnya, dan yang paling terpenting, sehebat apa tulisannya. Ya saya tahu, mustinya saya mulai membaca semua buku Radith jika mau semua pertanyaan itu terjawab. Tapi kesan pertama saya terhadap Kambingjantan membuat saya enggan untuk membaca karya Radith yang lain. Mungkin tulisannya di blog dapat memberi saya persepsi lain tentang seorang Raditya Dika.

Postingan Radith yang pertama saya baca di radityadika.com menceritakan beberapa hal yang telah dan belum sempat tercapai di tahun 2009. Hoo.. lagi-lagi pikiran jahat saya muncul 'Gila, ni anak beruntung banget. Let me see: film Kambingjantan, pacaran sama Sherina, punya segmen tetap di TV'. Yap, I still don't get the point who is Raditya Dika. Di mata saya dia hanyalah seseorang yang super-duper-beruntung. Setelah kunjungan tersebut saya sibuk mengelola Merry go Round dan pertanyaan besar di kepala tentang Raditya Dika sedikit terkesampingkan.

Kegiatan blogwalking tak jarang membuat saya mampir kembali ke blog Raditya Dika. Dari beberapa kunjungan tersebut, Radith hanya menulis kesibukannya dalam menerbitkan buku terbarunya, dan tetap saja, pertanyaan utama saya tidak terjawab. Seorang teman saya begitu tergila-gila dengan Radith, dia rela ikutan sebuah workshop karena Radith adalah pembicaranya. Dia membawa semua buku Radith, lengkap, disampul plastik, dan meminta Radith menandatanganinya. Mengobrol sedikit dengan Radith, dan tambah menggila-gilainya.

"Lo ngapain ikutan workshop begituan? Sejak kapan lo tertarik sama blog" tanya saya penasaran.

Dengan ketawa ngikik-ngikik-kegirangan-karena-baru-ketemu-Raditya-Dika, dia jawab nyaring "Soalnya Radith jadi pembicaranyaaaa....."

"Teruuuss... emang setelah ikutan workshop itu lo mau ikutan jadi blogger gitu? Ngikutin jejaknya Radith?" saya skeptis ngelontarin pertanyaan ini ke dia.

"Ya engga siiihh... Tapi ya gw seneng aja gitu Cha. Gw. Ketemu. Raditya Dika."

Still, I don't get the point.

Kemudian buku terbaru Raditya Dika, Marmut Merah Jambu (MMJ) terbit. Topik ini memang cukup menghangat, betapa semua penggemar Radith telah menantikan buku ini 2 tahun lamanya. Teman saya yang sangat-tergila-gila-Raditya-Dika ini memesan khusus di toko buku agar dia tidak kehabisan MMJ dan bisa mendapat cetakan pertama. Oke, disini saya tidak mengerti pentingnya mendapat cetakan pertama dari sebuah buku. Selesai membaca MMJ, dia mengupdate status Facebooknya:

This book is killing me... Berasa ditabokin baca buku ini.. 

Hoo... Sedikit menyeramkan, buku bisa membunuh dan nabokin orang. What is the maksud? Dan penjelasan dia adalah "Bukunya baguuuuuuuuuuuuuuuuuuusss bgt Chaa, banyak ngena nya di gw. Huhuhu, makanya berasa ditampar berkali-kali gw baca tuh buku. Hehehe". Eerr, sepertinya saya bisa ngerasa bagaimana bagusnya buku itu dengan banyaknya huruf U yang digunakan.

Saya masih tidak tergerak untuk membaca buku Raditya Dika sampai kunjungan saya beberapa minggu kemarin ke sebuah toko buku. Disana MMJ memenuhi hampir seperempat bagian toko; bagian buku laris, buku pendatang baru, di belakang kasir, intinya di semua titik nadi dari sebuah toko buku. Seketika euforia di dalam toko buku tersebut menjadi euforia MMJ. Semua pengunjung yang datang langsung disodori pemandangan Radith bergaya marmut, lalu mengobrol santai tentang buku-buku Radith sambil memegang MMJ, buka-buka beberapa halaman MMJ, dan akhirnya membawa buku tersebut ke kasir. Saya? Masih tidak tertarik dan sibuk mencari buku yang cocok untuk menemani di hari minggu ini. Selesai mencari, saat kaki akan melangkah keluar dari toko, saya tergelitik untuk membaca MMJ sedikit. Sekedar penasaran dengan cerita Radith-Sherina yang dia tulis disitu.

Buku langsung saya buka di bagian daftar isi, mencari-cari judul yang tepat, dan pergi ke halaman yang dituju. Rileks, tarik napas, and here we go... Baiklah, saya suka dengan cara menulisnya, ringan, personal, menggunakan perumpamaan yang berbeda dengan pasaran. Hm, lumayan. Balik ke halaman berikutnya, disini Radith mengambil contoh pertemuan seseorang di sebuah adegan sinetron dan saya mulai menahan tawa dan menggigit-gigit bibir agar tawa ini tidak meledak. Satu cerita selesai. Respon saya? Hmm, mungkin kata menarik dapat mewakili. Saya suka cara Radith menyampaikan ide 'semesta berkonspirasi saat mempertemukan kita dengan seseorang'. Saya bahkan belum pernah memikirkan konsep ini secara mendalam sebelumnya. Cerita yang cukup manis, tapi tidak berlebihan.

Satu cerita mungkin sudah cukup. Tapi cerita selanjutnya berjudul 'Buku Harian Alfa' membuat saya ingin membaca MMJ lebih jauh. Untuk cerita ini, walau bibir sudah digigit sekencang mungkin, walau napas sudah ditahan sedalam mungkin, saya tetap tidak bisa menahan tawa yang meluncur manis dari bibir ini. Saya menyerah, berjalan menuju kasir, dan membawa MMJ untuk diajak pulang.

Seorang teman blogger mengatakan, inti terpenting saat kita menulis adalah 'untuk apa?' Untuk apa sih kita nulis, apa yang akan kita sampaikan ke pembaca, paling tidak selesai membaca sebuah tulisan ,seseorang bisa mendapatkan sesuatu dari sana. Harus ada pesan yang jelas saat kita menulis, ini akan menjadikan tulisan kita lebih bermakna dan berbobot. Untuk apa nulis panjang-lebar-kali-tinggi kalau intinya cuma 'Hari ini gw ditraktir temen makan bakso dan gw seneng banget'. Itu sih ngga perlu niat nulis di blog, update aja di Facebook atau Twitter. 

Sedikit banyak hal inilah yang saya harapkan dari MMJ, dari seorang Raditya Dika. Apakah dia mampu memberikan tujuan 'untuk apa' dalam bukunya atau isi MMJ hanya tulisan tidak bermutu yang cuma ditujukan untuk membuat orang tertawa. Rasa skeptis itu masih menempel di kepala saya.

Cerita pertama: Orang Yang Jatuh Cinta Diam-diam. Kisah cinta Dika di SMP dimana dia hanya bisa mengagumi orang yang dicintai tanpa berani mendekati dan menyampaikan perasaannya. Konsep yang sederhana, tapi Radith meraciknya dengan cara yang benar-benar berbeda sehingga menghasilkan cara penyampaian yang berbeda pula. Kepolosan anak SMP, gap sosial antara geng populer dan geng cupu, naksir-naksiran, semua yang mengalami masa SMP pasti tau bagaimana rasanya. Itu dia, semua orang pernah merasakan apa yang Radith tuliskan sehingga setiap cerita terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Bagi saya, kekuatan utama dari buku ini karena pengalaman personal pembuatnya. Tidak ada yang lebih mengerti bagaimana rasanya cinta terpendam, ditolak, sampai jadian selain diri sendiri. Novel lain yang bercerita tentang seorang cewek nyomblangin sahabatnya dengan seorang cowok, kemudian mereka nikah, padahal cowok ini adalah selingkuhan cewek ini, dan dia nyatuin selingkuhan dan sahabatnya dalam ikatan pernikahan supaya suaminya ngga curiga (sebuah cerita rumit untuk dipilih) terlihat tidak terlalu masuk akal dan pasti tidak semua orang pernah mengalaminya (ada gitu yang ngalamin kejadian kaya gini di dunia nyata). Penulisnya juga mungkin hanya merangkai sebuah cerita tanpa pernah merasakan perasaan yang sesungguhnya tertuang di dalam buku (atau mungkin itu memang pengalaman pribadi dia?). Yah, itu lah intinya. Ngerti kan? Saya juga lumayan bingung sih (kenapa saya jadi dodol gini ya).

Sama persis dengan teman-saya-yang-ngefans-abis-sama-Raditya-Dika bilang, saya juga ngerasa ditamparin pas baca buku ini. Plus ngos-ngosan juga sih. Cerita Radith mungkin biasa, endingnya juga paling ketebak, tapi cara dia menulis, menyampaikan perasaannya, mengungkapkan apa yang dia rasakan, bikin saya lupa bagaimana caranya bernapas. Saya ngga pernah bisa menduga apalagi yang akan Radith rasakan, cerita seperti apa yang akan terjalin setelah hubungan ini, dan konsep apalagi yang akan Radith gunakan untuk tulisan selanjutnya. 

Satu hal yang tidak saya harapkan dari MMJ. Radith menuliskan beberapa permainan psikologis antara laki-laki dan perempuan, menggambarkan dengan sederhana bahwa laki-laki dan perempuan memang berbeda, dan bagaimana cara menghadapinya. MMJ juga membuat saya mengerti, bagaimana laki-laki memandang dan menyikapi cinta, melihat arti cinta dari sudut pandang laki-laki. Tulisan seperti ini membuat seri lengkap buku Mars vs Venus yang ngejelimet terasa tidak ada artinya. Bravo Radith!

Kebanyakan inti cerita, ide, konsep, atau apa yang teman blogger saya sebut 'untuk apa' terletak di akhir cerita. Dengan kata lain, punching line diletakkan di akhir dan membuat cerita berasa lebih 'nendang'. Loh, kalau gitu mustinya saya ngerasa ditendangin dong setelah baca MMJ, bukan ditamparin. Tapi arti punching itu sendiri kan meninju. Yah, sepertinya kata ditamparin lebih bisa diterima daripada ditendang atau ditinju. Harap diinget ya, ini konteksnya saat membaca sebuah cerita atau buku, bukan di kehidupan nyata. Saya jelas-jelas menolak semua bentuk kekerasan yang terjadi di dunia nyata (halah).

Lalu pertanyaan itu akan kembali ke saya, untuk apa saya nulis segini panjang tentang Raditya Dika. Akan saya jawab. Tulisan ini saya buat untuk mengapreasiasi seorang Raditya Dika. Lewat MMJ, pertanyaan saya selama ini tentang 'siapa sih Raditya Dika' akhirnya terjawab. Saya dapat mengerti mengapa seorang Raditya Dika begitu menginspirasi, saya bisa lihat hebatnya tulisan dia sehingga tak heran buku Radith betah nongkrong di rak bestseller. Kemudian saya membaca ulang blog Radith dan menemukan petuah bijak tentang menulis, salah satu yang selalu saya pegang dari pesan di tulisan itu adalah KISS, Keep It Simple Stupid. 

Saya juga merasa harus meminta maaf atas semua pikiran negatif saya terhadap Raditya Dika sejak Kambingjantan terbit melalui tulisan ini. Memang, Radith tidak akan membaca tulisan ini, dia juga tidak pernah tahu kan kalau saya pernah memiliki pikiran segitu jeleknya tentang dia, tapi saya merasa perlu untuk membuat satu tulisan khusus Raditya Dika. Mungkin ada orang lain di luar sana yang masih memiliki pemikiran seperti saya dulu, atau skeptis dengan buku ringan seperti MMJ, atau merasa tidak level baca buku sejenis MMJ. Saya tidak mau berkomentar banyak. Hanya coba saja dulu baca, mungkin pikiran kalian akan berubah :)


Foto jijaybajay saya sama MMJ:
- Mata beler karena mulai baca tengah malem dan ngga bisa berenti sampe jam 3 pagi.
- Baju tidur gambar beruang dan lope-lope (sori, saya masuk angin kalo pake lingerie doang).
- Kacamata minus yang tebel banget karena mata udah kering ditempelin softlense seharian.
- Kamar berantakan, lengkap dengan sebuah boneka tak berdosa yang ngga sengaja saya dudukin.

Trust me, butuh keberanian besar untuk memasang foto ini disini.

Senin, 19 Juli 2010

Film (dari, untuk, dan oleh) Perempuan

Apa yang langsung terlintas di kepala kalian kalau saya menyebut kata 'gender'? Topik yang berat? Tidak menarik? Membosankan? Bukan urusan gue? Atau mungkin tidak setuju dengan pemahaman kesetaraan gender yang sekarang mulai gencar disuarakan. Jika sebagian dari kalian berpikir seperti itu, saya harap kalian bisa bertahan membaca tulisan ini sampai selesai :)

Apa sih gender itu? Beberapa orang masih menganggap gender adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tidak, cakupan gender jauh lebih besar dari sekedar perbedaan jenis kelamin. Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya, bukan karena kodrat semata.

Laki-laki dan perempuan berbeda secara biologis, seperti perbedaan alat kelamin. Perbedaan seperti ini tidak dapat dipertukarkan dan bersifat kodrati. Kita tidak bisa memilih akan dilahirkan jadi anak perempuan atau laki-laki. Tetapi sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan ditentukan oleh lingkungannya. Perempuan diharapkan lemah lembut, penuh kasih sayang, simpatik, karena suatu saat dia akan menjadi seorang ibu. Laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa, karena nanti dia yang akan menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Pada dasarnya, perbedaan sifat ini dapat dipertukarkan, ada perempuan yang bekerja untuk menghidupi keluarganya, dan ada laki-laki yang emosional, penuh kasih sayang dalam merawat anak-anaknya.

Perbedaan gender tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender, namun pada kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai tindak ketidakadilan. Secara tidak disadari, ketidakadilan ini telah tersosialisasi dalam kehidupan sehingga lambat laun laki-laki dan perempuan percaya bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan kodrat. Akhirnya tercipta suatu struktur ketidakadilan gender yang 'diterima' dan sudah tidak dapat lagi dirasakan ada sesuatu yang tidak benar. Beberapa bentuk ketidakadilan yang sering ditemui di masyarakat adalah:
1. Subordinasi, berkaitan dengan pengendalian kekuasaan atau proses pengambilan keputusan dimana perempuan didudukkan pada posisi lebih rendah dari kaum laki-laki.
2. Stereotipe. Dalam masyarakat terdapat banyak stereotipe (pelabelan negatif) yang dilekatkan pada perempuan dan berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan perempuan. Misal stereotipe perempuan sebagai ibu rumah tangga menyulitkan mereka untuk aktif di sektor publik (bekerja, berpolitik, berbisnis) karena dianggap bertentangan dengan kodrat.
3. Marjinalisasi merupakan bentuk pemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan. Hal ini dapat terlihat dari ketimpangan upah yang didapat antara perempuan dan laki-laki serta pemisahan sektor pekerjaan dimana sektor pekerjaan perempuan terpusat di bidang yang dianggap feminim seperti guru, perawat, atau sekretaris.
4. Beban kerja. Peran gender perempuan yang paling melekat kuat adalah sebagai pengelola rumah tangga. Terkadang perempuan di lapisan miskin terpaksa berperan mencari nafkah pula sehingga beban kerjanya menjadi dua kali lipat. "Pekerjaan perempuan" di bidang domestik (rumah tangga) dianggap dan dinilai lebih rendah dibanding dengan jenis "pekerjaan laki-laki" serta dikategorikan bukan produktif.
Sejak dini perempuan sudah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka sebagai pengelola rumah tangga, sedang pihak laki-laki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni jenis pekerjaan domestik tersebut.
5. Kekerasan adalah serangan atau invasi secara fisik maupun mental psikologis seseorang. Bentuknya seperti pemerkosaan, pemukulan, sampai kepada bentuk yang lebih halus seperti pelecehan seksual. Percaya atau tidak, hal ini pun disebabkan pencitraan gender bahwa perempuan harus serba hati-hati, tidak boleh melawan, menjaga sikap dan tingkah lakunya, sehingga kaum perempuan lemah secara fisik dan mental. Kelemahan ini tidak menjadi masalah kalau saja tidak memicu pihak lain untuk berkuasa atau memperlakukan perempuan seenaknya.

Banyak sekali isu ketidakadilan gender yang berkembang di masyarakat. Hanya saya kita tidak menyadarinya, atau mengkin terlalu antipati untuk menelaah lebih jauh. Saya yakin, beberapa diantara kalian mungkin sudah pusing dan bosan membaca penjelasan gender barusan. Ada juga yang merasa kalau bentuk ketidakadilan yang saya jabarkan tadi terlalu berlebihan, 'toh memang sudah kodratnya perempuan'. Atau mungkin ada yang berpendapat bahwa laki-laki adalah pemimpin dan memiliki derajat lebih tinggi menurut agama.

Saya hanya mencoba berkata, bukalah mata kalian lebih lebar kepada isu ketidakadilan gender ini. Saya tidak mencoba memprovokasi agar kalian menuntut hak gender masing-masing, saya hanya ingin orang lain lebih aware dan peduli dengan isu gender. Paling tidak, dengan mengetahuinya saya tidak akan membiarkan bentuk ketidakadilan gender terjadi pada diri saya. Lebih jauh lagi, saya ingin membagi konsep ini agar orang lain tidak perlu mengalaminya. Saya bukan feminis radikal yang berdemo kesana kemari memperjuangkan hak perempuan, sekali lagi saya sebutkan, saya hanya ingin orang lain mengerti konsep gender secara benar, dengan demikian mereka dapat memperjuangkan haknya di masyarakat.

Tak terhitung berapa banyak text book yang membahas isu gender, tetapi lagi-lagi buku ini kurang diminati, mungkin karena topiknya terlalu berat atau terlalu sensitif untuk dibahas. Beberapa sineas Indonesia mengubah cara penyampaian topik gender dan secara cerdas membungkus tema ini dalam bentuk film. Tujuannya sama, agar perempuan lebih peduli dengan isu gender yang terjadi di masyarakat. Sejauh ini, ada dua film Indonesia yang khusus mengangkat tema gender. Pertaruhan dan Perempuan Punya Cerita.

Pertaruhan (At Stake)
Pertaruhan adalah sebuah film dokumenter produksi Kalyana Shira Films yang berisi 4 film pendek. Karena dikemas secara dokumenter, maka beberapa bagian terasa datar dan membosankan. Pertaruhan tidak dibuat dengan tujuan komersial, tapi untuk bercerita tentang perempuan dan kontroversi tentang tubuh perempuan. Melalui cerita dalam Pertaruhan, dapat dilihat bahwa perempuan tidak dapat memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi dirinya, bagi tubuhnya, karena semua itu diatur oleh norma dan stereotipe masyarakat.


Film 1: Mengusahakan Cinta.
Bersetting Hongkong karena mengangkat dua kisah cinta TKI. Rian yang lesbian tidak takut untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya disana, tapi ciut untuk membawa cerita cintanya ke Indonesia. Sedang Ruwati yang harus menjalani operasi rahim melalui lubang vagina menyebabkan calon suaminya tidak percaya lagi kalau Ruwati masih perawan.
Merry's thought: Sedemikian pentingkah arti keperawanan dibanding keselamatan jiwa orang yang disayangi. Beban mental Ruwati sendiri sudah cukup berat menghadapi penyakitnya, tidak perlu ditambah dengan pandangan sinis calon suami Ruwati akan arti keperawanan.

Film 2: Untuk Apa???
Bercerita tentang sunat perempuan yang dipercaya dapat mengurangi nafsu liar perempuan dalam seks. Tidak ada dalil yang cukup kuat untuk menjalankan ritual ini, bahkan isu ini juga diperdebatkan di kalangan ulama. Dari segi kesehatan pun tidak ada gunanya perempuan melakukan sunat. Pelaksaan sunat ini sendiri tidak jarang menimbulkan trauma bagi orang yang mengalaminya.
Merry's thought: "Sunat dilakukan agar perempuan dapat memuaskan suaminya", kurang lebih demikian perkataan salah seorang ulama dalam film ini. Apakah kodrat perempuan hanya sebatas untuk memuaskan nafsu laki-laki? 

Film 3: Nona Nyonya.
Sepertinya hanya perempuan hamil dan telah menikah saja yang bisa ke ginekolog. Bagaimana dengan perempuan single yang ingin memeriksakan kesehatan organ reproduksinya. Beberapa perempuan yang hendak melakukan tes paps meer untuk menghindari ancaman kanker leher rahim malah ditanya macam-macam oleh dokter bersangkutan. Apakah dia sudah menikah? Sudah berhubungan seks? Dan tidak jarang dokter menolak melakukan tes ini kepada perempuan lajang, alasannya tes papsmeer dapat menyebabkan robeknya selaput dara.
Merry's thought: Saya gemas sekali menonton film ini. Apakah saya harus menjadi seorang Nyonya dulu sehingga saya baru dapat melakukan papsmeer. Kanker leher rahim merupakan pembunuh wanita nomor satu, sudah atau belum menikah, pernah atau belum pernah berhubungan seks. Lagi-lagi, status sebagai perawan lebih dipentingkan dan selaput dara terlalu diagung-agungkan.

Film 4: Ragat'e Anak.
Menceritakan single mother yang bekerja sebagai pemecah batu di siang hari, dan alih profesi di malam hari menjadi PSK di kuburan Tionghoa. Ironisnya, bayaran mereka sebagai PSK yang tidak seberapa harus dipotong dengan 'retribusi' pada preman setempat. 
Merry's thought: Persoalan ekonomi yang seringkali membuat perempuan tidak memiliki pilihan lain dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Perempuan Punya Cerita (Chants of Lotus)
Dibuat oleh empat sutradara, terdiri dari empat cerita, di empat tempat yang berbeda.


Cerita Pulau.
Sumantri adalah satu-satunya bidan di salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Disana, Sumantri dekat dengan Wulan yang mengalami keterbelakangan mental. Suatu ketika Wulan diperkosa, Sumantri melaporkan kasus tersebut ke polisi dan bersedia menjadi saksi. Namun karena Sumantri pernah melakukan aborsi (yang bertujuan untuk menyelamatkan sang Ibu), maka laporan Sumantri tidak dipercaya. Penduduk desa menganggap aborsi adalah dosa, apapun alasan dibalik tindakan aborsi tersebut. Sumantri terjebak diantara dua pilihan saat mengetahui Wulan mengandung: kembali melakukan aborsi, atau membiarkan Wulan melahirkan seorang bayi yang kelak pasti tidak akan terurus.

Cerita Yogyakarta.
Mengangkat cerita kehidupan seks bebas anak SMU Yogyakarta. Sudah tidak asing lagi kalau anak SMU pernah melakukan hubungan seks ataupun aborsi. Jay, seorang wartawan Jakarta mencoba menyelami fenomena ini dengan menyamar menjadi mahasiswa dan mendekati beberapa anak SMU. Siapa sangka, Jay malah menjalin hubungan asmara dengan Safina, subjek penelitiannya.

Cerita Cibinong.
Esi berjuang hidup untuk anak semata wayangnya Maesaroh. Esi tidak pernah menyangka, Narto yang dipercaya untuk menjaga anaknya selama dia bekerja ternyata malah melecehkan Maesaroh. Esi pun mencari perlindungan kepada Cici sahabatnya. Masalah tidak berhenti sampai disini karena Kang Mansur yang dekat dengan Cici mengincar Maesaroh untuk dijual dalam sindikat perdagangan manusia (human traficking).

Cerita Jakarta.
Adegan dibuka dengan kematian Reno yang overdosis di toilet diskotik. Reno hanya mewariskan tumpukan hutang dan virus HIV untuk istrinya, Laksmi. Mertua Laksmi menganggap Laksmi lah yang menularkan virus HIV kepada Reno dan mereka berjuang untuk merebut Belinda, cucu mereka satu-satunya dari tangan Laksmi. Untuk mempertahankan Belinda, Laksmi harus hidup berpindah-pindah mengelilingi Jakarta. Laksmi mencoba bertahan, tapi dia sadar dengan kondisi fisiknya yang semakin lemah dan keuangan yang semakin menipis tidak mungkin untuk mempertahankan Belinda.

Kira-kira apa komentar kalian untuk cerita-cerita dalam film tersebut? Klise? Biasa saja? Bukan hal yang baru? Tidak aneh lagi? Tapi bayangkan kalau hal tersebut terjadi pada diri kalian atau orang yang kalian sayangi. Ambilah pemahaman gender agar kita tidak perlu mengalami bentuk ketidakadilannya, supaya orang lain dapat menghindarinya. Tidak perlu merasa alergi dengan kata gender, karena mau tidak mau, suka tidak suka, hal ini akan selalu kita temui di masyarakat.

Beberapa teori yang saya gunakan dalam tulisan ini diambil dari modul mata kuliah Gender dan Pembangunan, Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, 2003.

Rabu, 14 Juli 2010

Blythe Doll

Saat surfing di Flickr beberapa waktu lalu, saya menemukan foto boneka super cute. Berbeda dengan Barbie yang tinggi semampai, kurus, selalu tersenyum, girly, mewah, namun terlihat bodoh, Blythe adalah boneka dengan ukuran cukup tinggi (28cm) dengan kepala dan mata besar yang khas. Terlihat lebih cukup gizi dibanding Barbie. Yang lebih membedakan lagi, warna mata Blyhte dapat diganti dan dapat diarahkan ke berbagai posisi sehingga lebih ekspresif.



Blythe diciptakan tahun 1972 dan hanya dijual selama satu tahun oleh perusahaan mainan Kenner. Tahun 2000, buku This is Blythe diterbitkan dan tahun 2001 perusahaan mainan Jepang, Takara, mulai memproduksi edisi baru boneka Blythe. Boneka Blythe dikenal juga sesuai nama dagangnya, Kenner atau Takara. Di Inonesia sendiri boneka Blythe belum cukup dikenal dan sulit dicari. Pemesanan dapat dilakukan secara online di www.thisisblythe.com

Harga sebuah boneka Blythe terbilang mahal, berkisar antara $135 - $200. Belum lagi berbagai aksesorisnya; baju ($18 - $46), sepatu ($7 - $16), kornea mata ($4,75), wig ($18), sunglasses ($16 - $42).



Hobi mendandani boneka Blythe biasanya sejalan dengan hobi menjahit atau fotografi. Pemilik Blythe seringkali mendandani bonekanya dengan baju rancangan sendiri, tak terlihat aneh karena pemilik Barbie juga melakukan hal yang serupa. Yang menarik adalah mereka menjadikan bonekanya sebagai objek foto dan pencitraan diri. Boneka Blythe memang lebih ekspresif sehingga cocok dijadikan objek foto, dan cara pemiliknya mendandani Blythe masing-masing dapat mencerminkan kepribadian mereka. Terdapat beberapa komunitas Blythe yang saling berbagi foto dan mengupdate secara berkala perkembangan boneka masing-masing. Salah satunya saya temui di Flickr.



Kalau saya lebih suka bernarsis ria di depan kamera, maka pemilik Blythe lebih senang boneka mereka yang diabadikan dalam foto. 



Kecenderungan khas orang Indonesia (termasuk saya) saat bepergian adalah foto di tempat-tempat yang merupakan icon dari kota tersebut. Tetapi, jika pemilik Blythe yang bepergian, maka hasilnya akan seperti ini.


Saya sih iri aja gitu sama yang terakhir ini. Kalau saya yang ke Paris, mana mau bela-belain take great photos of my blythe, mending saya sendiri yang foto bareng Eiffel.

Minggu, 04 Juli 2010

Saya Benci Copycat !!!

Copycat is one who imitates others' work without adding ingenuity. Copycat adalah orang yang meniru karya orang lain tanpa menambahkan kecerdikan.

Biasanya seseorang akan meniru gaya berpakaian, cara berbicara, gaya hidup idolanya atau seseorang yang dianggap dapat dijadikan panutan hidup. Bagaimana jika orang tersebut tidak meniru seseorang yang berpengaruh, tapi meniru saya yang notabene bukan siapa-siapa. Akankah saya bangga? Senang? Merasa hebat karena menjadi trendsetter? Tidak. Saya justru merasa SANGAT terganggu.

Saya tidak marah jika orang lain meniru gaya berpakaian saya, toh banyak orang yang memiliki cara berpakaian seperti saya. Rasanya saya tidak memiliki cukup passion di bidang fashion sehingga tidak merasa dapat menjadi trendsetter di bidang ini. Kalau ada orang lain meniru gaya saya, mungkin mereka sudah kehabisan ide atau majalah fashion yang bisa dicontek.

Saya juga tidak akan marah ketika orang lain menggunakan istilah-istilah atau ungkapan yang sering saya gunakan. Saya hanya kaget saja, ternyata ungkapan dan istilah aneh yang saya gunakan laris manis di pasaran. Ngga sia-sia saya sering nonton, denger radio, baca buku sehingga kosa kata saya semakin bertambah. Sepertinya orang-orang itu hanya kurang referensi saja. 

Saya marah jika orang tersebut sudah meniru ranah pribadi dan privasi saya.

Sewaktu saya kuliah, sahabat saya yang baru jadian memanggil pacar barunya dengan panggilan sayang yang SANGAT MIRIP dengan saya. Panggilan sayangnya dia kepada si pacar adalah Tam2. Dan panggilan sayang saya ke pacar mantan pacar adalah Tem2. Kuping saya rasanya panas ketika sahabat memanggil pacarnya. Duh, ngga kreatif banget sih bikin nama panggilan. Harus ya, nyama-nyamain nama panggilan gitu? Kreatif dikit sih jadi orang. Mentang-mentang saya yang nyomblangin mereka, mentang-mentang sahabat saya satu jurusan sama saya, mentang-mentang pacar dia satu jurusan sama pacar mantan saya, jadi nama panggilannya harus sama? Otomatis, sejak saat itu saya malas memanggil nama pacar mantan dengan Tem2. Dan ketika sahabat saya putus dengan pacar barunya, saya jadi orang yang paling bahagia di dunia ini. Panggilan sayang saya pun kembali lagi.

Lalu saya bertemu dengan teman jauh di dunia maya. Bukan teman secara langsung, hanya teman dari seorang teman, dan saya tidak terlalu mengenal dia. Saya mulai merasa kalau dia meng-copycat beberapa hal dari saya ketika dia mengikuti semua hal yang sedang saya gemari. Ketika saya demam baca buku dan mereviewnya, dia akan segera membaca buku tersebut dan ikut mereview. Saat saya keranjingan olshop, dia meng-add semua list olshop saya dan berbelanja dari situ. Saat saya sudah bosan dengan kedua hal itu, dia pun akan ikut meninggalkannya.

Saya belum merasa terganggu dengan sifatnya yang mengcopycat. Saya hanya berpikir positif, mungkin dia juga lagi suka baca buku dan olshop. Tapi ketika beberapa istilah saya mulai digunakan olehnya, mulailah saya merasa sebal dan terganggu. Duh, be creative please. Kenapa semua hal yang saya lakukan harus kamu kerjakan juga sih? Apa kamu ngga punya kesibukan lain? Atau kamu ngga tau harus melakukan apa sehingga kamu selalu meniru semua hal yang sedang saya gandrungi? Kalau memang seperti itu, betapa menyedihkannya hidup kamu. Kamu tidak tahu apa yang benar-benar kamu sukai dan hanya jadi pengikut orang lain saja.

Walau hati mulai jengah dengan kelakuannya, saya masih bisa mentolerir semua itu. Sampai akhirnya dia mengikuti jejak saya di dunia blogspot. Saya iseng berkomentar, "Eh, ngblog juga ya? Sama dong. Mampir2 ya ke blog gw". Dan dia dengan tidak berdosa berkata "Iyaaaa....gw kan ngblog terinspirasi dari lo Cha". Ugh, saya cuma bisa ngelus dada.

Saat saya membaca blog dia, saya menjerit tertahan. Gosh, rasanya tulisan saya dipublish ulang disana. Dengan seenaknya dia menulis ulang beberapa paragraf dari tulisan saya dan seolah-olah itu adalah tulisannya sendiri. Seakan-akan itu adalah buah pikirannya sendiri. Hasil karyanya, bukan hasil karya saya. Hobi copycatnya tidak berhenti sampai disitu, saat saya menulis topik A, dia pun akan menulis topik A. Ketika saya membahas topik B, beberapa saat kemudian dia akan menulis topik yang sama. Pilihan kata, format penulisan, gaya menulis, semuanya sama seperti saya. 

Marah dan kesal tentunya. Tapi saya tidak pernah bisa mengungkapkan betapa kesalnya saya kepada orang yang bersangkutan. Untungnya beberapa teman saya, yang juga teman dia, mengakui kalau dia sangat mengcopycat saya, dan mereka tahu kalau semua tulisan dia meniru dari blog saya. Rasanya itu pun sudah cukup. Dan kabar pengcopycat sejati itu? Dia berhenti dari dunia blogspot setelah sebulan bergabung. Terbukti, meniru sesuatu yang bukan merupakan hobi atau passion diri pribadi tidak akan berlangsung lama.

Dan sekarang, ketika saya blogwalking, betapa kagetnya karena beberapa blog merubah tampilannya MIRIP seperti saya. Gosh, haruskah saya selalu bertemu dengan copycaters? Saya tidak munafik, saya juga melihat beberapa blog untuk merubah tampilan, tapi bagaimana caranya saya meramu semua 'bahan' tersebut, ditambahkan dengan sentuhan personal, sehingga gaya pribadi saya akan terlihat dari tampilan blog. Saya TIDAK meniru blog tersebut. Saya membuat tampilan blog yang sesuai dengan gaya saya. Tidak asal comot, karena apa yang tertampang di Merry go Round akan mewakilkan diri saya sepenuhnya. Dan saya tidak mau main-main dengan hal ini.

Butuh waktu cukup lama untuk mengumpulkan materi, mengonsep ide saya, mencari orang yang tepat untuk membuatnya, mencari template yang sesuai, dan betapa bangganya saya dengan hasil akhirnya. Jerih payah saya terbayar dengan tampilan Merry go Round sekarang. Tapi beberapa orang tersebut dengan gampangnya mengcopycat ide saya dalam hitungan hari, mengubah tampilan blog mereka, dan seolah-olah itu adalah ide mereka. Tidak tahukah mereka perjuangan panjang saya untuk tampilan Merry go Round yang baru? Rasanya saya ingin kembali mengubah layout Merry go Round yang belum genap sebulan ini. Saya benci melihatnya. Saya benci jika ingat tampilan ini sudah dicopycat orang lain.

Saya tidak melarang orang lain mendapat inspirasi dari Merry go Round. Malah saya bangga jika Merry go Round bisa menginspirasi. Tetapi inspirasi berbeda dengan meniru. Inspirasi adalah bagaimana kalian mengkombinasikan ide tersebut dengan gaya dan pikiran pribadi sehingga menghasilkan sesuatu yang personal. Bukan meniru secara utuh. Menginspirasi BERBEDA dengan meniru. (should I write it twice?).

Pesan saya untuk para copycaters:

Be a trendsetter please and stop being my follower. Kind of annoying for me.


Sahabat saya sih menyikapinya dengan santai:
"Lo bilang gini aja Cha. Aduh, jadi terharu dibilang menginspirasi. Kamu sangat terinspirasi sepertinya. Kalo aku terjun ke jurang mungkin kamu juga ikutan terjun ya."

Jadi para copycaters, apakah kalian ikut terjun ke jurang juga kalau saya terjun?

Like Jack said to Rose
"You jump I jump".

Kamis, 01 Juli 2010

Tersenyumlah :)

Hal-hal kecil ini selalu manjur membuat saya tersenyum:
 
1. Ngga ketinggalan bus pas berangkat kerja.

2. Dapet tempat duduk di busway.

3. Lewat Bunderan HI dan air mancurnya menyala sempurna. 

4. Lagu favorit diputer di radio, walau sebenernya udah punya playlistnya di Hp.

5. Menang kuis di radio.

6. Gebetan di kantor lewat depan ruangan saya.

7. Cowo ganteng divisi laen mampir ke ruangan saya, apalagi....

8. ternyata dia masih single (hohoo, lebar senyum saya bisa sampai kuping tuh).

9. Dapet makanan gratis, dan

10. ber 'keerr-keerrr' ria dengan teman satu ruangan.

11. Kebelet pipis terus ke toliet

12. Pulang tenggo. Jam 5 'teng' langsung 'go'.

13. Di sms atau di telpon teman lama.

14. Tiba-tiba dapet kabar dari TTM yang telah lama menghilang.

15. Minum Cimory.

16. Bawa kue ke kantor dan pura-pura kalau hari itu saya ultah.

17. Ada yang komen dan baca Merry go Round.

18. Dapet berita kalau mantan saya sengsara menderita. Hahahahaha.... noooo, I'm just kidding ;)

Hal-hal yang saya sebutkan ini bisa banget didapetin setiap hari. Ngga perlu sesuatu yang besar untuk membuat saya tersenyum dan merasa bahagia.

Ternyata, untuk tersenyum kita ngga perlu melakukan suatu hal yang ribet. Kita bisa senyum lewat hal-hal yang simpel dan sepele. Kalau kita bisa bersyukur dan menemukan sesuatu yang positif dalam segala sesuatu yang sederhana, hati akan tertawa dan otomatis senyum akan terkembang. Terlalu memikirkan hal-hal sepele akan membuat susah diri sendiri. Lebih baik tersenyum dari hal sepele, daripada marah-marah dan membuat mood jelek karena hal ngga penting.

Saya jadi ingat perkataan seseorang
"Senyum kamu tuh nunjukin betapa kamu sangat menikmati hidup ini. Senyum lebar yang menularkan keceriaan untuk orang lain.  Aku suka senyum kamu."

Jadi, hal kecil apa yang dapat membuat kalian tersenyum?

PS: Tulisan ini diambil dari diary lama saya semasa awal perkuliahan. Ah, saya jadi membaca lagi catatan perjalanan hidup bersama kamu ya. Semoga kamu baik-baik saja dan bahagia bersamanya :)