Sabtu, 17 September 2011

Cerita Cinta Kahitna

Prolog: Postingan ini akan lebih terasa feelnya jika dibaca sambil mendengarkan lagu-lagu Kahitna. Yang sangat direkomendasikan adalah lagu Seandainya Aku Bisa Terbang, Soulmate, Bintang, Sampai Nanti, Takkan Terganti, Cantik, Cerita Cinta, Cinta Sudah Lewat, tambahkan lagi lagu-lagu Kahitna favorit kalian sebelum membaca lebih jauh. Enjoy :) 

Dua puluh lima tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk sebuah kelompok musik dapat bertahan di industri musik Indonesia yang terus berubah mengikuti zaman. Sebagai kelompok musik yang terbentuk di tahun 1986 Kahitna tetap konsisten berkarya dengan lagu-lagu bertema cinta yang mengiringi banyak cerita cinta para pendengarnya. Tidak sedikit album yang telah Kahitna keluarkan, tidak sedikit pula penghargaan yang mereka raih dari karya yang telah dibuat. Untuk ukuran kualitas musik, Kahitna tidak perlu diragukan lagi, untuk lagu-lagu bertema cinta yang mampu melumerkan hati siapapun yang mendengarnya, Kahitna tentu juaranya

Dengan usianya yang menginjak 25 tahun, sudah tak terhitung lagi berapa generasi yang telah 'tersentuh' oleh lagu-lagu Kahitna. Lagu Kahitna pertama yang saya kenal dengan baik adalah Cantik yang dirilis di tahun 1996 sedangkan lagu pertama yang bisa saya nyanyikan dengan utuh adalah Setahun Kemarin (1998). Dua puluh lima tahun berkarya bisa dibilang Kahitna seusia dengan saya, 25 tahun sudah Kahitna menemani saya dengan lagu-lagu cinta mereka, menorehkan kenangan abadi dalam perjalanan hidup dan cinta saya, dan saya yakin seluruh soulmate Kahitna pun memiliki ceritanya masing-masing dengan setiap lagu Kahitna. Tidak perlu menyebutkan soulmate Kahitna sebagai bentuk jamak dari penggemar Kahitna, mama saya sendiri pun pasti memiliki banyak kenangan dengan lagu-lagu Kahitna, akan sangat menyenangkan jika saya, mama, bersama ribuan soulmate lainnya bisa bernyanyi bersama dan menyelami kenangan indah itu bersama Kahitna di dua puluh lima tahun pencapaian mereka. Dan Kahitna mewujudkan impian saya, mama, serta ribuan soulmate lainnya di Kamis tanggal 15 September kemarin, di konser Cerita Cinta 25 Tahun Kahitna. 

Tiket konser Cerita Cinta 25 Tahun Kahitna

Untuk sebuah konser yang diadakan bulan September, saya niat membeli tiketnya di bulan April. Untuk nama sebesar Kahitna yang tiket presale-nya langsung habis diburu para soulmate saya yakin tidak perlu waktu lama agar seluruh tiket untuk setiap bangku di JCC mengalami nasib yang sama, dan sebulan menjelang konser seluruh tiket telah sold out. Hujan deras dan kemacetan Jakarta mewarnai Kamis sore di tanggal 15 September itu. Dengan menggandeng tangan mama kami masuk ke dalam convention hall, menembus kerumunan soulmate di pintu utama JCC, mengantri kembali sampai pintu tribun dibuka untuk kemudian berjuang kembali mendapatkan tempat yang nyaman. Untuk kali ini saya yang biasanya berada di kelas festival pindah ke kelas tribun, tidak tega rasanya jika mama harus berdiri berdesakan di bibir panggung selama hampir tiga jam. Dari tempat kami duduk mulai terlihat bangku-bangku mahal di depan tribun mulai terisi dan penonton kelas festival dengan semangat berlarian mencari posisi paling strategis. Jam sudah bergerak melewati angka delapan namun konser tidak kunjung dimulai, penonton yang mulai bosan menunggu sekarang terlihat tidak sabar dan melontarkan berbagai komentar. Akhirnya lampu panggung diredupkan dan Jamaica Cafe tampil membuka acara.

JCC yang dipenuhi Soulmate Kahitna


Kahitna membuka dengan lagu Lajeungan dan setting panggung beretnik Indonesia 

Tirai putih tipis di balik panggung mendadak jatuh saat Jamaica Cafe selesai bernyanyi, disana personil lengkap Kahitna mulai menyapa penonton dengan lagu Lajeungan yang berhasil menyabet penghargaan Yamaha Band Explosion di tahun 1991. Carlo, Mario, dan Hedi Yunus dengan energik bernyanyi dalam nada etnik Indonesia disertai koreografi yang juga khas tarian daerah Indonesia. Latar panggung dipenuhi dengan gambar-gambar khas Indonesia, membuat semua soulmate menyadari bahwa di awal kemunculannya Kahitna bukanlah band spesialis lagu cinta, melainkan sebuah band beraliran jazz fusion etnik. Sebuah sisi Kahitna yang tidak saya kenal sama sekali, sebuah gubahan lagu yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Selesai Lajeungan disambung lagi dengan lagu Merantau yang lagi-lagi terdengar asing di telinga, irama bernuansa Minang ini masih belum mampu menggerakkan 3.500 orang yang memenuhi JCC untuk ikut bernyanyi bersama, sepertinya tidak sedikit yang senasib dengan saya dan baru kali pertama mendengarkan lagu Merantau.

Anjas - Dian di atas panggung

Break sebentar dan pasangan Dian Nitami dan Anjasmara hadir di tengah panggung saling melontarkan pujian cinta dengan menyelipkan beberapa judul lagu pamungkas Kahitna yang akan dibawakan malam itu. Selesai Dian dan Anjas meninggalkan panggung kembali layar-layar bergerak dan menampilkan formasi Kahitna berbalut setelan jas cokelat dengan dasi kupu-kupu yang menjadi ciri khas mereka. Lagu Seandainya Aku Bisa Terbang yang membuka penampilan kali ini langsung disapa hangat oleh para soulmate yang langsung histeris dan ikut bernyanyi. Lagu lawas Seandainya Aku Bisa Terbang masuk ke dalam album pertama Kahitna yang rilis di tahun 1994, nasibnya akan menjadi salah satu lagu yang juga asing di telinga saya jika saja Jak FM seharian itu tidak berbaik hati memutar lagu-lagu Kahitna seharian penuh. Kahitna Day yang diadakan stasiun radio Jak Fm membuat saya ngeh dengan lagu lawas ini dan membuat saya jatuh hati di refrain pertamanya.

"Seandainya aku bisa terbang
Kan kujelang engkau kekasih
Seandainya aku bisa terbang
Kan kugapai engkau kekasih
Dan kupeluk engkau sungguh
Untuk selamanya" (Seandainya Aku Bisa Terbang, Kahitna)

Lagi-lagi, lirik sederhana penuh makna dilebur dengan alunan piano khas Yovie Widianto selalu membuat lagu-lagu cinta Kahitna sampai ke hati para pendengarnya. Memberi puja-puji untuk para wanita dengan kata sebutan Cantik, Dewi, Permaisuri, yang sukses membuat seluruh soulmate lumer saat mendengar setiap lirik lagu Kahitna. Mau lagu cinta bahagia, sedih karena ditinggal pacar, cinta segitiga, cinta bertepuk sebelah tangan, cinta jarak jauh, cinta beda agama, lagu pertunangan sampai pernikahan semua dibuat oleh Kahitna, mengiringi ribuan kisah cinta nyata yang dialami para soulmate. Namun hebatnya, semua lagu cinta yang Kahitna bawakan malam itu, mau cerita cinta bahagia maupun cerita cinta super duper ngenes tetap membawa aura bahagia dan disambut antusias oleh para soulmate. Semua bernyanyi sepenuh hati dan mengulang kenangan cerita cinta masing-masing bersama Kahitna. 

 Setting panggung didominasi foto seorang perempuan saat Kahitna memperkenalkan lagu Suami Terbaik

Bintang tamu yang hadir di konser Cerita Cinta tampil tak kalah cemerlang, The Groove membuat soulmate ikut bergoyang dengan lagu Selamat Ulang Tahun Cinta yang digubah menjadi lebih groovy. RAN tampil energik membawakan Setahun Kemarin dan Cinta Sudah Lewat sedangkan Maliq D'Essential melagukan Permaisuriku. Dalam konser ini Kahitna memperkenalkan lagu baru mereka yang belum rilis dan para soulmate yang memadati JCC mendapat kehormatan menjadi saksi lagu Suami Terbaik diperdengarkan kepada publik. Lagi-lagi, lagu yang berkisah cinta mendalam seorang suami terhadap istrinya yang telah meninggal ini sarat dengan kata cinta dan puja-puji kepada wanita yang dicintai.

Full orchestra 

Sampai Nanti Kahitna :)

Untuk sesi terakhir Kahitna tampil kembali dengan formasi full orkestra berbalut setelah berwarna putih dan hitam, membuat suasana terasa lebih megah dan sakral. Mereka terus membawakan nada-nada lagu yang menjadi hits di perjalanan karir mereka selama 25 tahun berkarya; Tak Sebebas Merpati, Menikahimu, Takkan Terganti, Soulmate, sampai Mantan Terindah semua disambut antusias oleh para soulmate. Lagu Cerita Cinta yang merupakan lagu pamungkas Kahitna dan termuat dalam album pertama mereka membuat para soulmate berdiri, bernyanyi dan ikut larut dalam irama yang memenuhi seluruh sudut JCC, seakan menyadari sebentar lagi konser yang berlangsung selama 3 jam ini akan segera berakhir. Seakan tidak rela untuk mengakhiri cerita cinta malam ini, Kahitna menutup konser dengan lagu Sampai Nanti.

"Sampai nanti, tak terbatas inginku
Harap ini takdirku tuk slalu denganmu
Sampai nanti, jiwa ini untukmu
Bukan hanya sumpahku
Tuk slalu denganmu oh dewiku" (Sampai Nanti, Kahitna)

Malam itu, saya pulang dengan hati hangat setelah berbagi Cerita Cinta bersama Kahitna. Lagu Bintang yang masuk di album Lebih Dari Sekedar Cantik (2010) mengalun di benak saya, menemani angan ini pergi jauh meninggalkan asa yang menghimpit di dalam hati. 

"Biar bintang tak datang
Ku yakin hatiku hanyalah untukmu
Walau bintang menghilang
Ku sampaikan salam sayangku untukmu

Meski mungkin aku yang harus pergi 
Tak apa tanpa harus ku mengerti 

Biar aku melangkah 
Menemani bintang menerangi malam
Jangan resahkan aku
Yang penting bahagia untukmu selalu kasihku

Meski mungkin aku yang harus pergi
Tak apa tanpa harus ku mengerti

Biar aku melangkah 
Menerangi bintang menerangi malam 
Jangan resahkan aku
Yang penting bahagia untukmu selalu kasihku
Yang penting bahagia untukmu selalu kasihku

(kasihku sayangku semua untukmu)
Yang penting bahagia untukmu selalu kasihku" (Bintang, Kahitna)


Terimakasih Kahitna untuk Cerita Cinta yang telah menemani para soulmate selama 25 tahun kalian berkarya.


PS: Untuk siapapun calon pendamping hidup saya kelak, saya mau dilamar pake lagu Kahitna :D 

Minggu, 11 September 2011

Launching Kompas TV

Konten Kompas TV

Hari Jumat 9 September kemarin Kompas TV resmi diluncurkan dan siap memberi warna baru dalam ranah dunia pertelevisian Indonesia. Mengusung slogan "Inspirasi Indonesia" Kompas TV mengedepankan program news, adventure and knowledge, serta entertainment yang mengedepankan kualitas. Konten-konten yang dihadirkan berpusat kepada kekayaan budaya, alam, dan tradisi Indonesia yang begitu kaya namun belum dieksplorasi secara mendalam. Hanya dari beberapa potongan scene berbagai program yang akan ditampilkan di Kompas TV saja mampu membuat saya makin jatuh cinta dengan Indonesia dan semakin gatal ingin menjelajahi setiap sudut negeri ini. Sebagai contoh Hidden Paradise membawa kita melihat pojokan-pojokan terpencil dari Indonesia yang belum terjamah industri pariwisata dan menghadirkan keindahan alam yang memukau, Teroka sedikit lebih ekstrim karena beragam gua vertikal maupun horizontal serta belantara hutan lebat Indonesia akan dijelajahi bersama Cahyo Alkantana yang sudah lama berkecimpung dalam dunia ini. 

Untuk anak-anak Kompas TV pun mempersiapkan program andalan yang mendidik tanpa terasa menggurui seperti Jalan Sesama (Sesame Street) dan Science is Fun. Namun bagi saya yang bukan usia anak-anak lagi masih bisa menikmati acara Kampung Main yang menulusuri permainan khas anak-anak daerah yang saat ini makin sulit ditemui di tengah gerusan teknologi yang terus berkembang, betapa permainan di alam bebas dengan menggunakan material sederhana ternyata sangat menyenangkan, betapa kayanya Indonesia dengan permainan anak yang sangat beragam dan berbeda-beda di setiap daerahnya, dan betapa harta karun seperti ini dengan rapuhnya dapat menghilang ketika gempuran permainan modern mulai memasuki desa. Bonusnya host dari acara ini oke juga *kedipkedip*. Nah, kalau acara yang lebih fresh ada Stand Up Comedy yang masih terdengar asing di telinga awam masyarakat Indonesia. Stand Up Comedy merupakan seni melawak (komedi) yang disampaikan secara live oleh seorang komedian, acara ini dipandu oleh Pandji dan Raditya Dika (fans Raditya Dika silahkan langsung meluncur ke Kompas TV).

Simfoni Semesta Raya

Bersamaan dengan mengudaranya Kompas TV maka konser Simfoni Semesta Raya digelar sebagai perhelatan pertama sebuah chanel televisi yang akan menampilkan konten-konten unggulan dari Kompas Gramedia grup ini. Saya berhasil mendapatkan undangan untuk menghadiri konser Simfoni Semesta Raya, bukan sebagai orang penting yang berkiprah dalam dunia hiburan atau pertelevisian Indonesia, tapi sebagai seorang yang kepo mengirimkan banyak twit ke @kompastv demi memenangkan dua buah undangan. Yeah, bagaimanapun ceritanya akhirnya saya menjadi salah satu saksi lahirnya Kompas TV secara live!

Invitation

Host of the night: Nadine Chandrawinata, Darius Sinathrya, Safira

Kalau ditanya lebih enak nonton konser di rumah atau nonton secara live tentu keduanya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Nonton di rumah lebih enak karena bisa duduk nyaman di sofa, nggak perlu berdesak-desakan, tinggal melihat apa yang disodorkan oleh kamera dan tidak perlu berdiri jinjit kaki demi melihat performance artis-artis yang hadir, dan bebas dari ancaman lapar, haus, pegal, maupun kebelet pipis. Tapi nonton secara langsung lebih seru karena mendapat aliran energi dari berbagai penampilan artis, jingkrak-jingkrak bareng Giring, menari ala laskar pelangi sambil memainkan marakas yang berbunyi riang, melihat Afgran dari dekat dan tersihir oleh pandangan matanya yang menghanyutkan dan membuat semua orang sontak berteriak 'Afgaaaaaaannnnn.....' sampai tenggorokan serak, atau terpesona melihat penampilan Rossa yang hadir bak malaikat menyanyikan lagu Mahadewi milik Padi. Nonton acara yang berlangsung live seperti ini dan diselingi oleh iklan di beberapa bagiannya membuat saya tahu proses yang terjadi di balik layar,  mulai dari menggotong-gotong piano ke tengah panggung, menggotong piano kembali ke pinggir panggung, mendapat briefing singkat dari panitia untuk menggunakan marakas di saat yang tepat, sampai penampilan Stand Up Comedy oleh Pandji untuk menghilangkan bosan di kala iklan datang. 


In the middle of crowd with Kania Safitri :D

Andieeenn....

Kolaborasi jazz Monita, Andien dan Citra 

 Raditya Dika nervous maksimal :p

Afgaaaaannn....

Giriiing.....

Judika


Tepar di antara jeda iklan

Terlepas dari kontroversi dari Komisi Penyiaran Indonesia bahwa Kompas TV belum memiliki izin siaran dan pihak Kompas TV yang keukeuh bahwa mereka adalah content provider dan tidak membutuhkan izin siaran, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang berharap banyak dengan materi-materi yang akan disuguhkan oleh Kompas TV. Siap untuk jatuh cinta dengan Indonesia?

PS: Sebagaian foto merupakan milik Kania Safitri, mohon untuk tidak mengunduh foto dalam halaman ini tanpa izin.

Senin, 05 September 2011

Heading to Oslo

Gerbang kayu hitam besar itu dihiasi dengan tempelan puluhan kupu-kupu kertas, beberapa pos penjaga menandakan tempat ini merupakan perbatasan antara Swedia dan Norwegia. Saya menahan napas saat bus berhenti di salah satu pos dan seorang petugas imigrasi menghampiri supir bus untuk meminta daftar nama penumpang, secara tak sadar tangan saya meraba tas kecil yang berada di balik baju untuk memastikan paspor bersama barang berharga lainnya tetap berada aman disana. Pemeriksaan imigrasi selalu membuat saya berdebar-debar, tidak mau membuat kesalahan sekecil apapun yang menyebabkan saya bermasalah di negara orang. Petugas tersebut sepertinya cukup puas dengan memeriksa daftar nama penumpang dan bus dipersilahkan melaju masuk ke kawasan Norwegia, atau mungkin dia bosan dengan banyaknya kendaraan yang hilir mudik perbatasan ini dan notabene didominasi warga Uni Eropa sehingga pemeriksaan imigrasi berjalan cukup longgar. Entahlah, saya hanya fokus kepada satu fakta penting, saya berada di Norwegia sekarang.

 Pemandangan di sepanjang jalan menuju Oslo




Memandangi langit biru Swedia di belakang sana dari balik kaca jendela bus yang besar, mengingat kembali hari-hari menyenangkan bermandikan hangat sinar matahari musim panas bersama teman-teman baru, mencoba membaui udara yang sudah berubah dengan udara Norwegia dan bersyukur kepada Tuhan akan pencapaian perjalanan saya sejauh ini. Bahkan dalam mimpi saya yang paling gila sekalipun tidak pernah saya membayangkan pergi menjelajah Eropa seorang diri. Hutan hijau lebat melintas dengan cepat di balik jendela saya, cuaca mulai berubah menjadi lebih dingin dan gelap, barometer udara di dalam bus semakin lama menampilkan angka yang semakin rendah sejak kami melewati perbatasan Swedia - Norwegia. "Pasti di Norwegia nanti dingin", pikir saya sambil melirik jaket tipis yang setia menemani sejak boarding di Bandara Soekarno - Hatta, Jakarta. Rintik hujan mulai turun membasahi jalanan di luar sana, dingin mulai merasuk ke dalam bus dan angka barometer udara bus semakin anjlok lagi, saya teringat ramalan cuaca saat berada di Göteborg sore tadi, "Suhu akan mencapai titik tertingginya hari ini, 27 derajat Celcius namun sore hari diramalkan hujan akan turun". Saya memang sangat bergantung dengan prakiraan cuaca selama berada di benua biru ini, selama di Swedia ramalan cuaca dapat diandalkan kebenarannya. Sepertinya cuaca di zona perbatasan ini mirip dengan ramalan cuaca di Göteborg, pasti di Göteborg juga hujan sedang turun membasahi taman-taman kota.

Perjalanan Göteborg - Oslo memakan waktu selama empat jam, Swebus yang saya tumpangi sore hari dari Göteborg akan sampai di terminal Oslo pukul sembilan malam. Pemandangan sepanjang perjalanan tidak terlalu menarik minat saya, setelah tertidur beberapa lama saya terbangun dengan langit gelap dan awan kelabu yang menggantung di luar sana. Rumah-rumah penduduk mulai terlihat di sisi jalan, mobil pribadi juga mulai memenuhi sudut jalanan, sepertinya saya sudah sampai di pinggiran kota Oslo. Sambil merenggangkan badan untuk menghilangkan pegal karena tertidur di kursi bus yang keras saya menyiapkan diri karena jam di pergelangan tangan menunjukkan waktu setengah sembilan malam, sebentar lagi saya sampai ke Oslo. Bus menikung tajam dan memberi saya pemandangan baru yang menakjubkan, perairan Oslo terhampar lebar di bawah sana, yacht-yatch pribadi bersandar kalem dan memenuhi tepian perairan, tebing cadas tinggi kasar menjulang melingkupi perairan sekitar sekaligus menjadi background yang melengkapi pesona tempat ini. Awan kelabu menggantung rendah dan kabut yang mulai turun memberikan suasana magis yang langsung terekam dalam memori otak saya, beginilah cara Norwegia menyambut saya, dengan pesona alamnya yang memukau dan cuaca dingin tanpa ampun yang siap menyapa di luar sana. Dalam diam syahdu menikmati segala pesona alam ini saya tidak bisa membendung haru yang merasuk tanpa ampun, haru yang membuat saya mati-matian menahan air mata yang mulai menggenang di sudut mata. Saya sampai ke Norwegia, saya berhasil datang ke negara ini, semua kenekatan yang saya lakukan mengantarkan saya ke tempat ini, ucapan konyol saya yang berucap "Kalau nanti saya main ke Oslo" di kolom komentar salah satu teman blogger ternyata menjadi kenyataan. Mimpi ini terlalu indah untuk jadi kenyataan...

Langit kelabu Oslo dengan yatch di tepian perairan

***

Sepuluh menit menuju pukul sembilan malam bus memasuki terminal Oslo S, semua penumpang turun dan mengeluarkan bagasinya. Dengan jaket tipis yang melindungi badan dan ransel kecil tersampir di bahu saya siap menjejakkan kaki di Oslo, wuussh angin dingin langsung menerpa begitu saya keluar dari bus, cepat-cepat saya mengeluarkan ransel lainnya dari bagasi dan segera masuk ke dalam terminal yang hangat. Sesaat saya bingung, harus kemana dari sini? Saya sudah janjian dengan Felicity yang bersedia memberikan tumpangan di rumahnya selama saya berada di Oslo, dia akan menjemput di terminal pukul 21.10 sesuai dengan jadwal kedatangan bus saya. Ketepatan jadwal transportasi di Eropa memang selalu bisa dipercaya kebenarannya, hanya saja jadwal kedatangan saya ternyata lebih cepat 10 menit. Dengan dua ransel berat tergeletak di bawah bangku yang sedang diduduki saya mencoba mengirim sms untuk Feli dan mengabarkan saya sudah sampai di terminal Oslo S. Kartu Simpati di dalam ponsel telah berganti sinyal menjadi N NetCom namun sepertinya sms saya nyangkut entah dimana, waduh bagaimana cara mengabarkan Feli kalau saya sudah sampai dan menunggu di Gate 3 tempat bus saya tadi berhenti, bagaimana kalau dia menunggu di gate yang lainnya, daripada menunggu sampai bosan lebih baik saya berkeliling terminal ini, siapa tahu nanti ketemu Feli. Satu ransel besar tersampir di punggung sedangkan ransel day pack saya kaitkan ke bagian depan badan, aih saya terlihat begitu kurus dihimpit oleh dua ransel tebal ini, sip terminal ini siap untuk dijelajahi.

Menaiki eskalator saya langsung sampai di lantai dasar terminal, hanya dengan berkeliling sebentar saja saya bisa menyimpulkan kalau terminal ini mungil banget, tidak banyak yang bisa dilihat selain beberapa kedai makan yang sudah tutup. Lantai bawah tempat saya menunggu tadi lebih banyak didominasi dengan loker tempat penumpang dapat menitipkan barangnya, tarifnya 40 NOK (Norwegian Kronor, 1 NOK = Rp 1.650) untuk sewa loker selama 24 jam. Beberapa restoran dan mini market sepertinya buka sampai malam, perut mulai keroncongan saat teringat dari Göteborg tadi saya tidak sempat makan siang. Sial, saya tidak memiliki uang Norwegian Kronor karena belum menukarkannya di money changer, namun saat melihat harga-harga yang tertera untuk sebuah muffin atau kue lainnya yang dapat mengganjal perut mendadak saya hilang selera, mahalnya nggak nahaaann :(( Huff, sekarang bagaimana, apa yang harus saya lakukan? Mungkin sebaiknya saya tetap menunggu di gate kedatangan tadi dan mencoba mengirim sms lain untuk Feli, bersamaan dengan itu saya melihat seorang perempuan berkulit coklat berbalut jaket kulit melambaikan tangannya dan tersenyum kepada saya. Aah, itu pasti Feli...

***

Flashback. Semuanya berawal dari perkenalan kami lewat dunia blogger, blog Feli banyak bercerita tentang Norwegia, negara yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Awalnya hanya sedikit yang saya ketahui tentang Norwegia, perbendaharaan pengetahuan saya tentang negara yang terletak di Eropa Utara itu  hanyalah fjord (lautan yang menjorok ke dalam daratan) namun tulisan-tulisan Feli membuat saya mengenal Norwegia lebih baik lagi. Keindahan alam Norwegia seringkali menjadi suguhan utama dari postingan-postingan blognya, membuat siapapun yang membaca dan melihat foto-foto yang dipajang ingin pergi mengunjungi Norwegia dan mencicipi petualangan di alam bebasnya. Saya pun ikut tergoda untuk pergi mengunjungi Norwegia dan seringkali menulis "Kalau nanti saya main ke Norwegia..." di kolom komentar untuk tulisannya.

Feli tidak hanya mengenalkan saya kepada Norwegia, tapi dia pun memberi banyak dukungan dan bantuan sejak proses pembuatan proposal, pengajuan visa, sampai saya berangkat ke Eropa dan menghabiskan waktu di benua itu. Saya sudah menunggu-nunggu momen ini, saat dimana akhirnya saya bisa bertemu Feli di dunia nyata, di sebuah negara yang begitu jauh dari rumah, mewujudkan kata "Hugs" yang selalu menjadi penutup emailnya menjadi sebuah pelukan hangat sahabat yang dipertemukan oleh dunia maya. 

Hugs.... Pelukan hangat itu benar-benar membuat haru kembali menyeruak, saya berada di Oslo sekarang. 

Feli dan saya :)