Minggu, 29 Agustus 2010

Cerita Si Uang Baru


Selain silaturahmi, maaf-maafan, baju baru, ketupat, rendang, opor ayam (nyam!), hal lain yang identik dari Lebaran adalah salam tempel. Lebih bagus lagi kalau uang yang digunakan masih kaku tanpa lecek. Apalagi tahun kemarin saat pecahan Rp2000 baru keluar, wih rasanya jadi orang paling keren kalau bisa bagi-bagi angpau dengan uang baru dan pecahannya belum banyak tersebar di Indonesia. Sepupu-sepupu saya yang ada di Bengkulu saja sampe terkagum-kagum liat pecahan Rp2000 itu, otomatis mereka lebih bangga memamerkannya ke teman-teman yang tidak memiliki uang serupa.

Menjelang Lebaran, apalagi saat THR sudah dibagikan, transaksi perbankan jadi meningkat. Kebanyakan orang datang ke bank untuk menukar uang yang dimiliki dengan uang baru dalam berbagai denom kecil. Banking hall secara otomatis jadi beraroma uang baru yang selalu sukses membuat saya bersin-bersin (debu hasil serpihan potongan kertas dalam uang baru itu jahat banget). Bank Indonesia sendiri selalu stock uang baru saat menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru Cina. Yah, kasus uang baru ini seringkali terlihat 'lucu' dari mata saya sebagai teller.

Bank Vs Inang-Inang
Percaya atau tidak, stock uang baru yang dimiliki bank jauh lebih sedikit dari yang dimiliki oleh inang-inang (orang-orang yang bergerak dalam bisnis penukaran uang kecil, dapat banyak ditemui di berbagai titik strategis seperti di jalan protokol, terminal, stasiun). Saat head teller harus adu urat leher dengan vendor untuk mendapat pecahan uang baru sebanyak mungkin, inang-inang dengan santainya menumpuk semua pecahan uang yang mereka miliki di jalan raya. Tumpukan yang mereka pamerkan jauh lebih banyak daripada yang ada di khasanah (ruang penyimpanan uang) bank. Saat kami harus putar otak agar semua nasabah mendapat jatah uang baru secara adil merata, dengan santainya inang-inang menjual uang baru tersebut tanpa takut kehabisan stock. 

Berasa sedikit miris sih, masyarakat harus 'membayar' untuk mendapatkan uang baru dari inang-inang, sedangkan bank yang dapat memberi penukaran uang secara fair malah tidak mendapat stock uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Uang dijual? Terdengar aneh dan janggal di telinga saya.

Berapa banyak?
Berapa banyak sih uang yang dibutuhkan untuk salam tempel? Saya pribadi tidak suka memiliki uang kecil terlalu banyak, ribet untuk menghitung, membayar, dan memperkirakan berapa jumlah total uang tunai yang dimiliki. Seringkali dompet saya hanya berisi selembar uang Rp100.000, saya lebih suka membayar transaksi dengan kartu debit/kredit. Praktis, cepat, plus tidak membutuhkan kembalian.

Seringkali, uang yang dialokasikan untuk salam tempel tidak habis dan mau tidak mau harus dibelanjakan oleh saya sendiri. Ini mendatangkan masalah baru lagi, saya sayang membelanjakan uang yang masih kaku tersebut, akhirnya malah mengambil uang tunai dan uang baru tersebut nangkring di dompet untuk waktu lumayan lama. Belajar dari pengalaman, akhir-akhir ini saya tidak terlalau bernafsu untuk menukar uang baru. Secukupnya saja.


Berbeda dengan teman-teman lain. Kalau dijumlahkan, satu ruangan saya yang berjumlah 23 orang saja membutuhkan uang baru berbagai denom dengan total Rp. 60juta. Hebat bukan. Seorang teman sampai menukarkan bertumpuk-tumpuk uang baru. Seorang lain yang tidak merayakan Lebaran malah lebih ribet dibanding yang merayakan, lebih ngotot untuk mendapat uang baru sebanyak mungkin. Dan pertanyaan saya adalah, untuk apa uang sebanyak itu? Apa iya untuk salam tempel semua?

Arogansi Uang Baru
Akhirnya pertanyaan saya tentang banyaknya uang yang ditukarkan di atas terjawab. Seorang teman kekeuh banget menukarkan pecahan Rp10.000, alasannya 'Ini untuk jatah beli bensin suami gue. Setiap hari 2 lembar sepuluhribuan'. Oooohh... untuk beli bensin pun butuh uang baru ternyata. Hampir semua jawaban yang diberikan masuk dalam kategori tidak memuaskan dan tidak masuk akal, yang dalam pemikiran akal sehat saya, transaksi seperti itu masih bisa dilakukan dengan uang 'biasa'.

Menjadi seseorang yang bekerja di industri perbankan ternyata terkadang menimbulkan arogansi terhadap 'wujud' uang. Beberapa rekan kerja, dengan posisi lebih tinggi dari saya tentunya, setiap hari selalu menanyakan stock uang baru, saat saya bilang 'Ngga ada uang baru mba, adanya uang layak pakai. Emang kenapa sih musti uang baru?', dijawab dengan lempeng dot com 'Abis kalo uang mbusuk nanti dompet gue jadi bau'. Jeda cukup panjang diantara kami berdua. Untuk kemudian saya termangu, speechless sejadi-jadinya. Wow, harga dompetnya pasti mahal banget.

Berbeda dengan beberapa atasan, setiap transaksi harus dikembalikan dengan uang baru, tidak boleh ada lipatan sedikitpun, sampai head teller harus membuka stock uang baru yang ada demi memenuhi tuntutan si atasan. Waktu itu saya masih anak baru, dengan polos saya memberi uang layak pakai untuk transaksi penarikan si atasan, dengan arogannya sang atasan berkata 'Masa saya dikasih uang buluk. Saya ngga pernah mau pake uang buluk. Saya cuma mau uang baru' dengan nada sedikit sinis dan membentak. Wow, saya sampai shock. Ternyata yang penting bagi para atasan bukanlah nominal yang dimiliki, tetapi lebih kepada wujud uang tersebut. FYI, uangnya layak pakai banget, bukan uang buluk.

Untuk saya, fungsi uang adalah sebagai alat pembayaran. Tak peduli uang tersebut baru atau tidak, yang penting asli dan dapat digunakan. Miris melihat beberapa teman yang segitunya sama uang baru, ngomel-ngomel kalau di ATM khusus karyawan yang menyediakan pecahan kecil tidak diisi dengan uang baru. Toh uang yang ada juga pasti akan digunakan kan, jadi kenapa sampai segitunya sih sama uang baru?

Beberapa nasabah memiliki cerita berbeda. Setiap hari saya sudah kenyang dengan pertanyaan 'Ada uang baru ngga' dan menjawab 'Uang barunya lagi kosong, adanya uang layak pakai'. Kemudian nasabah tersebut berkata, 'Kok ngga ada terus sih uang barunya, suruh BI cetak lagi dong yang baru'.

Tahukah Anda nasabah yang terhormat dan teman-teman tersayang, dengan banyaknya uang yang beredar di masyarakat (baik uang lama maupun baru) maka tingkat inflasi Indonesia akan semakin tinggi. BI tidak bisa mencetak uang baru sekehendak hati. Saat akan mencetak yang baru maka uang yang sudah tidak layak pakai atau mbusuk akan ditarik dari peredaran untuk kemudian dihancurkan. Ini ditujukan agar sirkulasi uang yang beredar di masyarakat bisa tetap dijaga. 

Dan tahukah Anda, untuk mencetak uang baru, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Sekarang saya tanya, apakah Anda sudah menjaga fisik uang sebaik mungkin? Berapa sering Anda melipat atau mungkin meremas uang yang baru karena tidak rela uang tersebut berpindah tangan? Berapa lembar uang yang pernah Anda corat-coret? Berapa tumpuk uang yang secara tidak sengaja ikut tercuci atau terendam air hujan? Padahal dengan menjaga fisik uang, uang tersebut bisa digunakan lebih lama sehingga BI dapat mengurangi kuantitas uang yang harus dihancurkan.

Lebih ngenes lagi mengingat perlakuan yang sama sekali berbeda terhadap mata uang asing. Hampir semua orang mengecek lembar demi lembar untuk memastikan tidak ada lipatan atau coretan karena nilai dari mata uang tersebut dapat berkurang. Mata uang asing juga disimpan secara hari-hati dalam amplop tebal, brankas, ataupun safe deposit box. Jadi jangan heran, berapa pun tahun pencetakan mata uang asing, dapat dipastikan kalau uang tersebut masih licin tanpa cacat sedikitpun.

Ah Rupiah... nasibmu.

Sabtu, 21 Agustus 2010

Belajar Berempati

Rabu (19/8) siang kemarin, kantor saya digemparkan oleh berita di detiknews.com yang mengabarkan CIMB Niaga cabang Medan dirampok. Berita tersebut beredar dengan cepat ke seluruh karyawan CIMB Niaga via internal email maupun BlackBerry Messenger. Saat itu berita masih simpang siur, namun dikabarkan peristiwa perampokan memakan korban satu orang tewas dan uang sejumlah 200juta lebih lenyap dibawa para pelaku. Walau kejadian tersebut jauh dari Jakarta, tapi seisi kantor cemas memikirkan keadaan rekan-rekan CIMB Niaga Medan yang mengalami kejadian tersebut. 


Sore hari, mama mengirim sms,
'Teh, perampokan sadis di bank CIMB Niaga Medan. Satu polisi tewas tertembak. Mama jadi khawatir sama kamu, tapi untung sekarang kamu ngga di depan lagi ya'.

Besok paginya, beberapa teman menelpon saya sehubungan dengan kejadian tersebut. Mereka cemas sekaligus bersyukur karena saya sudah pindah ke bagian back office.
'Ochaa... untung aja lo udah pindah ke belakang. Coba kalo masih di depan trus bank lo kerampokan, gw ngebayanginnya aja udah serem Cha'.

Yang paling mengejutkan, adik saya ikut mengirim sms sehubungan kejadian tersebut,
'Teh, CIMB Niaga di Medan kan dirampok 1.5 miliar ya. Trus lo ntar msh dpt THR gak???'.
Hm, dia sih jelas bukan cemas dengan keselamatan saya di tempat kerja, tapi lebih karena takut tidak kebagian jatah lebaran karena si kakak tidak dapat uang THR.

Well, back to the topic. Saya tidak ingin terlalu banyak menebar humor di tulisan ini, karena saya, kami, seluruh keluarga besar CIMB Niaga prihatin dengan kejadian ini. Kami berduka karena satu jiwa melayang dari peristiwa kemarin, dua orang satpam harus dirawat karena luka tembak yang cukup parah, belum lagi traumatis yang dialami semua rekan CIMB Niaga Medan.

Kejadian kemarin mengingatkan saya akan resiko pekerjaan seorang teller. Tidak ada yang mengira, teller yang seharian hanya bekerja di balik meja ternyata menyimpan resiko pekerjaan teramat besar. Dari kejadian kemarin, setelah brimop dan satpam berhasil dilumpuhkan perampok, maka lini depan yang mengawal keseluruhan uang di dalam bank adalah para teller. Dalam kondisi tersebut, apa yang harus teller lakukan? Mereka tidak pernah diajarkan atau dilatih untuk menghadapi kondisi seperti ini. Di bawah todongan senjata mereka dipaksa menyerahkan semua uang yang ada. Batas antara hidup dan mati terlihat tipis dalam kondisi seperti itu, belum lagi jika para perampok tergolong nekat.

 Siapa yang ngga stress ditodong senjata kayak gitu

Seorang teller, dari jam 8 pagi sudah menjalankan tugasnya untuk melayani transaksi harian nasabah sampai jam 4 sore. Menghitung dan menjalankan perputaran uang ratusan juta rupiah setiap harinya. Teller juga tidak hanya melayani transaksi tunai nasabah, tapi juga transaksi non tunai seperti transfer antar bank, pengiriman valuta asing, ataupun pembayaran pajak. Ditambah dengan antrian panjang nasabah dan service quality yang dijunjung tinggi, maka teller harus tampil sesempurna mungkin karena mereka adalah ujung tombak yang mencerminkan citra dari bank yang bersangkutan.

Resiko lain yang sering dihadapi teller adalah selisih uang. Bisa terjadi karena nasabah kurang menyetorkan uang tunai, atau karena teller kebanyakan membayar uang untuk nasabah. Sepertinya hanya teller ceroboh yang akan mengalami kondisi seperti ini, tapi kebanyakan teller pasti pernah mengalaminya. Jumlah selisih bervariasi, mulai dari nominal paling kecil sampai angka puluhan juta rupiah. Tentu saja, yang harus bertanggung jawab dan mengganti semua selisih itu adalah teller yang bersangkutan. Hampir ketinggalan, jika ada uang palsu yang lolos dari pengamatan teller dan ditolak oleh BI, maka teller juga yang harus mengganti uang palsu tersebut.

Perputaran uang yang besar, nasabah mengantri, pekerjaan menumpuk, rasanya wajar jika sesekali konsentrasi teller terpecah sehingga terkadang mereka lalai menghitung atau menyortir uang. Tanpa bermaksud membela kesalahan teller (dan beberapa kesalahan yang pernah saya lakukan saat menjadi teller) tapi rasanya sangat manusiawi jika mereka sesekali melakukan kesalahan.

Semua front line (baik teller ataupun costumer service) selalu berusaha memberikan kualitas pelayanan yang memuaskan bagi nasabah. Hal ini bukan semata-mata mereka tunduk pada SOP yang berlaku, tetapi lebih karena dedikasi terhadap pekerjaan dan perusahaan. Mereka sadar betul bahwa kualitas pelayanan yang diberikan akan menampilkan citra dari bank tempat mereka bekerja. Demi hal tersebut, tak jarang para front line mengorbankan waktu makan siang jika antrian nasabah terlihat mengular. Jangankan untuk istirahat makan siang, untuk ke toilet pun rasanya sulit karena antrian nasabah tidak kunjung habis. 

Beberapa hal kecil lain yang saya alami saat menjadi teller:
1. Makan siang di atas jam 4 sore, di meja kerja sambil mengerjakan rekap harian.
2. Menahan rasa jijik saat harus menghitung bertumpuk-tumpuk uang kumal yang sudah tidak layak pakai secara manual.
3. Menghitung uang 2M menggunakan mesin untuk dibayarkan kepada nasabah. Dan saat itu saya sangat membenci sepatu ber-hak 7cm yang dipakai saat itu.
4. Menelan semua makian nasabah yang marah-marah, sambil tetap tersenyum dan berusaha memberi penjelasan. Walaupun yang salah adalah nasabah yang bersangkutan.
5. Selalu sport jantung saat menghitung saldo harian, 'Duh, selisih ngga ya gue'.
6. Kram jari saat harus menghitung manual uang ratusan juta untuk mencari selisih.

Semua pengalaman pribadi saya sebagai teller mengajarkan saya akan satu pelajaran penting bernama empati.

Seringkali kita tidak puas dengan kualitas pelayanan yang diterima; kasir swalayan lama, pelit senyum, pegawai restoran lama mengantar pesanan, dan yang paling saya benci adalah pelayanan saat membeli tiket bioskop. Tapi, sebelum marah dan menuding semua kesalahan, saya ingat kalau saya juga pernah bekerja melayani nasabah. Tidak adil kalau saya mengomel sedangkan saya juga pasti pernah melakukan kesalahan yang menyebabkan nasabah marah. Saya percaya, mereka pasti ingin memberi pelayanan yang terbaik, hanya mungkin ada beberapa kendala sehingga pelayanan mereka tidak maksimal.

Di bulan puasa ini, semua kedai fast food penuh menjelang waktu berbuka. Antrian panjang dan permintaan pelanggan juga banyak dan berbeda-beda. Semua pelayan tetap bersemangat melayani pelanggan dan menebar senyum, tetap sabar walau keluhan mulai muncul dari mana-mana. Kalau sudah begini saya akan diam dan berusaha bersimpati, melihat kondisi mereka dari sudut yang berbeda: walau waktu berbuka sudah dekat, tapi mereka tetap melayani pelanggan sepenuh hati, menerima semua komplain dan tetap bekerja sebaik mungkin. Saat waktu berbuka sudah tiba, tidak satu pun dari mereka beranjak dari tempatnya, tetap melayani pelanggan yang masih mengantri. Saya juga pernah ada dalam situasi seperti itu, dan itu tidak mudah. 

Alhamdulillah, lewat pengalaman pribadi saya bisa lebih menghargai pekerjaan orang lain. Melihat semua hal dari sudut pandang yang berbeda. Daripada saya buang-buang energi untuk marah-marah, lebih baik energi tersebut saya kelola untuk melihat hal lain dari perspektif lain. Bonusnya saya jadi lebih sabar, syukur-syukur kalau bisa tambah dewasa juga. Bahasa kerennya sih belajar tentang kehidupan dari lingkungan sekitar. Dan sampai sekarang saya juga masih harus banyak belajar :)

Cheers.

Minggu, 15 Agustus 2010

Radio Play, Prambors, dan Honda Jazz

Radio play atau sandiwara radio adalah sebuah bentuk penceritaan siaran audio di radio tanpa komponen visual. Sandiwara radio tergantung pada dialog, musik, dan efek suara, untuk membantu pendengar membayangkan cerita yang sedang disampaikan (Wikipedia).

Prambors dan Radio Play
Sejauh ingatan saya yang berumur 24 tahun ini, radio play pertama yang mengudara di Indonesia, diminati oleh hampir semua orang tua kita, dan masih melekat kuat di ingatan adalah Catatan si Boy yang digawangi Prambors di tahun 1984. Radio play ini terbilang sukses sehingga dibuat versi layar lebarnya tahun 1987 dengan  bintang utama Onky Alexander.

Sepertinya sejak kejayaan Catatan si Boy, belum ada radio play lain yang mampu mengimbangi. Nasib radio play pun jadi mati suri dan orang mulai melupakannya. Di tahun 2004, Prambors menggebrak lagi dunia siaran dengan kembali membuat radio play berjudul Balada Cinta Ramadhan (BCR). Remaja sekarang tentu asing dengan sandiwara radio seperti ini dan penasaran untuk mendengarnya, termasuk saya yang waktu itu masih usia remaja (ehem).

Saya masih ingat, waktu itu saya kuliah tingkat 2 dan harus kost karena jarak rumah yang jauh. Dengan segala keterbatasan anak kost, maka radio adalah pelarian utama. Jam 5 sore, hampir semua anak masuk kamar masing-masing untuk mendengar BCR, lebih menyenangkan dibanding menonton sinetron Ramadhan yang ceritanya monoton. Saya sendiri mendengar radio sambil memeluk bantal, berkonsentrasi penuh, membayangkan adegan demi adegan di kepala, dan memandangi radio seakan muncul visualisasi gambar dari sana.

Balada Cinta Ramadhan sendiri bercerita tentang cinta segitiga Todi, Gio, dan Indi. Gio dan Todi adalah kakak beradik dengan karakter berbeda. Gio ditampilkan sebagai lelaki sempurna, cerdas, tampan, dan memiliki pacar sempurna bernama Indi. Sedangkan Todi, si adik, adalah tipe remaja cuek namun tetap perhatian dan dekat dengan keluarga. Saat Gio harus berangkat ke luar negeri untuk kuliah, Gio berpesan kepada Todi untuk menjaga Indi selama Gio tidak ada. Todi yang melaksanakan amanat sang kakak ternyata malah jatuh hati kepada Indi, begitu juga dengan Indi.

Ceritanya klise memang, tapi terasa berbeda karena dibawakan dengan format radio play. Mood pendengar ikut larut di setiap cerita, tidak hanya terbukti dari respon SMS yang masuk ke Prambors, tapi juga dari topik obrolan yang paling sering dibahas antara sesama teman kuliah (bahasa Twitternya sih BCR jadi trending topic di kampus saat itu). Format BCR memang ditujukan untuk cerita Ramadhan, tapi tidak melulu setiap episode menampilkan nasihat atau petuah. Anak muda mana mau dinasihati dengan cara seperti itu, dan BCR dengan cerdik menyelipkan pesan-pesan bermakna tanpa bermaksud menggurui.

BCR berhasil menghidupkan kembali napas radio play di Indonesia dan juga kembali diminati banyak orang. Bulan Ramadhan selanjutnya BCR tahap 2 dibuat dan akhirnya Prambors secara konsisten membuat radio play khusus Ramadhan setiap tahunnya sampai saat ini. Radio play Prambors terbaru di bulan ini adalah Kompilasi Kisah Kamu (KKK) disiarkan setiap 30 menit menjelang waktu berbuka. Jadwal dan frekuensi Prambors di kota masing-masing bisa dilihat di www.pramborsfm.com

Honda Jazz Radio Play: 3 Cinta
Honda Prospect Motor dengan Honda Jazznya memang membidik pasar dengan segmentasi anak muda. Terlihat dari desain city car yang mungil, lincah, irit bahan bakar, dan stylish dengan warna mobil yang centil. Honda Jazz juga membuat iklan tak kalah kreatif untuk terus menarik perhatian pasarnya, salah satunya adalah ini:

Siapa yang tidak langsung jatuh cinta setelah melihat iklan ini? Lagu RAN yang ceria dengan lirik 'kurasa ku tlah jatuh cinta...', anak muda dengan segala aktivitas mereka, senyum dan tawa lepas yang ditampilkan para model, warna-warni gambar bergantian muncul dan tervisualisasi, dan tagline 'Jazz up your life' ditampilkan sebagai penutup. Iklan berdurasi satu menit ini terus terngiang dan teringat bahkan setelah iklan lama selesai.

Tidak berhenti sampai disitu, Honda menggandeng Prambors untuk membuat Radio Play berjudul 3 Cinta sebagai bentuk lain media iklan dan promosi Honda Jazz. Cara yang brilian menurut saya karena belum ada satu produk pun yang menggarap iklan dalam format radio play secara serius. Selama ini kebanyakan  produsen menilai media yang paling ampuh untuk menyampaikan iklan adalah televisi karena mampu menampilkan bentuk audiovisual secara utuh. Honda juga cerdas memilih Prambors sebagai radio rekanan karena Prambors sudah lama berkecimpung membuat puluhan episode radio play, selain itu Prambors memiliki anak cabang di delapan kota (Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Solo, Surabaya, Medan, dan Makassar) yang memungkinkan siaran bersama sehingga pangsa pasar anak muda yang dibidik lebih besar dan luas.

Mulai tanggal 24 Mei 2010, radio play 3 Cinta yang naskahnya ditulis mantan penyiar Prambors, Sesa Nasution dan Iman Hendarto mulai mengudara. Secara garis besar 3 Cinta menceritakan kisah percintaan tiga pasang anak muda dengan segala permasalahan yang mereka temui. Hubungan pasangan Vano dan Sarah terganjal oleh kisah lama antara ayah Vano dan Ibu Sarah yang ternyata adalah mantan kekasih. Sementara Rendy dan Fiona adalah sepasang anak muda yang persahabatannya diuji oleh tumbuhnya perasaan cinta di antara mereka. Sedangkan pasangan Fajar dan Gaby terganjal kenyataan bahwa Gaby ternyata sudah pernah menikah dan punya seorang anak. Cinta siapakah yang akan bertahan, dan cinta siapa yang harus menyerah pada keadaan, ataukah akan terjadi saling-silang kisah cinta di antara mereka?

Trailer 3 Cinta diluncurkan tanggal 12 Juni 2010. Trailer berdurasi 3 menit ini merupakan trailer berdurasi paling lama yang pernah ditayangkan di TV swasta nasional. Beberapa orang yang belum pernah mendengar radio play 3 Cinta di Prambors tentu bingung dengan trailer ini, 'Iklan Honda Jazz yang baru itu cuplikan film pendek ya?' komentar seorang teman. Saya yang jarang nonton TV tentu bingung dengan iklan yang dimaksud, tambah bingung lagi saat melihat iklan bersangkutan, tetapi langsung ngeh saat di ending trailer terdapat logo manusia kribo khas Prambors. 'Ah, ulah Prambors ternyata. No wonder', batin saya dalam hati. 

Beberapa tahun ini saya memang absen mendengar Prambors sehingga tidak tahu menahu tentang radio play 3 Cinta. Jadi saya langsung browsing dan mendapat link untuk mendownload episode 3 Cinta di www.hondaisme.com/3cinta/ Disana terdapat edisi lengkap 3 Cinta season 1 dan season 2, masing-masing season terdiri dari 20 episode. Untunglah, ternyata saya masih sempat mengikuti beberapa episode 3 Cinta season 2 yang mulai disiarkan sejak 5 Juli 2010.

Secara keseluruhan, radio play ini worth it untuk diikuti. Cerita percintaan dan persahabatan yang ringan dan dekat dengan anak muda ditambah dengan lagu-lagu pilihan yang cocok mendukung mood cerita, membuat saya selalu ketagihan mendengat kelanjutan cerita yang berdurasi sekitar 15 menit per episodenya ini. Tidak ada ruginya jika kalian juga ikut mendengarkan 3 Cinta (free download di www.hondaisme.com/3cinta/) sekaligus merasakan pengalaman mendengar sebuah sandiwara radio.

Copycat di Dunia Broadcasting
Saat saya sedang berpindah-pindah saluran radio, tidak sengaja saya mendengar Gen FM yang juga sedang memutar radio play. Disponsori oleh IM3, maka radio play ini menceritakan sebuah geng bernama geng IM3 yang sedang merencanakan liburan ke Bali, namun persahabatan mereka sendiri terancam bubar karena terdapat cinta di dalamnya. 

Oh please, walaupun radio play memang dibuat untuk mengiklankan sebuah produk tapi tidak perlu nama produk tersebut secara gamblang selalu disebutkan di setiap episode. Seakan menegaskan, 'Ini adalah iklan, ayo kamu juga pakai provider ini'. Sungguh bukan sebuah cara elegan untuk beriklan. 3 Cinta juga merupakan iklan, tapi tidak melulu menyebut Honda Jazz sepanjang episode. Dengan kalimat 'Acara ini dipersembahkan oleh Honda Jazz' juga sudah cukup membuat pendengar ngeh dengan produk tersebut. Selain itu radio play di Gen FM terkesan dibuat secara terburu-buru dengan skenario yang lemah, cerita yang cheesy, dan akting pengisi suara yang seperti sedang membaca naskah. Lucunya, radio play ini kadang disiarkan bersamaan dengan 3 Cinta.

Well, Gen FM benar-benar memilih rival yang salah untuk masalah radio play.

Rabu, 11 Agustus 2010

Being a Commuter

Beberapa waktu kemarin, masalah kemacetan Jakarta menjadi headline di berbagai media cetak dan elektronik. Metro TV memperkirakan tahun 2015 Jakarta akan macet total. Total dalam artian tidak akan ada lagi kendaraan yang bisa bergerak karena pertumbuhan luas jalan Jakarta hanya 0,01 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan pengguna mobil mencapai 10 persen per tahun, dan motor hingga 15 persen per tahun.

Tenang, saya tidak akan membahas peningkatan penggunaan mobil atau motor pribadi, juga tidak menyinggung banyaknya mall yang dibangun sehingga lahan hijau banyak dibabat dan rencana pelebaran jalan raya harus dikorbankan. Sepertinya semua orang sudah cukup lelah dan sumpek dengan fakta tersebut. Saya ingin membagi pengalaman tentang komuter yang harus menaklukkan kemacetan Jakarta setiap harinya.

Menurut Wikipedia, komuter adalah seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari. Dalam bahasa Jawa istilah komuter tenar dengan nama 'penglaju'. Komuter Jakarta kebanyakan berdomisili di daerah Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Setiap hari mereka menempuh jarak puluhan atau ratusan kilometer ke tempat kerja, untuk kemudian pulang ke tempat tinggal masing-masing. Pilihan ini diambil karena Ibukota seringkali tidak menyediakan tempat tinggal yang cukup nyaman, aman, dan terjangkau untuk ditinggali. Tingginya biaya hidup di Ibukota juga merupakan suatu kendala.

Saya adalah seorang komuter. Rumah di kabupaten Bogor dan kantor di Jakarta Pusat. Di hari kerja, saya harus bangun jam 04.30 dan berangkat kerja jam 05.35. Pulang kantor sekitar jam 18.15 dan tiba di rumah jam 20.30. Pergi subuh, pulang larut malam. Jarak rumah - kantor yang jauh membuat saya harus menghabiskan banyak waktu di jalan. Total waktu yang diperlukan untuk perjalanan setiap harinya adalah 5 jam dalam kondisi 'normal', tapi jika macet sudah demikian parah maka lebih banyak lagi waktu yang akan terbuang. Sejauh ini rekornya adalah 8 jam.

Kemacetan Jakarta sudah merupakan 'santapan' sehari-hari bagi komuter. Kami sudah ada pada titik tidak bisa mengeluh dan hanya bisa pasrah menerima keadaan. Entah apa lagi yang harus dilakukan agar kemacetan ini bisa berkurang. Rencana pemerintah hanya jalan di tempat sementara kami harus berangkat kerja setiap hari. Beberapa orang yang baru kenal saya pasti kagum, 'Rumahnya jauh banget, nggak cape tuh?'. Cape sudah tidak ada dalam kamus saya. Untungnya kata 'gampang sakit' juga ikut menghilang dari badan saya.

Menjadi komuter yang menghabiskan banyak waktu di jalan membuat saya harus kreatif mencari cara untuk mengusir rasa bosan. Pilihannya adalah membaca buku, mengobrol dengan teman perjalanan, mendengarkan musik, atau tidur. Tentu saja saya lebih memilih untuk tidur. Durasi perjalanan dan pekerjaan di kantor membuat jam tidur saya banyak berkurang. Benda wajib yang harus selalu ada di dalam tas saya adalah earphone, ampuh untuk menyampaikan pesan 'Saya tidak ingin diganggu' atau 'Saya tidak ingin mengobrol' kepada orang yang duduk di bangku sebelah, juga merupakan cara halus untuk menolak memberi recehan kepada pengamen.

Penggangu utama yang selalu hadir dalam perjalanan seorang komuter tentu saja pengamen. Bukannya saya sinis terhadap pengamen, tapi siapa yang tidak jengah jika dalam sehari harus bertemu minimal 5 pengamen dengan suara pas-pasan, nyanyi nyaris berteriak-teriak, lagu tidak jelas, dan paksaan untuk memberi uang dengan kalimat 'Memberi uang seribu atau dua ribu rupiah tidak akan membuat Anda miskin'. Yang paling menyebalkan adalah sebagian besar pendapatan harian pengamen digunakan untuk membeli rokok. Sekali lagi, tidak bermaksud sinis, hanya saja penghasilan bulanan saya tidak cukup besar untuk menanggung biaya kesehatan di hari tua jika saya terkena kanker atau penyakit jantung, oleh karena itu sebisa mungkin saya menghindari rokok. Jadi, saya menganggap para pengamen yang menghabiskan pendapatannya untuk merokok, sudah cukup mampu untuk menanggung biaya hidupnya sendiri.

Selain masalah kemacetan, masalah klasik lain yang harus dihadapi komuter adalah transportasi umum. Bukan rahasia lagi kalau angkutan umum Jakarta kebanyakan sudah tidak layak jalan, belum lagi supir yang ugal-ugalan dan brutal saat menyetir. Setiap hari, sebelum naik kendaraan seperti ini, saya selalu berdoa, 'Tuhan, lindungi saya. Semoga tidak ada hal yang buruk saat saya menaiki kendaraan ini'. Kondisi kendaraan buruk ditambah supir ugal-ugalan selalu membuat saya parno dengan keselamatan diri sendiri. 

Banyaknya jumlah pekerja Jakarta tidak berkorelasi positif dengan jumlah tempat duduk di angkutan umum. Saya yang menempuh jarak paling jauh tentu tidak mau berdiri sepanjang perjalanan. Untuk urusan rebutan tempat duduk, setiap orang mendahulukan kepentingan pribadi, jangankan istilah ladies first, ibu hamil saja sering tidak dapat tempat duduk dan tidak ada satu orang pun yang sudi memberikan tempat duduknya. 

Masalah langkanya tempat duduk ini membuat penumpang dan supir menjadi kreatif. Mesin bus yang terletak di samping supir diberi alas berupa karpet atau busa sehingga dapat ditempati, hanya saja harus tahan panas untuk bisa duduk disini. Dashboard bus yang lumayan luas juga jadi pilihan halal sebagai tempat duduk alternatif. Untuk yang terakhir ini sih tantangannya beda, punggung nempel dengan kaca depan dan pintu bus terbuka lebar di salah satu bagian. Dengan supir yang ugal-ugalan, kondisi yang paling apes adalah sebagai berikut: 1. Bus menabrak kendaraan di depannya, otomatis kaca akan pecah berhamburan menusuk seluruh bagian punggung, atau 2. Terbanting ke arah pintu yang terbuka dan terjun bebas ke jalan raya. 

Banyaknya komuter yang senasib sependeritaan dan selalu bertemu di transportasi umum yang sama, memungkinkan mereka untuk saling flirting. Sayangnya, flirting yang berujung pada love stuck ataupun love sucks sama-sama tidak mengenakkan. Love stuck: siapa yang tahu kalau ternyata dia sudah memiliki pacar, istri, atau mungkin..... anak. Love sucks: ini akan membuat sebagian besar komuter harus merubah rute perjalanannya demi menghindar dari orang yang bersangkutan. 

Lalu, kenapa saya tidak memilih untuk kost saja? Karena saya memiliki orangtua yang selalu menunggu kepulangan saya. Melihat senyum mama dan papa yang lega karena anaknya selamat sampai di rumah  adalah obat paling manjur untuk menghilangkan keletihan setelah bekerja seharian.