Sabtu, 18 Juni 2011

Dari Satu Jadi Banyak

Senangnya, di Stockholm ternyata ada seorang blogger asal Indonesia juga. Dia adalah Damar, pemilik blog lupaDiri. Ketemu blognya lumayan dadakan, sebulan sebelum berangkat pas saya googling info tentang Stockholm. Dari email-emailan akhirnya ketemuan pas mampir ke Stockholm kemarin. Gaya beneeerr.. Kopdarannya di luar negeri :p

Hari pertama nyampe Eropa, setelah landing dan check in hostel, langsung diajak jalan. Kebetulan lagi ada festival A Taste Of Stockholm. Semua jenis makanan, baik dari Swedia maupun Asia ada disini. Tapi bukan makanannya yang penting, semua penduduk Stockholm tumplek blek di Kungstragarden yang jadi venue acara. Kolam yang biasanya diisi air dikeringkan dan sekarang penuh dengan orang yang makan dan minum-minum sambil menikmati matahari yang bersinar hangat. Yeah, saya yang baru sampai di Eropa sampai takjub. Beginilah kelakuan masyarakat Stockholm kalau ketemu matahari.

Beberapa teman Damar sudah berkumpul di Kungstragarden. Surprisingly semuanya orang Indonesia. Horeee... nambah lagi temen dari Indonesia selama di Stockholm. Rasanya seneeng banget pas ketemu temen 'sekampung' di negara orang. As usual, orang Indonesia selalu lekat dengan keramah-tamahan mereka, apalagi kalau ketemu orang sekampung, pasti bawaannya pengen bantuin aja. Dan akhirnya, mereka nemenin saya di sisa sore itu ke beberapa tempat di sekitar Kungstragarden, sekaligus nawarin saya ngerasain Lakris, permen panjang khas Swedia.

Berawal dari Kungstragarden :)

Dari hasil ngobrol-ngobrol, saya juga diajak barbeque bareng pas hari minggu. Too bad, saya di Stockholm cuma sampai hari Sabtu dan Minggu sudah ada di Gothenburg, kota terbesar kedua di Swedia setelah Stockholm. Dan inilah hebatnya dari rasa kekeluargaan penduduk Indonesia di negara orang, mereka ngundang saya dinner besok. Horeee... makan malam gratis di negara semahal Swedia? Siapa yang nolak. Alhamdulillah, Tuhan tau aja kalo dana saya selama di Eropa terbatas banget.

Apartemen Andri dan Gunar letaknya lumayan jauh dari Stockholm. Kalau kata Damar sih ini termasuk Stockholm coret karena letaknya yang di ujung Stockholm. Saya sendiri nggak berharap banyak dari tempat tersebut karena cuman konsen dengan makan malam gratis (belum sempet makan layak dari tadi pagi). Ternyata Liljeholmen cantik banget. Daerah pemukiman yang halaman belakangnya adalah garis pantai dalam yang memisahkan Liljeholmen dengan pulau-pulau sekitarnya. Sebelum mulai dinner Andri dan Gunar ngajak saya jalan-jalan ke sekitar apartemen mereka. Saya cuma bisa ternganga dengan keindahan halaman belakang mereka dan iri abis-abisan. Pasti betah ngabisin setiap sore disana.

Pemukiman penduduk di Liljeholmen

Halaman belakang yang fotogenik untuk bernarsis ria

Berasa lagi trekking di hutan

Saya, Andri dan Gunar di halaman belakang apartemen mereka

Kalau udah beneran summer dan air nggak terlalu dingin, halal banget buat berenang disini

Pohon pembawa kapas halus. Bagi saya sih romantis, bagi penduduk annoying karena bikin kotor balkon apartemen.

Etiket untuk menghadiri undangan dinner di Stockholm adalah bawa bunga atau buah. Sebenernya Damar nggak terlalu ambil pusing musti bawa apa ke apartemen Andri dan Gunar, maklum dia udah sering banget main kesitu. Tapi saya nggak mau dateng dengan tangan kosong. Di Stockholm sendiri ada flea market yang buka dari senin - minggu, biasanya mereka jualan bunga dan buah. Yang seru, makin sore mereka makin banting harga supaya jualan mereka laris dan nggak perlu dibawa pulang lagi. Heboh banget deh, setiap kios berlomba-lomba pasang harga paling murah dan ber-'Hej-hej'-ria (sapaan khas Sweden) untuk menyambut pembeli yang datang. Kalau ditanya pilih bawa bunga atau buah, saya jelas pilih buah. Kenapa? Karena bunga nggak bisa saya makan, sedangkan stoberi segar yang saya dan Damar bawa langsung diolah jadi smoothies segar oleh Chef Gunar. Yum!

Fresh flowers

Fresh fruits

Tadaa.. Dari Stoberi berubah jadi smoothies

Makin sore angin Stockholm makin menggigit. Kita semua masuk lagi ke apartemen untuk mulai barbeque. Gunar yang bertugas masak, dia pernah jadi chef di salah satu hotel termewah di Stockholm. Asik, saya dimasakin sama chef. Rasa kangen dan kehilangan karena nggak bisa liat Chef Juna di MasterChef Indonesia bisa terobati deh (lho?). Setiap orang sibuk dengan bagiannya masing-masing; Gunar masak, Damar bakar daging, Andri menata piring dan meja. Saya? Bengong doangan karena seluruh tugas telah diambil alih. Yasudah, saya jadi seksi dokumentasi sajalah sambil main dengan Mii Chan, anggota keluarga nomor tiga di apartemen ini.

Mii Chan

Tiga cowok sibuk di dapur

Nongkrong di balkon apartemen Andri dan Gunar bareng Damar 

 
Ready for dinner?

 Aromanya enak!

Hungry hungry....

And here comes the dinner... Sepotong besar daging sapi, tiga potong daging kambing, salad, manisan mangga dan kentang. Mau nasi juga ada karena Andri tipe orang yang nggak bisa hidup tanpa nasi. Hiihh... piring saya penuh banget. Kenyang. Besok bisa skip sarapan nih (again, masih mikirin budget buat makan besok). Selesai makan mereka langsung kompak beresin meja dan cuci piring. Saya bengong lagi karena semua pekerjaan habis disikat. For the last, mereka nawarin kopi atau teh untuk menemani obrolan santai setelah makan. Tapi akhirnya semangkuk ice cream hadir di depan saya, melengkapi kebahagiaan hari itu. 

My plate :)

Pengalaman super menyenangkan di hari kedua saya di Eropa. Saya kira bakal seorang-diri-sebatang-kara di negara orang. Bisa ketemu temen sekampung yang baik banget rasanya udah berkah banget. Kenalan sama temen sekampung lain dan diundang dinner itu anugerah berlipat ganda. Seneng bisa tambah temen disini, bahagia punya kesempatan melihat bagian lain dari keramaian Stockholm, kenyang ditraktir makan di apartemen mereka. Dan mereka yang membuat saya mupeng untuk memperpanjang kunjungan di Stockholm. "Tiga hari doangan di Stockholm sih kurang", ujar mereka semakin memanas-manasi saya. I wish... Tapi jadwal saya selama dua minggu di Eropa cukup padat. Semoga suatu hari nanti saya bisa kembali ke tempat ini. Bersama-sama menikmati matahari sore yang hangat di pinggir taman sebelah garis batas laut dalam. 


Untuk semua malaikat-tak-bersayap saya selama di Stockholm. Terimakasih telah menyambut saya dengan keramahan khas Indonesia sehingga saya yakin, saya bisa bertahan di benua ini :)

Minggu, 05 Juni 2011

Eiffel Harus Menunggu

Aku pamit A. Aku pergi untuk mengejar mimpi tergila yang pernah tercetus dalam kepala ini. Mimpi yang mulai tercipta untuk sebuah pembuktian diri.

Kamu selalu dikelilingi orang-orang hebat A. Setiap obrolan pasti didominasi dengan cerita tentang orang – orang hebat ini. Kamu selalu dan selalu membanggakan mereka. Dan seperti biasa aku selalu menjalankan peran sebagai pendengar yang baik. Dalam sunyi perlahan-lahan aku mulai tenggelam, aku hanyalah orang biasa yang tidak mungkin kamu banggakan. Aku hanyalah orang biasa, bukan siapa-siapa.

Lihat aku A, lihat aku.

Aku disini.

Selalu ada di dekatmu.

Kamu yang membuat aku berjanji, suatu hari nanti aku akan membuatmu kagum. Mungkin dengan cara ini kamu bisa melihat aku dengan lebih jeli lagi.

Eropa. Destinasi impian banyak orang, termasuk kamu. Eropa tidak pernah menjadi sedemikian menariknya jika bukan karena ceritamu. Aku tidak akan pernah membayangkan pergi ke Eropa jika bukan karena kamu. Ada sesuatu yang magis dari Eropa sehingga kita betah mengobrolkannya berjam-jam. Pesona Eropa terlalu kuat sehingga aku pun masuk ke dalam pusarannya.

Dan kita pun sama-sama berjuang untuk dapat pergi kesana. Mengambil kesempatan yang ada dan menggunakannya sebaik mungkin. Aku, kamu dan Eropa. Setiap hari Eropa menjadi pembicaraan favorit kita. Aku mulai berbagi imajinasi tentang kita yang bertemu di Paris sebagai kota destinasi terakhir. Menikmati cahaya Eiffel di malam hari, berbagi cerita petualangan selama menjelajah Eropa beberapa hari terakhir sambil duduk bergandengan tangan untuk menghibur diri dari puluhan pasangan mesra yang hilir mudik di sepanjang taman. Saat itu akan menjadi salah satu momen terindah dalam hidupku; Eiffel dan kamu.

Eropa yang telah mendekatkan kita namun dia juga yang membuat hubungan kita menjadi renggang. Perlahan tapi pasti kamu mulai menjaga jarak denganku. Di saat Eropa tinggal selangkah lagi hubungan kita malah memburuk. Semua hal yang berhubungan dengan Eropa selalu ditanggapi dingin olehmu. Aku terpuruk. Aku telah jatuh cinta sedemikian rupa dengan Eropa karenamu. Aku tidak mungkin melepas Eropa, dia telah menjadi mimpiku sebagaimana dia dulu pernah menjadi mimpimu juga. Sekarang semuanya bukan masalah pembuktian diri lagi tetapi mengejar mimpi.

Eropa tidak semenarik dulu ketika kita berencana untuk pergi bersama mengunjunginya. Eropa tidak seromantis saat kita bermimpi melihat Eiffel berdua. Eropa menjadi kata yang menimbulkan perang dingin saat terucap diantara kita. Ini menyakitkan A, hal yang dulu kita cintai malah membuat kita saling menjauh.  Aku kehilangan pegangan A. Tidak ada orang yang mengerti dan mencintai Eropa sebaik dirimu. Aku belajar darimu. Kamu yang menjadi role model aku.

Menyakitkan rasanya saat kamu menghindar dariku, mengacuhkan semua pesan singkat maupun panggilan telepon. Aku butuh kamu A. Ingatkan lagi aku akan pesona Eropa agar semangat ini tidak padam walau aku harus pergi sendirian. Berangkat sendiri ke benua yang jaraknya hampir setengah lingkar bumi, meninggalkan zona nyaman dan tidak tahu pasti apa yang akan ditemui disana membuat aku sulit bernapas dan ingin menyerah kalah.

Kamu bilang Tuhan pasti punya rencana dengan mengirim aku pergi sendirian ke Eropa. Dia ingin menunjukkan sesuatu kepadaku. Sesuatu yang mungkin akan luput dari perhatianku jika kita pergi berdua.

Mungkin Tuhan punya rencana lain untuk kita berdua.

Mungkin Eiffel harus menunggu.

Tapi bisakah kita menunggu?
A, saat aku pulang nanti, bisakah kamu melihat aku dengan lebih jeli lagi?

Rabu, 01 Juni 2011

Life Is About Taking Chances and Challenges

Nekat!!! Rasanya kata ini yang paling tepat untuk menggambarkan apa yang sedang dan akan saya lakukan. Nekat.

Awalnya saya nekat ikutan mengajukan proposal untuk lomba keliling dunia bersama Bentang. Hadiah yang ditawarkan cukup menggiurkan, Bentang akan memberikan sejumlah dana untuk mewujudkan proposal tersebut plus catatan perjalanan akan diterbitkan dalam sebuah buku. Niat saya waktu ikutan lomba ini bukan untuk menang tapi agar tidak menyesal di kemudian hari karena tidak pernah mencoba. Menang urusan belakangan, yang penting bikin proposal sebaik mungkin. 

Eropa menjadi pilihan destinasi Bentang kali ini. Peserta bebas memilih pergi ke negara manapun dengan budget yang telah ditentukan. Pilihan saya jatuh ke Norwegia. Alasannya pasti peserta lain cenderung membuat proposal ke negara populer di Eropa Barat seperti Paris, Jerman, Belanda dan lainnya. Otomatis saingan jadi berkurang dong. Hohoo...

Ternyata kenekatan saya harus berlanjut saat proposal ini berlanjut ke tahap babak selanjutnya. "Asik, Eropa nih", pikir saya. Gratis lagi. Saya tambah semangat tancap gas untuk membuat proposal sesuai permintaan juri. Kalaupun saat itu saya tidak menang, rasanya saya sudah jalan-jalan ke Eropa lewat banyaknya artikel yang dibaca dan itinerary yang dibuat selama proses seleksi. Keinginan saya untuk pergi ke Eropa semakin kuat. Semangat saya semakin menggebu-gebu. Saya ingin menang dan mewujudkan proposal ini. 

Dan saya menang....

Horeee.... Eropa di depan mata....

Tapi ternyata menang bukanlah sebuah akhir dari perjuangan. 

Euforia kemenangan hanya bertahan sebentar saja. Saya kemudian disibukkan dengan proses tanda tangan kontrak dengan Bentang. Dari sini semua rasanya menjadi berbeda. Semangat saya yang ingin melihat Eropa secara langsung menjadi hambar. Saya merasa terbebani dengan tanggung jawab profesional untuk membuat tulisan perjalanan sebaik mungkin. Mampukah saya? Ya ampun, saya baru aktif nulis di blog setahun yang lalu. Tulisan saya rasanya nggak bagus-bagus banget. Track record perjalanan saya juga masih minim (banget). Semua pikiran jelek ini menumpuk di kepala dan membuat mental saya drop ke titik yang paling rendah. Belum lagi saat semua pemenang berkumpul untuk pertama kalinya. Ya ampuuunnn... saya yang paling hijau dan paling muda. Tambah jiper. 

"Kayaknya Bentang salah deh milih gue sebagai pemenang. I'm not that good" pikir saya frustasi. Frustasi ditambah persiapan ini itu untuk keberangkatan, tambah stress. Saat datang ke launching TNT3 dan melihat penulis Bentang (plus CEO) berkumpul rasanya jadi mual. "Ya ampun, siapa sih gue? Nggak ada apa-apanya dibanding sama mereka", dan saya pulang ke rumah dengan kepala berat dan sukses pingsan di atas tempat tidur. 

Saat mencoba menulis launching TNT3 untuk mengalihkan pikiran sejenak, tiba-tiba saya stuck dan merasa tidak bisa menulis. "Mati gue, gue nggak bisa nulis. Nulis satu postingan aja susah, apalagi satu buku" dan saya menghabiskan waktu berjam-jam selanjutnya dengan bengong di depan laptop. Tanpa satu kalimat pun terangkai. Saat seperti ini saya butuh teman untuk bicara, tapi dengan siapa? Ngomong dengan orang tua jelas tidak mungkin, yang ada mereka ikutan panik dan saya tambah stress. Ngobrol sama teman juga saya nggak yakin ada yang mengerti kondisi saya yang sebenarnya. Sampai akhirnya seorang malaikat mampir di Gtalk. Dengan dia saya curhat sambil nangis sesengukan dengan ingus yang terus keluar dan merasa lebih baik setelah menangis mendapat dukungan (thanks ya).

Pikiran saya mulai jernih lagi. Saya siap berangkat. Semua persiapan beres, tinggal tunggu visa keluar, beli tiket, tukar uang, berangkat deh ke Eropa. Sepuluh hari menjelang keberangkatan, saat saya pikir semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja, rumah saya kemalingan. Laptop dan SLR yang umurnya belum genap dua bulan raib. Saya lemes waktu dapet kabar ini. Semua data saya hilang. Draft tulisan, proposal, data mentah, foto-foto, hilang. Saya harus mulai dari nol lagi. SLR impian saya juga lenyap. Padahal sudah lama saya memimpikan untuk memiliki dia. Padahal saya khusus membeli dia untuk mengabadikan keindahan Eropa lewat lensanya. Kenapa semuanya harus terjadi sepuluh hari menjelang keberangkatan?

Sedih, tapi saya tidak bisa lama-lama berduka. Mama sangat shock dengan kejadian ini dan terus menyalahkan dirinya sendiri. Saya harus terlihat kuat demi mama. Awalnya saya ragu, haruskah saya berhenti? Masih belum terlambat untuk mengundurkan diri dan membatalkan kontrak dengan Bentang. 

"Kamu jangan pernah mikir untuk mundur", A yang mendapat kabar ini langsung menghubungi saya. "Suatu saat nanti, kamu akan nyesel banget kenapa dulu mundur. Nggak semua orang bisa berangkat ke Eropa dan menerbitkan bukunya sendiri. Kesempatan ini nggak datang dua kali". Saya hanya bisa membalas dengan sengukan panjang dan mengais napas diantara sesak dada ini. 

Life is about taking chances and challenges. Bukankah itu yang selalu saya katakan. Sekarang saatnya saya menepis semua ketakutan; takut nyasar, takut bagasi hilang, takut nggak bisa ngomong bahasa Inggris dengan baik, takut nggak bisa nulis, takut tulisan ditolak, takut deadline, dan segala macam ketakutan yang hanya akan mengekang langkah saya. Kenekatan itu harus dibayar dengan kenekatan yang lain. Modal utama saya untuk mengambil tantangan dan kesempatan ini hanya nekat. Selanjutnya biarkanlah mengalir dan mengikuti pola yang ada. Jadi, berikanlah saya kesempatan untuk melihat Eropa dengan mata kepala sendiri, untuk menjejakkan kaki disana, untuk melihat lukisanNya seperti yang selalu saya minta saat saya berbicara denganNya. Berikanlah saya kesempatan untuk berkarya. Walaupun berat, walau sulit, saya memutuskan untuk menjawab tantangan ini.


Dan disinilah saya sekarang. Beberapa jam lagi akan mengudara menuju Eropa, menghabiskan waktu hampir seharian menuju benua biru itu, menempuh jarak setengah lingkar bumi demi menjawab tantangan dari kenekatan yang telah saya lakukan. Eropa menanti saya, berbagai petualangan yang tidak saya tau siap mengejutkan saya, udara dingin Scandinavia siap menyapa saat saya menginjakkan kaki di bandara Arlanda, Stockholm.  

Saya pamit. Terimakasih untuk semua dukungan dan semangat yang telah teman-teman berikan. Hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan kalian. 

Hugs.


* Maaf belum sempat blogwalking dan membuat tulisan yang cukup baik selama beberapa bulan terakhir ini. Terimakasih untuk kalian yang sudah mampir kesini, membaca tulisan saya, meninggalkan komentar di tulisan atau sapaan di chat box. I do missing you all guys :) *