Selasa, 29 Desember 2009

Can't hardly wait for another long weekend

Oooohhh...look at those books...
I really can't hardly wait for another long weekend.

 Just me...those great books...a cup of tea...some relaxing music...and I'll be in heaven :) 

(Books in this pict: The secret by Rhonda Byrne, Drunken Monster by Pidi Baiq, My Stupid Boss by Chaos@work, Tea for Two by Clara Ng, Merantau+whatever by Byotenega dkk, and my beloved magazine: CitaCinta).

Minggu, 27 Desember 2009

My (very) own kaleidoscope of 2009

Empat hari lagi dan tahun 2009 akan berakhir... Time's always clicking huh? Gosh, ko saya jadi deg-degan gini ya menyambut tahun 2010. Banyak resolusi tahun 2009 yang belum terwujud dan saya jadi bertanya-tanya sendiri "ngapain aja sih selama 365 hari kemaren?"
 
Ini agenda tahun 2009 saya. Di dalamnya memuat semua kegiatan harian yang saya lakukan selama di tahun ini, resolusi 2009 , evaluasi bulanan (untuk memantau sejauh mana resolusi-resolusi tersebut telah saya jalankan) yang hanya berjalan sampai bulan Mei, potongan artikel koran dan majalah, berbagai model potongan rambut pendek (karena tahun ini saya salah potong rambut dan hasilnya jeleeeekkk banget), dan kumpulan lagu yang harus didownload. Dan karena beberapa hari lagi tahun ini akan berganti, saya akan membuka agenda ini dari halaman pertama dan melihat apa saja yang telah saya lakukan selama tahun 2009.

Well...here goes my very own kaleidoscope of 2009:
Januari
  • Tergila-gila dengan tetralogi Twilight dan bela-belain baca Breaking Down versi English karena disini belum terbit.
  • Untuk pertama kalinya mengalami banjir di Jakarta (seru....!!!!!)  :)
Februari
  • Lagi cinta-cintanya sama lingkungan dan memutuskan untuk menjadi vegetarian dan melakukan Walk for Work (not bike2work yaaa..) dari halte busway ke kantor.
  • My 1st birthday without him. Rasanya ada yang hilang dan kosong.
  • Banyak nasabah yang komplain dan bilang "ko kamu gemukan sih". Hiks.......
Maret
  • Keranjingan Facebook (hari giniiii...???) dan karena situs ini pula saya jadi memiliki banyak teman dan sahabat baru.
  • Luka itu terbuka kembali. Air mata ini kembali tercurah karena dia. Saya kira saya sudah cukup kuat untuk melupakanmu, ternyata belum ya.
April
  • Bough my own digital camera with my own money (aahhh senangnyaa...)
  • Ngelamar kerja ke Trans TV dan Bukopin (getting bored with this job I guess).
Mei
  •  Pindah ke back office (bye-bye teller...)
  • Kerja gila-gilaan, sabtu-minggu masuk, senin-jumat baru pulang di atas jam 9 malem (well...ini salah satu dampak dari merger bukan?).
  • Berada di titik terendah, mellow-jellow-yellow-marshmallow, menangis kembali untuk dia. Semoga ini air mata yang terakhir.
Juni
  • Dekat dengan dua lelaki sekaligus. Hahaha....konyol.
  • Mengalami sedikit kesulitan beradaptasi di bagian yang baru.
  • Bough my own laptop with my own money.
  • Mulai aktif membaca kembali.
Juli
  • Membaca sebuah buku yang teramat mencengangkan. Tak menyangka saya bisa berkenalan dan berteman dekat dengan pengarangnya. Sampai pada akhirnya mereka berdua (buku dan pengarangnya) benar-benar mengubah kisah hidup saya.
Agustus
  • Dia menjungjirbalikkan duniaku.
September
  • Ada benjolan di ketiak saya. Lumayan bikin stress.... cobaan saat puasa mungkin ya.
  • Sering kena masalah di kantor :(
  • Lebaran tanpa mama papa.
  • Merasa teramat sangat dekat dengan "dirinya" :)
Oktober
  • Hmm...ko agenda saya di bulan ini banyak dipenuhi dengan "namanya" ya...
  • Lebih mengenal tentang "dunianya".
  • My best friend wedding.
November
  • Dapet tiket nonton bareng New Moon with U FM crew (yeeaaayyy.....).
  • His birthday :)
  • Karena dia, saya mulai menulis kembali di blog.
Desember
  • Go to JIFFest.
  • Sedikit jauh dengan keluarga
  • "Banyak cinta yang datang mendekat, ku menolak". Deeuuu, BCL beneeerrr....

Beberapa resolusi memang belum bisa saya wujudkan (tahun depan mungkin). Saya masih kesulitan mengatur pengeluaran dan menabung, masih sering kalap belanja, kadang-kadang meninggalkan perintah lima waktuNya, dan lainnya... Tapi saya lebih banyak bersyukur tahun ini, semua hal yang terjadi di dalam hidup pasti memiliki makna, bahkan yang terpahit sekalipun. Lebih ikhlas melepaskan masa lalu saya bersama seseorang yang pernah menemani diri ini selama  4tahun terakhir (semoga kamu bahagia dengan dirinya ya) dan membuka hati untuk jatuh cinta lagi. 2010 tinggal menghitung hari. Yang telah lalu tentu tidak bisa dengan mudah kita putar balik dan dengan seenaknya kita ubah. Tapi selalu ada hari esok. Hari dimana semua impian dan harapan baru kita mulai lagi dari awal.

P.S: Saya belum membuat resolusi tahun 2010, tapi pasti akan saya tulis di blog ini, agar saya selalu ingat, dan kalian dapat mengingatkan saya :)

Jumat, 25 Desember 2009

Online Shopping

Haaa... yang namanya perempuan pasti nga bisa dipisahkan dengan kata belanja. Termasuk saya :) I'm not a shopaholic...hanya terkadang suka bablas klo udah kalap belanja :D hahahahaha...

Cara belanja yang sering saya lakuin paling muter-muter mall nga jelas sampe menemukan sesuatu yang menarik hati, itung-itung olahraga dalam mall laaahh. Tapi dengan perkembangan teknologi sekarang, saya nga perlu ngider-ngider ke banyak mall untuk belanja. Cukup ngendon di rumah, mantengin laptop seharian, menggerakkan jari-jari, dan saya pun terhubung dengan banyak situs yang menawarkan online shopping.

Tempat favorit saya untuk ber-online shopping-ria kebanyakan ada di friend list Facebook. Situs yang satu ini memang multiguna, selain berfungsi sebagai  situs jaringan sosial, dapat juga digunakan untuk online shopping. Penggunanya tinggal memasang foto barang-barang yang akan dijual, menuliskan spesifikasi barang, harga, dan cara pemesanan, kemudian mempublish ke semua pengguna Facebook. Benar-benar cara promosi yang mudah, pelaku online shopping juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk sewa tempat, lapak, atau kios. Dengan budget minim, seseorang dapat menjalankan usahanya. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan banyak orang lebih memilih online shopping untuk berjualan. Selain Facebook, banyak juga yang menggunakan blog pribadi (contohnya blogspot dan multiply).

Kenapa saya memilih untuk menggunakan online shopping yang ada di Facebook? Karena sistem pembayarannya tidak perlu menggunakan kartu kredit. Hahaha, sampai saat ini saya memang tidak berani menggunakan kartu kredit untuk pembayaran di dunia maya (kecuali pembayaran tiket pesawat yang mengharuskan pembayaran via kartu kredit), banyaknya kasus pembobolan kartu kredit melalui transaksi online shopping cukup membuat saya ragu. Pembayaran online shopping di Facebook biasanya dilakukan dengan cara transfer ke rekening tertentu, full payment untuk barang ready stock atau half payment untuk barang pre order. Untuk barang ready stock, setelah uang diterima maka barang akan dikirim. Sedangkan untuk pre order, barang akan dipesan atau dibuat dahulu, setelah barang selesai pelanggan akan diinformasikan dan membayar sisa pembayaran, jika pembayaran telah diterima maka barang akan dikirim. Pre order biasanya memakan waktu 2minggu sampai 1bulan.

Saya makin tergila-gila dengan online shopping karena (akhirnya) saya menemukan satu tempat yang dapat membuat sepatu dengan desain sendiri. I am shoes lover. Saya sering dibuat kesal dengan ukuran kaki yang agak sedikit besar, sepatu yang saya incar biasanya nga ada nomornya :( Dengan online shopping ini saya bisa memiliki sepatu tersebut, tinggal kasih gambar desainnya, sebutkan nomor sepatu, warna dan bahan yang diinginkan, nego harga, dan voila...2minggu atau 1bulan kemudian sepatu tersebut jadi milik saya.

Teman-teman saya sih selalu berkomentar "ko berani sih olshop? kita kan nga nga tau baju itu pas di badan dan sepatu itu pas di kaki kita atau nga". Memang sih, itu adalah salah satu resiko online shopping. Gambling. Tapi sampai saat ini saya tidak mendapatkan masalah cukup berarti, baju yang dipesan pas di badan, sepatu nga kegedean ato kekecilan, tas juga sesuai keinginan hati.
Ini beberapa tips dari saya untuk ber-online shopping-ria (Ini tips "pinter-pinteran" dari saya aja yaaa...):
1. Bawel. Tanya sedetail mungkin barang yang akan kita beli. Contohnya kita akan membeli dress, tanyakan bahannya dari apa, ukuran lingkar dada, lingkar lengan, lingkar pinggang, dan panjang baju, bahan bisa melar sampai berapa cm, aksesoris yang menempel (beberapa online shopping menjual aksesoris terpisah), dan lainnya.
2. Pilih online shopping yang bisa dipercaya. Kalau di Facebook hal ini bisa dilakukan dengan membaca wall dari pelanggan sebelumnya. Kalau banyak pelanggan yang merasa puas, berarti online shopping tersebut cukup kredible. Kalau banyak yang komplain "ko barang aku belum dateng", mending cari online shopping laen deh.
3. Pilih online shopping yang paling aktif dan antusias membalas pertanyaan kita.
4. Tanya serinci mungkin cara pembayaran dan simpan bukti pembayaran.
5. Khusus untuk pemesanan sepatu, ukur panjang kaki kita ditambah 1cm. Biasanya ukuran sepatu di beberapa tempat berbeda, untuk amannya kasih ukuran sepatu yang bisanya kita pakai plus panjang kaki kita.
6. Minta no registrasi pengiriman dan cek ke website yang bersangkutan.
7. Konfirmasi ulang jika dalam waktu 2-3 hari barang pesanan belum sampai.
8. Jangan ragu untuk menawar harga, minimal minta free ongkos kirim.

Selain untuk belanja baju, tas, dan sepatu, biasanya saya juga beli buku via online shopping. Berdasarkan survey yang saya lakukan (ini juga "pinter-pinteran" saya aja yaaa), harga yang ditawarkan lebih murah dibanding harga di toko buku, kalau beli banyak juga suka dikasih diskon (dasar maniak diskon). Jika mencari buku yang sudah tidak dijual di toko buku, situs ini bisa menjadi pilihan. Situs yang sering saya gunakan adalah www.inibuku.com dan www.bukukita.com Untuk daerah Jakarta, toko buku online ini tidak mengenakan ongkos kirim.

Pesan saya cuma satu: Awas jangan kalap belanja.

Cheers....

Minggu, 20 Desember 2009

Liburan cekak

Dan long weekend kali ini selesai....

Hukshuks....Liburan kali ini benar-benar saya habiskan di rumah. Hahahaha...padahal saya sudah menyusun banyak rencana dan menerima ajakan dari beberapa teman. Mulai dari mengunjungi festival kemang, nobar, maraton nonton, belanja, reuni smp, dan menghabiskan 'me time'. Tapi semua itu gagal karena....kantor saya nga jadi membayar salary karyawannya minggu kemarin. Yaaahhh...emang belum tanggal gajian juga sih, jadi apa mau dikata. Inilah nasibnya jadi pegawai kantoran yang selalu gagal menabung :(

Hmmm...menghabiskan liburan di rumah ternyata tidak seburuk perkiraan saya. Tiga hari kemarin saya:
1. Tidur selama 10jam. Biasanya saya cuma tidur 5jam, itu juga sudah merupakan suatu prestasi.
2. Nonton TV seharian. Long weekend dan akhir tahun seperti ini banyak stasiun TV yang menayangkan film-film bagus.
3. Mandiin kucing semata wayang nan manja dan nyebelin. Hehehe....lumayan, bisa mendekatkan diri dengan sang kucing dan menunjukkan siapa majikan dia yang sebenarnya :D
4. Makan bersama keluarga tersayang.
5. Nemenin mama nonton sinetron kesayangannya (ternyata beliau tergila-gila dengan BCL).
6. Ngobrol banyak hal bareng mama.
7. Menulis banyak hal di blog saya yang masih baru ini, dan berkunjung ke beberapa blog lain.

Siapa bilang liburan di rumah bikin suntuk. Buktinya saya merasa sangat segar dan siap menghadapi rutinitas kantor lagi. Otak saya benar-benar fresh setelah malas-malasan di rumah selama tiga hari.

Office....Here I come......(jadi nga sabar ngantor lagi).

P.S: maap nga ada fotonya. Tadinya saya mau memamerkan foto waktu mandiin Porin (nama sang kucing manja nan nyebelin itu), tapi dia nga bisa diem dan sibuk mencari cara untuk melarikan diri. Kamera digital saya hampir jatuh dan nyemplung. Lain kali saya minta tolong orang lain untuk mengambil foto kami berdua sajalah.

Sabtu, 19 Desember 2009

Oh Taksi.....

Maaf ya jika postingan kali ini menyebut nama dagang/usaha. Saya tidak bermaksud promosi atau menjatuhkan suatu nama dagang.

Akhir-akhir ini saya sering menggunakan moda transportasi yang satu ini. Sebenarnya siiihh,kalau nga butuh-butuh banget atau kepepet banget, pasti saya akan mikir sampe tiga kali untuk naek taksi :) Berhubung sekarang sudah punya pendapatan sendiri, sepertinya tidak masalah mengeluarkan uang lebih besar untuk sebuah kenyamanan (tapi saya tetap memprioritaskan naik taksi sebagai pilihan terakhir).

Yang bikin saya bingung. mayoritas taksi di Jakarta itu kok warnanya biru. Saya sempat mencibir juga
"Huuu...mentang-mentang Blue Bird udah punya nama dan tempat di masyarakat terus semua taksi jadi di cat warna biru".
Tapiiii....setelah saya perhatikan dengan seksama, ternyata si biru ini memakai stiker Blue Bird Group di kaca depan mereka, padahal nama taksinya bukan Blue Bird. Sumpah saya bingung.

Pengalaman pertama naek taksi.
Pulang outing dari Bandung, belum malem banget sih, masih jam9 malem, kalau maksain diri bisa nekat cari bis atau omprengan untuk pulang ke rumah. Tapiiiii hal ini saya urungkan karena:
1. Kalap belanja di Bandung dan akhirnya kantong belanjaan saya menumpuk. Belum lagi tas besar yang berisi keperluan outing. Mana sanggup saya membawa semua itu sendiri.
2. Bis ke arah Cibinong sudah diboikot dan nga bisa ngetem di UKI lagi. Waduh, padahal saya diturunkan dari bus wisata di daerah Halim.
3. Memakai baju khas liburan. Yea....sebut aja hot pants dan tank top. Nga mungkin saya nekat naik bus dengan pakaian seperti ini. Bisa-bisa saya dianggap turis nyasar dan ditatap mata jelalatan para lelaki (yaiks.....).
Kebetulan bis menurunkan saya tepat di pangkalan taksi Blue Bird. Saya langsung naik dan menyebutkan tujuan. Supirnya ramah, saya juga nga deg-degan melihat argo, karena argo berjalan "normal" (normal dalam kamus saya adalah harga yang tertera di argometer berjalan sesuai ritme kendaraan, tidak melonjak terlalu cepat). Saya puas menggunakan jasa Blue Bird saat itu, jarak Halim - rumah (rumah saya di daerah Cibinong) bisa dicapai dalam waktu kurang dari satu jam, ongkong yang saya keluarkan juga hanya Rp. 80.000 (sudah plus tips dan ongkos tol). Murah, aman, nyaman. Itu kesimpulan saya.

Pengalaman kedua naik taksi
Jakarta macet total. Banjir di beberapa tempat yang menyebabkan jalanan jadi semakin semrawut, Saya memutuskan naik taksi karena:
1. Bis terakhir ke arah Cibinong sudah lewat 20menit yang lalu (saya harus mengejar bis itu atau saya nga bisa pulang).
2. Minus ojek (ojek di Jakarta teramat sangat laris dalam kondisi ini. Sepertinya yang harus mengejar bis terakhir bukan saya saja).
3. Hujan turun semakin deras.
Akhirnya saya menyetop taksi, Blue Bird lagi. Saya naik ke taksi dan menyebutkan tujuan Cempaka Putih. Sepanjang jalan saya berharap-harap cemas bisa mendahului bis tersebut dengan taksi ini. Tapi ternyataaaa....taksi saya terjebak macet TOTAL. Sumpah saya deg-degan banget, karena:
- Uang di dompet saya cuma Rp 100.000, sedangkan ATM minus saldo (tanggal tua cekak beneeerrr....)
- Hujan tambah deras, dan mau nga mau saya harus berdiam diri di taksi
- Tidak ada tanda-tanda dari bis yang saya kejar, sepertinya saya sudah tertinggal jauh.
Jarak 1.5km ditempuh taksi dalam waktu 1jam, dan argo sudah bergerak ke angka Rp 35.000 Waduuuhh...saya nga mungkin di dalam taksi terus. Akhirnya saya nekat turun di tengah hujan (di tengah jalan juga) dan mencari ojek. Akhir cerita saya berhasil mengejar bis menggunakan ojek dan sampai ke rumah dengan selamat.
Ongkos taksinya mahal banget, nyesel udah nekat pake taksi. Itu kesan saya yang kedua.


Pengalaman ketiga
Acara nonton bareng di Setiabudi 21. Saya lupa gedung itu ada dimana, kata teman sih deket halte Karet. Ketika saya sampai di halte Karet, dengan PD nya saya keluar shelter dan celingak-celinguk kesana-sini. Eh, ko ada menara Mayapada sih? Ampuuuunnn....saya di halte Karet yang salah, mustinya saya turun di halte Karet Kuningan. Karena waktu sudah mepet, akhirnya saya menyetop si biru dan meluncur ke Kuningan. Sepanjang jalan saya sibuk meng-update Facebook dan tidak memperhatikan jalan. Sewaktu taksi agak berguncang, saya baru ngeh, ternyata si Bapak supir nga lewat Dukuh Atas, tapi putar balik dan masuk ke Kuningan lewat belakang. Sumpah saya nga tau ada dimana, mulai was-was plus deg-degan. Sampai akhirnya Bapak pengemudi bertanya
"Dari sini kemana ya mba?"
"Haduuuuhhh paaaa....saya belum pernah lewat sini, kenapa tadi nga ngikutin jalur busway aja sih?"
Dan akhirnya Bapak supir itu turun dari taksi dan menanyakan arah. Akhirnya saya sampai di Setiabudi building juga, dengan perasaan gondok. Bayangin aja, dari Sudirman - Kuningan menghabiskan waktu 40menit lebih, ongkos yang saya keluarkan saat itu Rp 25.000. Mahal bagi saya, soalnya jaraknya itu dekat, andai nga pake nyasar dan muter-muter dulu.
Kesan saya saat itu: kok supir taksi nga ngerti jalan sih? Sepertinya saya ditipu.

Pengalaman keempat
Berangkat ke JIFFest bareng temen, berdua aja. Rencananya begini, kami naik bus TransJakarta dari tempat masing-masing, ketemu di halte dukuh atas, baru dari situ kami naik taksi. Alasan naik taksi kali ini:
1. Sama-sama belum pernah maen ke GI (haiiaaahhh....norak banget) dan bingung pintu masuknya dimana (hiiiiihhh...tambah norak).
2. Kita berdua sama-sama sadar dan tau banget, nga ada mikrolet, bus, ato kopaja yang lewat GI. Dari halte busway terdekat juga jalannya lumayan jauh.
Syusyaaahhh banget nyari taksi di daerah Sudirman. Dapet Blue Bird lagi. Dari Dukuh atas ke GI cuma kena Rp 7000.
Pulang dari JIFFest sekitar jam 23.30. Mall udah gelap, semua toko udah tutup, pintu keluar juga banyak yang dikunci, cuma bisa keluar lewat lobi utama. Ternyata banyak yang bernasib seperti kami, dan mereka semua menunggu taksi. Hahaha...baru kali ini saya berebutan taksi sama bule :D Sebenernya banyak taksi yang ngetem, tapi kami takut memilih taksi itu, soalnya taksinya kurang terkenal dan kacanya itu gelap bangeeeetttt. Kalau diculik nga bisa minta tolong sama orang yang di luar, wong dari luar nga bisa ngeliat apa-apa yang ada di dalem.
Akhirnya saya nemu taksi Express, langsung lari-lari ke arah taksi itu supaya nga diserobot bule lagi. Dari GI saya numpang sampe Pelangi. Ongkosnya Rp 13.500. Hmmm....saya lebih suka naik express sebenarnya dibanding dengan Blue Bird, harganya lebih murah, pelayanannya juga nga kalah dengan taksi nomor satu di Jakarta.
Ini rute perjalanan pulang saya malam itu:
GI - Pelangi: taksi express, Rp. 13.500
Pelangi - UKI: Bis mayasari, Rp. 2.500 (bahkan di malam selarut itu masih banyak bis mayasari dan penuh dengan penumpang. Kota ini memang tidak pernah tidur bukan?)
UKI - Cibubur: Angkutan umum (saya nga tau namanya apa), Rp. 6000
Cibubur - rumah: Blue bird.
Ok...biar saya jelaskan rute ini. Tadinya saya mau naik taksi dari Pelangi sampe rumah, tapi masih banyak bis bertebaran, ya saya nekat saja. Perkiraan saya di UKI nga ada angkutan ke Cibinong lagi, dan ketika mencari taksi di daerah UKI, ternyata masih ada angkutan ke Cibubur. Lumayan, saya bisa mengirit ongkos taksi dari UKI ke Cibubur. Dasar nga mau rugi, hahahaha....
Di Cibubur saya agak ragu bisa menemukan Blue Bird, memang disana banyak taksi, tapi taksi dengan kriteria yang membuat saya takut untuk menaikinya. Lucky me...sebuah taksi dengan penampilan yang meyakinkan lewat, langsung saya stop, naik, tutup pintu, dan baru sadar ketika melihat argo....Rp 6.000, ooohhh saya naik Blue Bird yaaa...tapi kok penampilannya beda ya.
Supir saya kali ini memacu taksinya cepat sekali, argo juga dengan cepat naik, meloncat-loncat melewati beberapa tingkatan angka. Hmm...saya merasa argonya sedikit tidak normal. Ongkos yang saya keluarkan Rp 40.000, belum termasuk tips. Wuaaaahhh...mahal banget.


Sebenarnya ada beberapa pengalaman lain ketika saya naik taksi. Tapi hanya ini yang saya ingat dengan baik dan sangat membekas. Oia, setelah pengalaman naik taksi terakhir, saya iseng memperhatikan semua taksi yang berwarna biru. Ternyata kebanyakan taksi berwarna biru itu berada di bawah nama Blue Bird, hanya logo dan nama saja yang berbeda. Ada pusaka, pusaka biru, cendrawasih, montero, dan beberapa nama lain. Hmmmm....nga heran Jakarta dipenuhi taksi berwarna biru, bukan karena mereka ikut-ikutan, tapi karena di bawah perusahaan yang sama.
Saya juga agak pilih-pilih untuk naik taksi, prioritas saya Express dan Blue Bird. Apalagi kalau di malam hari, saya cuma mau naik dua nama ini saja. Well, nga ada salahnya kan pilih-pilih taksi. Sekarang modus kejahatan di taksi makin banyak, contohnya perampokan, penculikan, pemerkosaan, sampai pembubuhan. Apalagi pelakunya kebanyakan mengincar perempuan. Kalau pulang malam sebaiknya memilih taksi yang bisa dipercaya, walau mahal sedikit yang penting bisa pulang sampe rumah dengan selamat.

Jumat, 18 Desember 2009

Bunga pukul empat

Kemarin saya pulang melewati rute baru, dan tidak menyangka ternyata rute ini masih menyimpan sepenggal memori akan masa kanak-kanak saya; gang-gang kecil tempat saya bermain, pohon yang sering dipanjati bersama adik tersayang, dan petak kecil taman bunga itu.

Kalau ditanya wangi bunga apa yang paling berkesan? Pasti jawaban saya bukanlah mawar, melati, atau anggrek, atau apalah nama bunga lain yang terkesan indah dan mahal. Bunga pukul empat, itu jawaban saya. Mungkin di kota besar bunga ini sudah jarang, jadi mungkin kalian yang membaca postingan ini tidak bisa membayangkan bentuk bunga tersebut.
 
 Bunga pukul empat berbentuk terompet dengan bermacam warna (merah, putih, jingga, kuning, dan kombinasi belang-belang). Yang paling khas adalah, bunga ini mekar di sore hari dan kuncup kembali pada pagi hari menjelang fajar. Sore hari pukul empat bunga ini bermekaran, demikianlah nama bunga ini diambil.


Nama latinnya adalah Mirabilis Japala L. Lebih sering dikenal dengan nama bunga pagi sore, bunga pukul empat, bunga paranggi, dan dalam nama asing, Beauty of the night.

Masa kecil saya lebih banyak dihabiskan di rumah almarhumah nenek di daerah Bogor. Disana banyak sepupu dan teman sebaya, sungguh menyenangkan karena di rumah kami hanya bisa bermain berdua saja. Karena kompleks rumah nenek tidak terlalu besar dan peserta yang bermain cukup banyak, maka permainan petak umpet sering dijadikan pilihan. Tempat persembunyian favorit saya dan adik adalah di sebuah rumah tua bergaya belanda yang teduh. Di taman kecil tempat bunga pukul empat bergerumul kami diam, sesekali terkikik, menunggu untuk ditemukan. Ketika teman-teman sudah menyerah mencari, kami malah asik memainkan bunga pukul empat, dan akhirnya nenek lah yang harus turun tangan mencari kami. Aroma khas dan keindahan bunga pukul empat saat itu tidak bisa digantikan dengan bunga tercantik mana pun.


Di rumah, karena tak ada teman sebaya, terkadang adik menemani saya bermain boneka, saya pun tidak ragu menemaninya bermain layangan atau memanjat pohon (walau dengan resiko luka di kaki akibat jatuh dari pohon membekas ketika beranjak dewasa). Saya masih ingat, ketika kami menghancurkan biji bunga pukul empat untuk dijadikan bedak dan menggunakan bunganya sebagai anting-anting, tetangga yang lewat memandang aneh ke adik saya, "anak lelaki kok bermain hal seperti itu". Tetapi mama tidak ambil pusing dengan perkataan mereka, malah mama bangga anak-anaknya bisa bermain dengan akrab dan kompak. Aahh...kalau ingat itu semua saya merasa sangat bahagia, betapa kami sangat dekat, tidak mempermasalahkan permainan apa yang pantas untuk laki-laki dan perempuan. Dan sekali lagi, bunga pukul empat menemani kami melewati masa kecil.

Dan sekarang, diantara kesibukan kerja yang semakin tidak bisa ditolerir, dan diri ini terasa jauh dari keluarga, semerbak harum bunga pukul empat yang khas mampu mengembalikan saya ke masa lampau. Masa dimana saya bisa tertawa lepas bersama adik tersayang, bermain dengan riang, sementara nenek atau mama mengawasi dari kejauhan. Bunga kecil ini memang sangat sederhana, kalah cantik jika dibandingkan dengan bunga lain, namun berarti banyak untuk saya. Dia melambangkan masa kecil saya, selalu mengingatkan saya dengan keluarga.


"Nek...di surga ada bunga pukul empat nga?"

Aaahh...saya jadi kangen nenek.

Senin, 14 Desember 2009

I Miss u Mom, I Love u Dad.

Beberapa bulan terakhir ini saya benar-benar merasa jauh dengan keluarga sendiri. Pergi kerja jam 05.30 subuh, pulang ke rumah paling cepet jam 21.30, weekend sibuk menghabiskan waktu hangout dengan teman-teman, sekedar untuk melepaskan penat setelah satu minggu lelah bekerja. Saat berangkat kerja saya tidak pernah sempat bercakap-cakap dengan mama, apalagi papa. Pulang kerja, karena sudah terlalu larut, mama langsung pergi tidur setelah lega anak perempuan satu-satunya telah sampai di rumah. Terkadang papa masih nonton TV, tapi saya sudah lelah bekerja seharian dan tidak berselera untuk mengobrol. Anehnya, seletih dan selarut apapun saya pulang kerja, pasti saya selalu menyempatkan diri online sebelum tidur, sekedar untuk menyapa teman-teman di YM atau untuk mengetahui perkembangan kabar mereka melalui FB.

Ya, mungkin saya lebih mementingkan pergaulan saya di dunia online ketimbang berinteraksi dengan orangtua sendiri. Tapi lingkungan lah yang membentuk saya. Di daerah rumah, saya, tidak memiliki teman sebaya, adik semata wayang pun saat ini kuliah di Semarang. Aaahh...saya benar-benar seperti anak tunggal. Mama sempat komplain dengan kebiasaan saya yang akhir-akhir ini lebih sering menghabiskan waktunya di depan laptop dan jarang mengobrol lagi dengan dirinya. Saat itu saya nga ngomong apa-apa, hanya tersenyum maksa dan berkata "iyaaaa...." tanpa mengerti apa arti dari ucapan tersebut.

Kebiasaan saya terus berlanjut, bahkan setiap akhir pekan saya selalu pergi dengan teman-teman, jarang sekali menghabiskan weekend di rumah. Kalaupun di rumah, pasti mata saya terpusat pada laptop dan jari saya sibuk mengetik. Terkadang mama marah dengan kebiasaan ini, bahkan tidak memberikan izin ketika (lagi-lagi) saya akan menghabiskan akhir pekan di luar bersama teman-teman. Saya tidak terima dan memberi beliau penjelasan, betapa saya penat dengan rutinitas ini, betapa saya butuh untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan bertukar pikiran tentang banyak hal, betapa semua hal tersebut tidak bisa saya lakukan di rumah. Saya nga bisa hanya bergaul dengan mama dan papa. Mama nga menjawab apapun dari statement saya, beliau hanya terpaku dan tercenung.

Akhirnya mama memaklumi kebiasaan anaknya yang baru. Tidak banyak berkomentar walau anaknya cuma numpang makan dan tidur di rumah, bahkan tidak menuntut banyak waktu saya untuk mengobrol. Saya juga tidak ambil pusing dengan hal itu. Memang, saya lebih sering sibuk dengan kehidupan saya yang baru, tapi bukan berarti saya melupakan keluarga......atau mungkin, itu hanya pikiran saya.......


Sampai pada suatu sore, ketika mata dan jari ini sibuk bermain di sebuah alat yang menghubungkan saya ke dunia maya dan memisahkan saya dengan lingkungan yang sebenarnya, mama menghampiri saya dan berkata:
"Teh, besok mama mau operasi" kata beliau hati-hati karena saya tak jua melepaskan perhatian dari benda tersebut.
"HAH???? Operasi apa ma???? Mama sakit apa?" saya benar-benar terkejut, shock.
"Ada tumor di mata mama" beliau berkata dengan tabah.
..............................................
Anak macam apa saya? saya bahkan nga tau mama sakit, padahal kami satu rumah. Sungguh, saya merasa seperti anak yang durhaka. Melupakan orangtua sendiri dan sibuk dengan dunianya yang baru. Saya blank......dan saya pun baru menyadari betapa ringkihnya mama. Dirinya diserang berbagai penyakit dalam waktu bersamaan. Beliau harus menjalani terapi rutin karena salah satu saraf di belakang leher ada yang terjepit. Belum lagi beberapa penyakit ringan yang tak kunjung membaik dan menambah derita mama. Tuhan....anak macam apa saya ini?


Saya bingung harus berbagi dengan siapa, akhirnya saya memutuskan untuk bercerita dengan salah seorang sahabat.
"Lo terlalu sibuk dengan dunia lo cha" jawab dia dengan lugas
"Iya siiihhh....tapi gw juga kan punya kehidupan sendiri" saya masih berusaha mengingkari kenyataan
"Tapi lo terlalu asik dengan dunia lo dan meninggalkan semuanya di belakang. Lo kan dulu deket banget sama nyokap. Tapi liat deh sekarang"
deeeeggg......kata-kata dia nohok banget. Saya memang selalu dekat dengan mama, bahkan kedekatan kami berdua sering membuat teman-teman iri.


Saya memutuskan untuk ambil cuti, berniat untuk membantu dan merawat mama. Tapi entahlah...saya malah kembali sibuk di depan laptop, dan tidak berinteraksi dengan dirinya (lagi). Pernah saya mencoba untuk mendekatinya, tapi seperti ada jeda yang teramat jauh diantara kami berdua, bahkan saya bingung harus bercerita apa dengan beliau. Saya menyerah, dan kembali ke dunia sendiri.


Hari ini, saya mencoba mendekati mama yang sedang membuat kue di dapur, dan dengan sendirinya pembicaraan itu mengalir.
"Mama serem deh di tempat terapi itu, banyak orang yang sakitnya lebih parah dari mama. Banyak orang stroke yang bahkan nga bisa jalan lagi. Terus kemaren mama tensi darah, tinggi bgt teh, udah 150, makanya mama sekarang musti makan ini....." mama menunjukkan beberapa buah dan sayur yang harus dikonsumsi.

"Ko bisa darah tinggi sih ma? mama kebanyakan makan ikan asin kali...ikan asin Porin jangan disikat juga dong ma" saya mencoba bergurau
"nga tau nih, padahal mama nga makan yg aneh-aneh, kata dokter sih mungkin lagi stress atau banyak pikiran"
Iyalah mama stress. Anaknya yang satu jauh di Semarang, yang satu lagi sibuk dengan dunianya sendiri dan nga memperbolehkan mamanya sendiri untuk mengenal dunianya yang baru. Gimana mama nga cemas. Lalu mama menyambung pembicaraan yang sempat terputus.
"Papa kemaren sampe mimpiin kamu loh teh"
"Hah, papa ngimpiin apa ma?"
"Papa mimpi kamu masuk ke perusahaan yang sekarang papa tempatin. Ternyata papa itu juga cemas loh teh kalau malam-malam kamu belum pulang kerja, makanya papa suka jemput kamu di depan gang kan, bahkan papa juga suka bilang 'duh nak, cari uang buat makan aja ko kamu jauh amat y', nga nyangka ya teh"
Deeeggg....saya kembali tercenung. Papa yang selama ini tak banyak bicara dan komentar mengenai kesibukan saya, ternyata sangat mencemaskan anak perempuan satu-satunya ini.


Dan akhirnya mama menyinggung satu topik yang selalu membuat saya merasa malas.
"Gimana ya teh, mama udah sering sakit gini, nanti mama nga bisa ngasuh anak kamu"
........................................ jeda cukup panjang diantara kami berdua

"Mama yang sehat ya"
saya hanya mampu mengeluarkan kata-kata itu.


Ma...maaf ya, saya sudah menyia-nyiakan waktu-waktu berharga yang bisa kita habiskan bersama. Entah kapan terakhir kali kita jalan-jalan bareng, belanja bareng, tertawa lepas bareng. Saya kangen dengan masa-masa itu.
Pa....walau papa nga banyak bicara, tapi saya tau, jauh di lubuk hati, papa selalu mengkhawatirkan saya, bagaimana masa depan saya. Kadang Papa ngajak saya berbicara, tapi entah mengapa, saya nga ngerti dengan apa yang papa bicarakan, apa inti pembicaraan papa, pikiran saya sering melayang-layang entah kemana selagi papa bicara. Bukan, itu bukan salah papa, tapi saya yang akhir-akhir ini kurang ngertiin jalan pikiran papa. Saya sayang papa.


Tuhan....beri saya waktu untuk membahagiakan mereka berdua. Saya masih teramat muda untuk melakukan semua ini sendiri.
 
 

Sabtu, 12 Desember 2009

11th Jakarta International Film Festival (JIFFest)

Yeaaayyy...for the first time in my life, I attended the biggest film festival in Indonesia (kemana aja neng....) ahahahaha....dulu kan blm ngerti Jakarta, jadi nga berani jalan sendiri, nga  punya uang sendiri juga (malu ah minta sm ortu mulu), nga ngerti sistem JIFFest itu sendiri gmn (at least skrg mah lebih pinter), dan yang paling utama adalah...nga punya temen yang satu selera untuk nonton acara kaya gini (and now I've found one).

Kali ini JIFFest digelar dari tanggal 4-12 Desember 2009 di Blitzmegaplex Grand Indonesia. Di tahunnya yang ke sebelas, JIFFest menghadirkan 15 film Indonesia: 3 Doa 3 Cinta, Babi Buta yang Ingin Terbang, Bukan Cinta Biasa, Cin(t)a, Garuda di Dadaku, Get Married 2, Identitas, Jermal, Kado Hari Jadi, Keramat, King, Merantau, Pintu Terlarang, Romeo Juliet, dan Under The Tree. Dan yang lebih membanggakan, untuk pertama kalinya JIFFest dibuka dengan film Indonesia, Sang Pemimpi. Aaaahhh....senang rasanya negeri sendiri dapat membuktikan eksistensinya di kancah perfilman dunia dan bersaing dengan film2 asing.

Sistem penayangan film JIFFest dibagi menjadi 5 bagian, premiere (by invitation only), free screening, world cinema (tiket Rp 25.ooo), world cinema documentary + madani (tiket Rp 15.ooo), dan Panels/JIFFest Events (registration required). Karena saya bukan artis dan bukan orang penting di dunia perfilman, maka tidak mungkin saya bisa menonton film premiere ( Sang Pemimpi dan New York I Love You).*crap*. Jadi saya mengincar film2 world cinema, dokumenter, madani, dan yang pasti free screening. Untuk free screening sendiri tiket akan dibagikan 1jam sebelum film diputar.

Hmmm...pengennya sih bisa ambil cuti satu minggu penuh dan dengan setia nongkrong di Blitz. Tapi karena saya hanya pegawai kantoran yang masih membutuhkan uang, jadi keinginan itu pun harus dikubur dalam-dalam.*sigh*. Saya cuma bisa meluangkan waktu di akhir pekan, jadi rencananya saya akan datang ke JIFFest di tanggal 5, 6, dan 12 Desember. Mau ambil cuti juga rasanya nga mungkin, lagi tanggal sibuk, akhir tahun pula. Hukhuks nasibkuuuuu......




5 Desember 2009

Dateng ke JIFFest bareng my partner in crime, Sagita. Beberapa hari sebelumnya kita udah ngobrolin film2 apa yang mau ditonton plus ngatur jamnya, jadi dalam satu hari bisa nonton sebanyak mungkin. Sialnya adalah, film-film yang diputer tanggal 5 itu masuk dalam daftar "must see movies" semua dan kita agak sedikit kebingungan untuk memutuskan akan nonton yang mana. Contohnya, Three Monkeys (Uc maymun, Turkey), Love and Rage , dan Swiss Shorts (kumpulan 9 film pendek asal Switzerland) diputer barengan, dan parahnya kita kekurangan resensi mengenai film2 tersebut. Akhirnya, bermodal Youtube saya coba-coba untuk cari thrillernya. Dari situ akhirnya kami memutuskan untuk nonton Love and Rage, 15 Malaysia, dan Burma VJ.



Love and Rage (Vanvittig Forelsket). Denmark. Dir: Morten Giese

Kisah klasik tentang cinta dan kecemburuan. Daniel adalah seorang pelajar di bidang musik yang jatuh cinta kepada Sofie. Rasa cintanya yang besar diikuti juga oleh tumbuhnya  rasa cemburu yang berlebihan kepada Sofie. Kecurigaannya mulai tidak terkendali dan memunculkan kepribadian lain dalam diri Daniel.

Hmm....sebenernya saya nga terlalu suka dan ngerti dengan ending film ini. "ko cuma gitu doang sih endingnya", itu yg terlintas di kepala saya setelah nonton film ini. But afterall, permainan piano David (Cyron Melville) hebat banget, dia bahkan menjadi Best Actor di Montreal World Film Festival 2009 berkat perannya di film ini. Sara Hjort Ditlevsen juga mampu membawakan karakter Sofie sebagai wanita yang ingin membawakan musik klasik dengan cara yang lebih modern.
15 Malaysia. Malaysia. Dir: Yasmin Ahmad, Khairil M, Bahar, Tan Chui Mui, Linus Chung, Yuhang Ho, Johan John, James Lee, Amir Muhammad, Namron, Desmond Ng, Kamal Sabran, Liew Seng Tat, Mussadique Sulaeman.
15Malaysia adalah sebuah proyek kumpulan film pendek yang terdiri dari 15 film pendek oleh 15 pembuat film. Film-film ini tidak hanya berkutat pada isu sosial politik saja, beberapa diantaranya juga termasuk para aktor, musisi, dan pemimpin politik terkenal. 

15 film yang mampu membuat kita lebih mengenal Malaysia, sebuah negara yang begitu dekat dengan negara sendiri. Seperti melihat kembaran Indonesia, unsur kekerabatan yang begitu dekat, bahasa melayu yang akrab di telinga, dan budaya yang dekat dengan negara sendiri.
Melalui film pendek ini, saya mengenal sosok Yasmin Ahmad, seorang genius untuk dunia perfilman Malaysia yang baru saja tutup usia di tahun ini. Beberapa film Malaysia yang diputar di JIFFest bahkan didedikasikan untuk mengenangnya.
Dari 15film yang diputar, ada dua film yang benar-benar membekas di ingatan saya, halal dan potong saga. Film ini mampu membuat saya ketawa ngakak sampe sakit perut. nga bisa ngomong banyak, lebih baik buka link nya dan silahkan berkomentar sendiri :D

Burma VJ: Reporting from a Closed Country. Denmark. Dir: Anders Ostergaard.

Hidup dalam rezim militer yang menutup diri dari media asing, kehidupan sengsara masyarakat Burma selalu luput dari perhatian dunia internasional. Sekelompok VJ yang dipimpin Joshua merekam realita kehidupan sehari-hari rakyat Burma. Video-video berisi kebrutalan polisi dan tindakan-tindakan HAM kini tersedia untuk penonton di seluruh dunia. Anders Ostergaard menyatukan video-video tersebut menjadi satu cerita tentang bagaimana warga negara Burma diperlakukan oleh pemerintahnya sendiri.

 

Melihat film dokumenter ini seperti melihat wajah Indonesia tahun 1998, ketika rezim orde baru berusaha digulingkan oleh mahasiswa. Banyak orang menghilang, entah diculik, dibunuh, atau diasingkan karena dianggap berbahaya oleh pemerintah. Di film dokumenter ini juga terekam detik-detik ketika Kenji Nagai, jurnalis asal Jepang, terbunuh oleh militer Burma saat meliput aksi unjukrasa.




Hari minggu tanggal 6 Desember saya nga dateng ki JIFFest, padahal pengen nonton A Road to Mecca dan Hold Me Tight, Let Me Go. Jadwal kedua film ini malem banget, padahal besok harus bangun pagi dan berangkat kerja (huff....nasib jadi pegawai). Yasudahlah, rencananya saya dan Sagi mau ke JIFFest hari Jumat setelah pulang kerja, dan sabtu.
Iseng-iseng hari rabu kemaren saya minta izin cuti, dan ternyata dikasih.wuuuaaahhh senangnyaaa....langsung aja nghubungin Sagi dan ngerancang jadwal untuk hari Jumat dan Sabtu nanti. Rencananya hari Jumat mau nonton Bukan Cinta Biasa, Muallaf, Departures, dan (500) Days Of Summer, sedangkan hari Sabtu giliran Little Soldiers dan Everlasting Moments.


Jumat, 11 Desember

Berangkat dari rumah dengan semangat menyala, asik bisa nonton banyak film keren hari ini. Tapiiiii....oh my....kapan sih Jakarta itu nga maceeett???ukh, sampe Grand Indonesia udah mepet banget dan keabisan tiket free screening Bukan Cinta Biasa. ukh...antri tiket aja deh. Ini percakapan saya dan penjual tiket:
"Siang mba, mau nonton film apa?", penjual tiket menyapa ramah.
"Muallaf dong", jawab saya dengan senyum manis.
"Muallaf nya udah penuh mba" jawab penjual tiket santai.
"Penuh? Departures aja deh", saya masih berusaha optimis.
"Wah, depaturesnya udah sold out", penjual tiket menjawab dengan sangat yakin tanpa melihat layar lagi.
"Hah???!!! (500) days of summer?" Saya udah hampir nangis.
"Sudah habis mba", penjual tiket menjawab prihatin.
"................................." saya nga bisa ngomong.
Lemesss rasanya lutut saya. Waduh, sia-sia amat saya ambil cuti. Saya coba hubungin Sagi, tapi sulit karena dia masih kerja. Akhirnya setelah menenangkan diri dan melihat jadwal JIFFest ulang, saya menyusun film-film lain yang akan ditonton hari itu. Iseng-iseng saya tanya ke bagian informasi, tiket untuk besok bisa dipesan hari ini nga, ternyata bisa dan saya berniat untuk memesan tiket besok sekarang juga, supaya peristiwa menyebalkan ini nga terulang lagi. Dengan wajah gembira saya kembali antri dan memesan tiket.
"Mas, saya mau pesen tiket untuk besok dong" nada suara saya terdengar sangat ceria.
"Bisa mba, mau film apa?" tanya penjaga tiket sambil membuka layar untuk jadwal film esok hari.
"Departures" saya hampir bersorak gembira karena yakin bisa mendapat tiket.
"Wah, udah penuh mba" menjawab yakin tanpa perlu membuka layar, sepertinya sudah beberapa ratus kali menghadapi pelanggan bernasib seperti saya.
"Penuh??? Everlasting Moments nya?" saya masih berusaha optimis.
Petugas tiket membuka layar sebentar, dan dia pun tak perlu menjawab pertanyaan saya, karena layar di depan saya menunjukkan seat yang penuh.
.........................................
GREAT!!!! saya cuma bisa terhenyak. Momen setahun sekali ini akan segera berakhir dan saya nga bisa nonton film-film itu??? Itu kan "must see movies" semua. yaaahhh...memang salah saya sih yang nga tau dan nga ngerti sistem pembelian tiket di Blitzmegaplex. Akhirnya hari itu kami memutuskan untuk nonton Calimucho, Gubra, dan The Damned United. Sedangkan untuk hari sabtu? yaaahh...kami memutuskan untuk nga dateng ajalaaahhh.... :(

Calimucho. Netherlands. Dir: Eugenie Jansen.
Sebuah keluarga rombongan sirkus sedang menghadapi kesulitan keuangan. Putri kepala sirkus tersebutlah yang menjalankan usaha sirkus ini. Namun di saat ia masih menjalin hubungan dengan pekerja asal Maroko, maka keutuhan keluarga sirkus tersebut akan semakin retak.

Hahahaha....hal paling konyol waktu nonton film ini adalah orang di kanan kiri saya dengan suksesnya tertidur (sagi included). To be honest, filmnya emang ngebosenin banget. Alurnya lambat, nga terbangun emosi dalam pemainnya, pengambilan gambarnya acak-acakan, banyak adegan nga perlu dan nga berhubungan dengan cerita inti. Yang membedakan film ini adalah narasinya dibawakan oleh sebuah anggota band, yang entah mereka masuk dalam anggota sirkus atau tidak. Satu lagi, saya melihat sendiri salah satu kebudayaan Belanda yang sangat kental, cipika-cipiki tiga kali. Oh dear.....


Gubra (anxiety). Malaysia. Dir: Yasmin Ahmad.
Orked menikah dengan Arif, seorang lelaki yang jauh lebih tua darinya. Ketika Orked sedang menjaga ayahnya di rumah sakit, ia bertemu dengan Alan, kakak Jason. Kenangan indahnya bersama Jason muncul kembali, apalagi setelah ia mengetahui bahwa arif berselingkuh dengan perempuan lain.


Sebenarnya Gubra adalah bagian dari trilogi (Sepet, Rabun, dan Gubra). Tapi saya cukup mengerti isi film ini walau tidak menonton dua film sebelumnya. Film ini benar-benar hebat, saya makin mengagumi sosok Yasmin Ahmad, dia sungguh seorang genius. Satu studio sampai tertawa ngakak.
Tidak hanya komedi, film ini juga menggugah perasaan, ada saat dimana saya tercenung, bahkan menangis. Film ini tidak hanya terpusat pada kisah cinta Orked, tapi orang-orang di sekitarnya, dan orang-orang di luar lingkaran tersebut. Hampir mirip Love Actually dimana dalam satu kota terdapat beberapa kisah cinta, namun orang-orang di dalamnya tidak saling berhubungan. Banyak adegan yang membuat saya tersenyum makna dan hanya mampu mengucapkan kata "so sweet". Ya, Yasmin Ahmad memang sukses membangun mood film ini dan mood tersebut sampai kepada orang yang melihat film tersebut.
Free screening ini juga dihadiri oleh adik Yasmin Ahmad (maaf...saya lupa namanya) dan panitia mengadakan diskusi singkat tentang film ini. Sungguh sebuah momen yang hanya bisa ditemukan di JIFFest.

The Damned United. UK. Dir: Tom Hooper.
Dibuat berdasarkan novel laris karya David Pearce, film ini menceritakan tentang Brian clough, mantan manager Derby Country yang disewa oleh Leeds United sebagai manajer baru. Sebelumnya Brian merupakan kritikus terbesar akan gaya permainan Leeds United, tapi sekarang dia harus mengangani tim yang dibencinya.


Sejak kapan saya suka sepak bola dan bela-belain nonton film seperti ini? Nonton film ini tergolong kecelakaan. Saya sebenernya beli tiket untuk The Beaches of Agnes, sebuah film Perancis aliran New Wave. Tapi tak disangka, ketika akan masuk studio, panitia mengungumkan film tersebut diganti dengan The Damned United. Yaaahhh...tambah kacau lah acara nonton saya hari ini, tapi karena sudah tanggung, ya saya tonton sajalah.
Berhubung film ini berbahasa Inggris, maka tak ada subtitles, dan saya harus mengandalkan indra pendengaran agar mengerti jalan ceritanya. Sulit, karena bahasa Inggris yang dipakai berlogat British. Heu...brasa lagi nonton Harry Potter. Alur cerita juga maju-mundur, dari tahun sekian loncat ke tahun sekian. Setting cerita diantara tahun 1960-1970, lengkap dengan rekaman gambar ala tahun segitu. Tambah membosankanlah film ini dan kembali orang-orang di kanan dan kiri saya tertidur nyenyak. Tapi, ending film ini cukup menarik dan semua orang dalam bioskop terbangun dari tidur nyenyak mereka untuk menonton dan tertawa bersama. Benar-benar 97 menit yang sangat menyiksa.


JIFFest...
sebuah ajang edukasi dan apresiasi film-film dari berbagai penjuru dunia.
bagaimana sebuah film dapat membuka mata dan menambah wawasan akan dunia ini.
Dimulai dari Belitong dengan Sang Pemimpi, dan berakhir di New York dengan New York I Love You. Di tengah-tengah dua belahan dunia ini ada 25 negara lain yg layak dikunjungi dgn film-film pilihan.