Minggu, 11 April 2010

So They Called It a Lifestyle?

Saya benci rokok dan segala hal yang berhubungan dengannya, mulai dari asap rokok, abu rokok, bau rokok, dan orang yang merokok. Saya cukup strict dengan perokok apalagi jika mereka merokok di tempat umum. Saya tak segan untuk menegur walau akhirnya saya malah diomelin atau dicibir. Biarlah, yang penting saya sudah memperjuangkan hak untuk mendapatkan udara bersih dan menolak menjadi perokok pasif. Thanks God, lingkungan saya memang mendukung saya untuk berjauhan dengan benda yang satu ini. Anggota keluarga saya tidak ada yang merokok, begitu pula dengan teman-teman dekat.


Tidak aneh lagi jika kaum hawa ikut menikmati rokok, beberapa teman kuliah melakukannya walau dengan konsekuensi harus dicibir diam-diam oleh teman lain, apalagi kampus saya cukup ketat dengan peraturan merokok. Tapi di dunia kerja, semua serba berkebalikan, semua orang bebas untuk merokok tanpa melihat gender. Pertama kali saya mengalaminya saat makan siang dengan seorang teman, dengan santainya dia mengeluarkan rokok, menyalakan, menghisap, dan menghembuskan asapnya ke seluruh penjuru ruangan. Tebak kelanjutan dari cerita ini: dia menawarkan rokok tersebut kepada saya. Seumur hidup saya belum pernah ditawari orang lain untuk merokok. Dengan senyum dipaksakan saya menolaknya, dia seperti baru tersadar dan bertanya "Eh, lo ngerokok nga sih Ros?". Hebatnya lagi, saya tidak cukup bernyali untuk berkata dengan tegas "Tidak, saya tidak merokok!", saya hanya tersenyum semanis mungkin.

Saya pernah berkenalan dengan seorang single mother yang usianya terpaut 5 tahun di atas saya saat interview kerja, dia menawarkan tumpangan di mobilnya untuk pergi makan siang. Selagi kami mengobrol dia meminta izin (plus menawarkan) saya untuk merokok, lagi-lagi saya hanya bisa berkata "Lagi puasa ngerokok". After hour bersama teman kerja juga merupakan cobaan tersendiri untuk saya, mereka selalu memilih smoking area yang dari luar saja sudah terlihat putih karena terlalu banyak asap di dalamnya. Saya harus bersusah payah bernapas diantara kepulan asap plus menahan mata yang perihnya bukan main, tapi saya tetap bersandiwara seakan-akan itu adalah hal biasa dan saya tidak keberatan dengan hal tersebut.

Puncaknya adalah ketika saya dekat dengan seseorang. Dia perokok berat dan saya mentolerir semua kebiasaannya. Bahkan saya ingin menyelami lebih dalam dunia rokok. Ada rasa penasaran yang timbul dari diri ini, mengapa dia sangat mencintai rokok dan tidak dapat meninggalkannya barang sejenak.

Jujur, dengan lingkungan kerja yang baru ini, saya selalu tergelitik untuk mencoba merokok. Penasaran dengan sensasi merokok, dan yang paling parah saya mulai menganggap perempuan yang merokok itu keren. Ah Jakarta, kenapa saya harus melihat dan mengalami semua ini, sepertinya iman saya tidak cukup kuat untuk melawan semua godaan dunia hedonismu. Tidak hanya sekali atau dua kali saya meminta rokok saat bersama dengan teman yang sedang merokok, tapi tak pernah memiliki cukup keberanian untuk mencobanya.

Feeling cool with the cigar Rob?

Kenapa seseorang harus mengorbankan nyawanya dengan sebuah benda bernama rokok. Tidak ada untungnya bermain-main dengan benda yang satu ini. Itulah pemikiran saya yang dahulu dan membuat saya sedemikian benci dengan rokok. Namun, lingkungan yang sekarang membuat saya tidak berdaya. Saya tidak lagi mampu dan berani untuk menegur orang yang merokok di depan saya. Saya takut jika teman-teman mengetahui bahwa saya bukan seorang perokok maka mereka akan meninggalkan saya. Rasanya seperti kehilangan jati diri. 

Rokok dipandang sebagai bagian dari gaya hidup untuk dapat diterima dalam sebuah lingkungan.

So they called it a lifestyle?

So I called it a lifestyle?

Bukan, itu bukan lifestyle. Itu adalah jalan pintas untuk melupakan semua masalahmu, jalan pintas untuk terlihat keren di mata teman-temanmu, dan jalan pintas menuju kematianmu sendiri. Saya sempat tersesat dan mengatakan rokok sebagai bagian dari gaya hidup, juga ingin menjadi bagian dari gaya hidup tersebut. Namun, apalah gunanya disebut keren jika harus mengorbankan diri sendiri? Tak apa mereka menyebut saya kuno, tapi saya bangga dengan diri sendiri yang sampai saat ini belum pernah mencemari jantung dan paru-paru sendiri dengan rokok.

16 komentar:

  1. yup...
    aku g suka ama yang merokok ditempat umum...
    memang itu hak mereka, tapi kita juga punya hak untuk menghirup udara yang bersih kan...

    have a nice day dear^^

    BalasHapus
  2. aku juga benci banget sama yang namanya rokoook....

    BalasHapus
  3. Kesadaran akan bahaya rokok oleh para perokok masih sangat kurang padahal disetiap bungkus rokok jelas tertulis "BAHAYA ROKO"....
    Sprtinya tulisan itu hanya penambah nilai seni sebuah produk.hehehe

    BalasHapus
  4. elo jgn pernah kepikiran buat ngeroko ya ros, ga banget deh, terserah org mau blg apa yg jelas jgn elo nyobain deh

    BalasHapus
  5. jangan sampai terpengaruh mbak!
    untungnya keluarga,teman,sahabat dekat ku bukan perokok aktif..thx God..

    BalasHapus
  6. Darling.... kita samaan.... Gw paling sebelllll bangettttt dengan rokok dan segala sesuatu yang terkait dengan rokok.

    Buat gw perokok adalah orang paling egois sedunia... Coba bayangkan, demi kenikmatan sendiri mereka meracuni orang2x lain bahkan dalam radius 10 meter dari tempat mereka merokok karena terbawa hembusan angin...

    Capek banget gw harus menghindar atau menahan nafas kala asap rokok berhembus di wajah gw dari orang2x egois tadi... Plisss dehhhh... Rasanya pengen berteriak ke mereka: "Kenapa sih kalian dengan sukarela memasukkan racun ke tubuh kalian dan mengeluarkan duit pula untuk racun tadi???..."

    Screening pertama gw buat cowok adalah 'merokok atau tidak merokok' Kalo si cowok perokok (apalagi perokok berat) langsung deh gw ilfil.

    Gw selalu ngaku terus terang kalo gw bukan perokok dan nggak suka rokok. Nggak perlu ditutup2xi say... Jangan juga mengorbankan jati diri kita hanya karena ikut2xan... Entah sudah berapa kali gw ditawari rokok oleh temen dan selalu gw tolak dengan tegas.

    Nggak usah takut berbeda atau terlihat kuno. Just be yourself :)

    BalasHapus
  7. Di lingkungan kantorku mulai disediakan ruangan khusus utk perokok.. tapi sampai sekarang belum ada yg makai hehehe. Mereka (para perokok) itu lebih suka merokok sembunyi2..!

    BalasHapus
  8. Emang sih harusnya ditempat umum orang bisa menahan diri utk tidak merokok karena belum tentu semua orang dapat menerima jika ada asap rokok di sekelilingnya.

    BalasHapus
  9. Kalo aku sih, nyium asap rokok aja langsung mual-mual... Entah itu anugrah atau musibah,hehehe

    BalasHapus
  10. benci banget dengan rokok
    saking bencinya sampe selalu kena serangan asma sehabis menghirup asap rokok......... hiks

    btw
    ada award 'nice person' n tag buat Merry

    di jemput ya..

    BalasHapus
  11. untung saya bukan perokok..he he he...jadi bisa jadi sahabat ni...oya sahabat baruku...saya sudah pasang link blog ini di blogroll "sahabat-sahabat terbaikku"...tukeran link ya..untuk mempererat silaturahim....terima kasih

    BalasHapus
  12. heuheu...gw contoh hidup perokok pasif sejati...kenapa coba..hmmm karena di rumah gw SEMUAnya ngeroko..mulai dari mum dad and bro....gw besar dengan sering disuruh beli roko ama bokap, tapi anehnya sampe sekarang gw gak pernah tertarik untuk mengisap yang namanya roko, not even a singel bit i've tempted....tauk kenapa prasaan ga suka aja...di tempat kerja mayoritas temen cowo mah perokok sih, dan yang cewe mah banyak yang ngga ....(ga tau kenapa kalo liat cewe ngeroko, padahal nyokap ngeroko asa aneh aja...)
    paling sebel kalo naek angkot ketemu perokok yang bandel...huahhh.....oh iya, waktu gw masih jadi frontliner di indramayu (yang pelosoknya loh) sering ketemu nasabah yang bau roko sebadan2 (bayangin baju bau roko yang gak pernah dicuci!!) +bau keringet+bau matahari....huaaahhh.....heheheh!!mantaaaphhhh...

    BalasHapus
  13. I never try smoking even once.... Semoga tidak, my father was former smoker and he was the one who told me how bad smoking is.... And my mom hate smokers so so so much :D

    And i think i should thank them to raise me not to be a smoker :D

    BalasHapus
  14. Bagus deh kalo Rosa berani negur orang, saya masih pada tahap diam saja kalo saya seruangan dengan perokok :D

    BalasHapus
  15. merokok kok gaya hidup!
    merokok itu merusak hidup!!!

    hehehehe, alhamdulillah aku bukan perokok. Ayahku dulunya seorang perokok berat, kemudian kira kira 4 tahun yang lalu... ketika besannya meninggal karena paru paru bocor. Ayahku langsung berhenti merokok.

    emang agak telat... tapi lebih baik daripada terus merokok.

    BalasHapus
  16. @ Inge: seepp...setuju ;)

    @ Andi dan Riesta: kita samaaaa dong...

    @ naicana: Iya, sepertinya mereka udah kebal dengan semua peringatan tentang bahaya merokok.

    @ Exort: baiklah...I'll try :D btw lo ngrokok ngga :p

    @ Dv: iya nih, musti nguat2in iman lagi supaya ngga terpengaruh :)

    @ Feli: Terharuuuu....seperti dapet wejangan dari kakak sendiri. Feli tengkyu so much yaaaa....

    @ Catatan kecilku: mungkin disitu tantangannya untuk mereka.

    @ The Others: Sayangnya belum banyak perokok yang menyadari hal tersebut ya.

    @ Viita: itu anugerah, jadi secara otomatis tubuh kamu mereject untuk menjadi perokok pasif :)

    @ Seiri: ya ampuuunn...berarti kamu musti lebih hati2 sama asep rokok say. thanks untuk award dan tag nya yaaa...

    @ Bukan sekedar blogger: Thanks for stopping by. Link nya nanti saya pasang ya.

    @ Beruang madu: Amiiiiinnn...kakak gw yg satu ini bukan perokok. I'm proud of you big brotha.

    @ Cipu: Great father, Great mother, and definitely great son right?

    @ Okkots: hmm...mulai perjuangin hak kamu akan udara bersih yang bebas dari asap rokok.

    @ Elsa: Elsaaa...saya terharu melihat kamu mampir kesini dan langgsung meinggalkan komen untuk 5 postingan terakhir blog ini. Apalagi kondisi kamu masih seperti itu.Hiks...thanks, mean a lot for me. Sun sayang untuk Khadijah ya.

    BalasHapus