Sabtu, 08 Januari 2011

Sepenggal Kenangan Masa Kuliah

Saya masih semester 2 dan bersiap menghadapi UAS. Beberapa nilai UTS baru dibagikan seminggu menjelang UAS, tidak terlalu memuaskan sih tapi saya tidak terlalu memusingkannya. Toh masih bisa mengejar nilai saat UAS kan. Reaksi yang sama sekali berbeda muncul hasil ujian Fisika keluar, nilai saya berada di kisaran D! Butuh poin yang cukup besar agar bisa lulus mata kuliah ini. 'Mati gue!!!', cuma itu yang terlintas di kepala.

Kampus saya mengharuskan mahasiswa tingkat awal untuk tinggal di asrama. Selama satu tahun penuh kami tinggal dalam kamar kecil berisi empat orang, beradaptasi dengan dunia perkuliahan dan mengulang semua pelajaran dasar di bangku SMU. Mungkin karena baru kali ini tinggal berjauhan dari orangtua maka beberapa anak termasuk saya tidak terlalu peduli dengan urusan akademis. Lagipula kami hanya mengulang pelajaran masa SMU, apa sih sulitnya? Masa awal kuliah lebih banyak dihabiskan dengan bermain dan keluar hingga larut malam. Kami lebih memilih untuk bersenang-senang daripada belajar. Selain itu kondisi asrama juga kurang kondusif untuk belajar. Empat orang dalam satu kamar dengan gaya belajar yang berbeda-beda? Sulit.

Nilai saya tergolong pas-pasan saat semester 1 berlalu. Lagi-lagi saya tidak terlalu memperdulikannya. Saya lulus walau pas-pasan. Lalu kenapa? Yang penting lulus. Dan saya kembali menikmati masa-masa indah di bangku kuliah dan asrama. Sejelek apapun hasil UTS saya pasti bisa memperbaikinya di UAS. Tapi saya tidak berkutik sama sekali saat berhadapan dengan Fisika. I'm sucks in physics. Saya dan Fisika memang tidak pernah akur. Saya sudah membenci Fisika saat pertama kali berkenalan dengannya di bangku SMP. Sekarang dia muncul lagi dalam hidup saya, membayang-bayangi masa awal perkuliahan saya, berjanji akan merusak semua kebahagiaan yang saya dapat di bangku kuliah. Nilai Fisika saya kecil, sangat kecil. Saya harus mendapat nilai minimal B saat UAS agar dapat lulus dan terlepas dari mata kuliah ini. Dan itu sangat tidak mungkin. Saya tahu itu tidak mungkin.

Saya panik. Seumur hidup saya belum pernah gagal di bidang akademis. Nilai saya tidak pernah jelek, rapor tidak pernah dihiasi angka merah dan saya selalu menjadi anak baik-baik dan menjadi kebanggaan orangtua. Saya tidak pernah gagal dan kegagalan itu sekarang di depan mata, menunggu untuk jadi kenyataan. Saya takut. Saya tidak mau mengecewakan orangtua. Saya malu jika tidak lulus dalam satu mata kuliah. Malu terhadap orang tua, teman, dan diri sendiri. Teman-teman pasti mencibir jika saya tidak bisa lulus di mata kuliah Fisika.

Saya tidak berani cerita tapi saya butuh butuh dukungan. Saat tidak tahu harus berbuat apa tiba-tiba saya kangen mama. Sudah berapa lama saya dan mama tidak mengobrol dan bertukar kabar. Saya terlalu terhanyut dengan euforia perkuliahan dan melupakan orang rumah. Setelah memberanikan diri akhirnya saya menelpon ke rumah. Di ujung telpon terdengar suara mama menanyakan kabar dan tangis saya langsung meledak. Selama 5 menit awal saya tidak mampu berkata apa-apa, saya hanya menangis di telpon sementara mama semakin kebingungan, 'Kamu kenapa?' tanya beliau. Dengan suara yang bercampur dengan isakan, saya menceritakan keadaan saya.

Setelah pikiran sedikit tenang dan otak mulai jernih, saya mulai menyusun rencana untuk mengejar nilai Fisika. Walau kemungkinan untuk tidak lulus terlihat begitu besar tapi saya memutuskan untuk tidak menyerah begitu saja. Semua usaha akan dilakukan demi bisa lulus dari mata kuliah ini. Saya mulai mendatangi teman senasib untuk belajar bersama bahkan menginap di kamarnya, begadang semalaman untuk menghapal semua rumus sampai lingkaran di bawah mata mulai terlihat menghitam. Paling tidak saya bisa memberi sedikit perlawanan saat menghadapi soal di UAS nanti.

Sehari setelah telepon terakhir kerumah seseorang mengetuk pintu kamar dan mengabarkan orangtua saya menunggu di kantin asrama. Saya kaget, tidak biasanya mereka mengunjungi saya tanpa mengabari terlebih dahulu. Waktu itu jam setengah sembilan malam, papa masih memakai seragam kerja dan mama terlihat hanya berdandan seadanya. Ternyata papa mengajak mama menjenguk saya sepulangnya papa bekerja. Beliau menyetir mobil sendiri, menempuh jarak yang cukup jauh, menembus kemacetan, dan membawakan makanan untuk saya dan teman sekamar. Saya tidak menyangka, mereka begitu mengkhawatirkan keadaan saya.

Papa menanyakan kabar saya sedangkan mama lebih banyak diam. Dengan polos papa bertanya, 'Memang kalau kamu ngga lulus Fisika terus kamu dikeluarin dari kampus?'. Tidak papa sayang, saya tidak akan dikeluarkan dari kampus hanya karena nilai Fisika saya D. Tapi saya tidak mau nilai itu menghiasi transkrip atau harus mengulang mata kuliah ini untuk memperbaiki nilai. Papa terlihat lega, dia bilang tidak apa-apa kalau saya mendapat nilai D, papa dan mama tidak akan marah. Lagipula saya masih bisa memperbaikinya di semester lain jika mau. Papa yang tidak sempat merasakan bangku kuliah berusaha keras mengerti keadaan saya dan memberi nasehat untuk menyemangati saya.

Kunjungan itu tidak lama karena tepat pukul sembilan malam jam malam asrama habis. Sebelum pulang mama memberikan selembar surat untuk saya. Inilah kebiasaan saya dan mama, kami lebih leluasa mengeluarkan perasaan masing-masing melalui tulisan dibanding perkataan. Di kamar, diantara riuh teman-teman yang ribut menjarah makanan hantaran, saya membaca surat mama. Tidak banyak yang mama tulis disitu, beliau hanya menyampaikan bahwa dia bangga dengan semua yang telah saya raih sampai hari ini. Mama tidak menuntut banyak dari saya karena dia tahu saya selalu bersungguh-sungguh dalam melakukan segala sesuatu dan itu yang terpenting. Mama tidak mengerti arti dari angka ataupun huruf di transkrip, tapi mama melihat semua hal yang saya lakukan untuk meraihnya. Walau gagal, mama bangga karena saya tak letih untuk berusaha. Mungkin peribahasanya 'yang penting itu terletak pada prosesnya, bukan pada hasil akhirnya'.

Kejadian ini menjadi titik balik saya di masa kuliah. Saya berjanji tidak akan bermain-main lagi menghadapi masa kuliah. Masa depan ada di tangan saya dan hanya saya yang mampu mengubahnya. Walau transkrip nilai semester 1 dan 2 dipenuhi rantai karbon, saya bertekad untuk membalas semua kekalahan ini. Lulus kuliah dengan predikat Cum Laude pastinya sangat tidak mungkin, tapi saya mengejar kelulusan dengan predikat Sangat Memuaskan dengan IPK diatas 3. Hadiah untuk mama dan papa.

Dan saya berhasil...

Mama dan papa mungkin tidak sempat merasakan bangku kuliah tapi mereka adalah motivator saya nomor satu. Semua yang saya lakukan pada akhirnya ditujukan untuk membuat mereka bangga.

Tulisan ini dibuat untuk adik saya yang tengah berjuang menyelesaikan kuliahnya di Semarang. Kami selalu bangga dengan semua yang telah kamu lakukan. Dan untuk Nenes, cita-cita kita tercapai. Terimakasih karena selalu mengingatkan saya akan sebuah janji yang kita ucapkan di salah satu kamar asrama itu.

Dan kabar nilai Fisika saya? Yah, saya hanya kekurangan 1 poin untuk dapat lulus. Untungnya saya dapat mengikuti ujian ulangan dan lulus. Itu adalah terakhir kalinya saya bertemu dengan Fisika :)

29 komentar:

  1. terharu membaca postingan ini sekaligus malu dengan usaha saya yang masih setengah2 dalam menuntut ilmu. Sungguh ini pengalaman pribadi yang menginspirasi bukan cm untuk yang masih berkutat di bangku kuliah juga tauladan seorang orang tua dalam menyikapinya.

    Love the way u share the feeling w/ ur moms through letter :)

    BalasHapus
  2. pertamax ya ini?? heheh

    klo saya lebih suka Fisika, beda ma Kimia, saya paling anti ma Kimia apalagi pelajaran tentang karbol2 itu, metana etana dkk.. hohohoh

    masa kuliah emang masa penuh haru biru yaa, smua tergantung dari kita, kita yang berbuat kita jg yang akan menuai hasilnya :D

    btw, Ocha ini kulnya jurusan apa ya?? :D

    BalasHapus
  3. yaahh ternyata kedua tadi..

    ohh iya lupa, ayooo Adiknya Ocha, berjuang yaaa... pasti bisa, InsyaAllah :)

    BalasHapus
  4. Fisika, Kimia, matematika...
    aduuuuuuuuuh aku paling anti tuh
    hehehhehee

    salut deh sama Ocha
    dan perjuangannya

    kalo aku dulu males malesan
    hehehe
    jadi malu

    BalasHapus
  5. Dija mau belajar sungguh sungguh tante
    biar bisa pinter kayak Tante Ocha dan adiknya

    BalasHapus
  6. nice post kak :)

    aku juga ngrasa nilai semester satu ku ancur2an gini, hiks :'(

    adeknya kak ocha di jurusan apa siih?? barangkali aku kenal...

    BalasHapus
  7. terima kasih atas ceritanya teh. benar2 menginspirasi aku untuk lebih baik lagi dalam belajar... doain biar aku bisa lebih baik lagi ya...terima kasih..

    BalasHapus
  8. Kenangan masa2 kuliah yg sungguh luar biasa.
    Aku dulu juga merasakan perjuangan yg luar biasa agar dpt lulus dg baik... demi pengorbanan ortu shg aku bisa kuliah dulu. ^_^

    BalasHapus
  9. Salut dg ortumu yg memberikan dukungan penuh kepada putrinya.
    Semoga adikmu juga mampu menyelesaikan pendidikannya dg baik.
    BTW, aku juga kurang suka dg pelajaran Fisika dan Kimia :)

    BalasHapus
  10. elo kuliah dimana sih? IPB bogor ya? kok nda dibilang dimananya?

    BalasHapus
  11. klo gw ga ada masalah sama Fisika, masalah gw di pelajaran geografi. Makanya dulu gw ngira Riau itu ada di kalimantan. Trus Makassar ada di Sumatera. makanya gw sekarang mau berusaha memperbaiki pengetahuan geografi gw dengan travelling *alesan* hihihii...

    Salam buat adik nya Rossa... semangaaat...!!!

    BalasHapus
  12. dulu saya pernah ngobrol sama seorang kawan baik kalau "setelah lulus SMA saya gak mau lagi ketemu fisika". tau2 saya kuliah ilmu kebumian yang basisnya fisika. hahahaha..

    BalasHapus
  13. wuaah kalo gitu mo telepon nyokap gua ah, gua mo bilang mata kuliah gua sulit sulit. Semoga nyokap gua berkenan ke Melbourne jenguk gua, huahahahahah ngarep.

    gua suka banget baca postingan ini 0cha. it's inspiring, cocok dibaca oleh mereka yang lagi kesulitan dalam kuliah nya. postingan ini memberikan semangat sekaligus membuat gua terharu. salut buat orang tua lu Cha. HEBAT :)

    BalasHapus
  14. Kenangan yang tidak sekedar kenangan,,....

    BalasHapus
  15. saya lumayan bersahabat sih dgn fisika. hehe
    memang ya, kalo di saat2 galau gitu, nelpon orang tua bikin perasaan tambah enteng.. jadi kangen mama..

    BalasHapus
  16. bener - bener inget masa jahiliah sewaktu di TPB,

    yeah I know, TPB is suck! (at least for me)

    sampai sekarang masih ada 3 nilai D di transkrip saya :p

    Ah, saya sich cuek2 saja... Toh lulus juga dengan IPK diatas 3 kok. :)

    kalau ada yang kebetulan sengak dan ngeledekin karena ada nilai D sampai tiga biji di transkrip, jawab saya sich santai aja, "Gw yang ada D tiga biji aja bisa dapet beasiswa ke Amrik, harusnya elo bisa lebih donk! Selama ini elo kemanain tuch potensi elo?"

    *kok jadi curcol ye... maaf.

    BalasHapus
  17. (lagi) saia menemukan tulisan mbak rosa yang inspiratif :)

    dan ujungnya ternyata buat menyemangati si adik..hebat! krn aku rasa ini bisa jadi motivator buat tmn2 yg lagi mengalami masa2 ini.

    semangad terus buat adek nya mbak rosa!

    BalasHapus
  18. hmm saya suka Fisika lho tapi cuma astronomi-nya doang secara saya ini pengen jadi astronot waktu smu dulu.^^
    hihi kalo saya kejadian kayak gini pas SMP. dulu di sd nilai matematika saya jarang dibawah 80 ehm saya dulunya sempet pernah juara kelas lho (lebaymodeon), ehh kemudian sekalinya ulangan di smp langsung dapat 30.... saya nangis berjam-jam dan menganggap diri saya bodoh bukan kepalang, bukannya menghibur Bapak saya malah bilang, "di atas langsit masih ada langit" walau setelah itu beliau mengatakan banyak kata penghiburan tapi saya paling inget kata2 itu. hehe beda dengan ortunya ocha ya... tapi sama kok hasilnya, saya akhirnya bisa menaklukkan matematika^^

    BalasHapus
  19. Sama donk sama saya. Saya juga ngga suka dan ngga bakat di pelajaran Fisika. Waktu zaman sekolah dulu semua pelajaran berhitung saya seperti Matematika, Fisika, Kimia jarang dapat enam. Biasanya selalu di bawah enam. Beda dengan pelajaran Sastera Indonesia, ngga usah belajar pun masih bisa dapat 100. Namanya juga ngga bakat. Hehe...

    BalasHapus
  20. kalau inget masa sekolah, jd malu baca postingan ini...hehehe :P

    BalasHapus
  21. salut deh buat perjuangan ocha, yg pasti perjuangan maksimal bakal membuahkan hasil maksimal jg

    BalasHapus
  22. wah,,, inspiring bgt nih Mer. btw, kl ga suka fisika, napa milih jurusan ada fisika nya hahahahaha hebat deh :D

    BalasHapus
  23. kakaaaak.. salam kenal yaaa..
    aku nangis bacanyaaa.. masalahnya aku lagi deg2an milih kampus n jurusan yang bakal aku ambil, yaa, sekarang aku kelas 3 SMA.. mudahan aku bisa ambil pelajaran dari postingan kakak yaaa..
    thank you..
    skali lagi salam kenal yaa kak.. :)

    BalasHapus
  24. buat adiknya rossa, semangat ya! :)

    dan jg buat semua adik2 yg tengah berjuang sama kuliahnya semangaaaat..!

    BalasHapus
  25. wah sama saya juga benci banget ama yang namanya fisika..ooh noo..hehe..untung pas kuliah ga ketemu lagi ma makhluk ini coz saya kulnya dijurusan bahasa..

    bagus deh..u make it perfect in the end..salut sama papa mama yang bener2 pengertian dan mendukungmu.

    BalasHapus
  26. wah jadi ingat masa masa kuliah dulu, sangat mengesankan :)

    BalasHapus
  27. Kak cha, postingannya menyentuh banget, entah kenapa tiap kak cha nyeritain tentang keluarganya kak cha ayu tersenuth T.T

    Family is the best creature ever that God has created for us and they named angels <3

    BalasHapus
  28. wik,, beneran nangis baca ini.
    Menulis dan membaca segala hal tentang orangtua selalu membuat sy melow.. :|
    Sampaikan salam hormat sy untuk orangtuanya yap. Mereka beruntung memiliki anak seperti ocha :)

    BalasHapus
  29. ochaaaa salah satu yg ngejarah makan di asrama waktu itu aku kannnnnn???????

    BalasHapus