Where's to start? Hmm..akan saya awali dengan memperkenalkan travel mate dalam perjalanan kemarin. Lets meet Sagi and Nenes. Mereka adalah teman saya semasa kuliah. Sagi jurusan Biologi dan kami menempati kamar yang sama di asrama putri selama satu tahun. Sedangkan Nenes teman satu jurusan yang berjuang bersama saya selama empat tahun untuk mencapai cita-cita yang kami tetapkan bersama sejak tingkat 1 kuliah: IPK di atas 3 dan lulus dengan predikat sangat memuaskan (berhubung nilai kami banyak rantai karbon sehingga tidak mungkin lulus Cum Laude). And we did it.
Foto jadul saya dan Nenes
Me and Sagi jaman kuliah
Sagi dan saya satu selera, sama-sama suka nonton (dan bela-belain bolos kerja untuk dateng ke JIFFest), music holic, dan yang pasti sama-sama cinta travel. We're definitely partner in crime. Hanya sayang, sampai lulus kuliah kami belum pernah melakukan perjalanan bersama. Beda kasus dengan Nenes, dia adalah orang yang tepat untuk diajak belanja dan hangout bareng. Pilihan baju, sepatu, bahkan sampai warna lipstick saya mirip dengan milik Nenes. Kami memang satu pikiran untuk masalah penampilan.
Bagaimana dengan gaya bepergian kami? Saya dan Sagi adalah pecinta buku traveling, apalagi yang bertema backpackers. Let say, we want to be Trinity in The Naked Traveler, to be Elok on Backpacking Hemat ke Aussie, like Marina when she went to Europe with 1000 Dollar, or like Andrei Budiman in Travellous. Kami selalu bermimpi tinggal di hostel dan bertemu dengan backpackers dari negara lain, mengunjungi banyak negara dengan budget seminimal mungkin, dengan ransel yang tersanding di bahu. Sedangkan Nenes adalah tipe traveler sejati, dia hanya akan menginap di hotel yang nyaman dan bersih, bahkan kalau perlu menggunakan jasa biro perjalanan untuk mengatur acara selama di negara tujuan.
Three of us in one frame
Tiga kepala dengan selera berbeda, hasilnya? Ini adalah kutipan dari rencana kepergian kami:
"Nes, gw dan Sagi pengennya nginep di hostel" saya berusaha menjelaskan tipe petualangan saya dan Sagi kepada Nenes.
"Oh, ngga apa-apa kok di hostel juga"
"Lo tau ngga hostel itu kaya gimana" tanya Sagi
"Mmmhhh.....engga...."
"Hostel itu beda dengan hotel sayang...dalam satu kamar itu ada beberapa ranjang, dan kemungkinan kita akan satu kamar dengan orang lain" saya berusaha menjelaskan sehati-hati mungkin
"HAH"
"Yup" jawab saya dan Sagi berbarengan
"Justru itu fun-nya Nes, kita jadi bisa ketemu dan kenal dengan backpackers dari negara lain, bisa ngobrol dan tukeran informasi. Seru kan" Sagi berusaha meyakinkan Nenes
"Iiiihhh....itu kan ngga aman" Nenes mulai stress membayangkan kami tinggal di hostel.
"Ngga kok, aman, lagian harganya juga lebih murah" bela saya
"Hiiiiyyyy...ngga deeehhh....udaaahhh kita di hotel aja ya. Gw yang cari deh hotel yang murah" jawab Nenes dengan mutlak.
Saya dan Sagi pun nyerah, tidak memaksakan kehendak kami. Masalahnya, diantara kami bertiga hanya Nenes yang pernah pergi ke luar negeri, saya dan Sagi masih "buta" sama sekali (yaaa...kan baru bisa punya uang dari hasil keringat sendirinya sekarang. Jaman kuliah dulu mana sanggup ke LN pake uang saku dari orang tua), akhirnya kami memutuskan untuk ikut keputusan Nenes dan belajar sebanyak mungkin dari perjalanan pertama ini. Saya dan Sagi pun mengucapkan janji: traveling selanjutnya murni backpacker, dan kami akan tidur di hostel. Titik.
Somewhere out there
Akhirnya, kami memutuskan untuk berangkat ke Singapura tanggal 20-22 Februari. Berangkat dari Jakarta dengan penerbangan pagi 07.20 dan sampai Singapura jam 10.00. Sisa waktu yang tersedia untuk hari pertama cukup banyak dan kami bisa berkeliling di Singapura. Untuk pulang kami memilih penerbangan sore jam 16.00 sehingga kami masih memiliki banyak waktu untuk mengeksplor negara ini di hari terakhir. Pemesanan tiket dilakukan bulan Agustus, dan kami baru menyusun itinerary 3 minggu sebelum keberangkatan. Inilah yang terjadi:
....Google map engine...
Alamat hotel: Lorong 6 Geylang
"Gila...jauhh banget hotelnya dari pusat kota"
"Dari stasiun MRT juga jauh"
hhhmmm...suram
...Kok gitu sih?...
"Hari ketiga kita kesini kesini dan kesini ya" Sagi.
"Ngga mungkin deh, pesawat kita kan jam2, dan minimal 2jam sebelumnya kita musti udah ada di bandara, jadi jam 12 siang kita musti berangkat ke Changi" Nenes.
"WHAT??? Pesawat kita kan jam 4" saya dan Sagi kompak.
"Gw di telp sama maskapainya, penerbangan buat jam segitu ngga ada, jadi pilihannya mau dimajuin ke jam 2 atau mundur ke jam10 malem, ya gw pilih jam2 lah, kan besoknya kita kerja" jawab Nenes.
"YAAHH...kenapa ngga pilih ke jam 10 malem? Kita kan bisa jalan-jalan di Singapura lebih lama lagi" Sagi.
"Adududuhh...ngga bisa, kan besoknya kita kerja" Nenes.
"Gw sih udah ambil cuti 2hari, jadi pulang dari travel gw masih punya waktu buat istirahat, malah Sagi ambil cuti 4hari" kata saya.
"Yah, kan gw anak baru di tempat kerja yang sekarang, jadi ngga enak klo gw kebanyakan bolos" Nenes.
Hhhhmmmm....yang memesan tiket dan hotel adalah Nenes, otomatis semua info mengenai perjalanan akan disampaikan ke dia. Yang saya dan Sagi sesalkan adalah Nenes tidak mengkonfirmasi berita tersebut kepada kami sebelum mengambil keputusan.
Planning itinerary with cup of coffee
Sungguh, perjalanan kemarin membutuhkan kesabaran ekstra. Dari awal perencanaan dan pembuatan itinerary saja sudah banyak perbedaan dan konflik yang muncul, belum lagi selama perjalanan. Tapi taruhannya adalah persahabatan diantara kami bertiga, daripada persahabatan hancur lebih baik saya bersabar lebih banyak.
and finally we hit the road